Posisi yang Sulit Dinegosiasikan
Cuaca berubah cepat. Pertemuan kedua antara Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di Hanoi, Vietnam, gagal mencapai kesepakatan. Kamis (28/2/2019), usai pertemuan, harapan yang sebelumnya membumbung, tiba-tiba tersapu suhu hangat 31 derajat Celsius saat Hanoi sejatinya masih dibalut musim dingin.
Meskipun Hanoi sejak awal pekan ini dijaga ketat, terutama di beberapa sudut jalan di sekitar tempat perhelatan pertemuan, kota tua itu sejatinya penuh dengan kesemarakan. Bendera tiga negara, yaitu Amerika Serikat, Korea Utara, dan Vietnam, dipasang berderet di setiap tiang lampu di jalan-jalan utama Hanoi. Taman-taman kota dihias dengan aneka bunga berwarna-warni. Pot-pot tanaman di sepanjang kaki lima pun dipenuhi dengan bunga.
Di banyak sudut persimpangan dan jalan, banyak dipasang papan bergambar bendera dan nama Korea Utara dan AS dengan ditambahi tulisan "Hanoi-City for Peace" atau "Partnership for Sustainable Peace" yang disertai ornamen bergambar burung merpati yang membawa seuntai daun zaitun.
“Sungguh luar biasa. Bahwa Vietnam menjadi tempat dan saksi pertemuan AS dan Korea Utara yang akan membahas perdamaian,” kata Hen Linh, warga Hanoi. Vu Lan Anh, warga lainnya, mengatakan bahwa ia optimistis pertemuan Kim Jong Un dan Donald Trump akan membawa banyak perubahan di kawasan dan dunia.
Harapan
Harapan banyak kalangan melambung saat dalam jamuan makan malam, Rabu (27/2/2019), Kim dan Trump tampak antusias dan banyak tersenyum. Malam itu Trump memuji Kim sebagai pemimpin yang hebat, dan berharap bisa menyaksikan Korea Utara tumbuh.
Menjelang pembicaraan kedua yang dihelat Kamis pagi, dari layar besar dan televisi di gedung ICE Hanoi tempat awak media dari berbagai negara memantau pertemuan mereka, tampak Kim duduk berhadapan dengan Trump—dipisahkan meja kayu bundar—menjawab sejumlah pertanyaan wartawan dengan antusias.
Kim mengatakan, dia menantikan dialog yang luar biasa. Melalui penerjemah, dia mengungkakan akan berusaha melakukan yang terbaik untuk memberi hasil yang luar biasa. Ketika seorang wartawan bertanya, apakah dia merasa yakin bisa membuat kesepakatan? Kim menjawab, ”Masih terlalu dini untuk mengatakannya, tetapi itu bukan berarti saya pesimistis. Saya merasa, hasil yang baik akan dicapai.”
Senada dengan Kim, Trump juga menginginkan pembicaraan yang produktif. “Kecepatan tidak penting bagi saya. Yang penting adalah kita melakukan kesepakatan yang benar," kata Trump.
Tidak mengherankan, banyak pihak pun berharap, pembicaraan yang berfokus pada isu perdamaian di Semenanjung Korea dan denuklirisasi di Korea Utara bakal menghasilkan kemajuan signifikan dibandingkan dengan pertemuan pertama mereka di Singapura, Juni 2018.
Gagal
Namun, setelah tengah hari, menjelang jadwal makan siang dan penandatangan kesepakatan, tiba-tiba suasana di ruang media menjadi riuh. Banyak wartawan mengerubuti meja tempat wartawan Voice of America (VOA) mendapat kabar kesepakatan tidak tercapai. Dan tak lama kemudian, tersiar kabar bahwa jamuan makan siang dan upacara penandatanganan kesepakatan dibatalkan.
Dari layar lebar di ruang media tampak, sekitar pukul 13.25 Trump dan Kim meninggalkan hotel tempat pertemuan. Seusai gagal mencapai kesepakatan, Trump menggelar konferensi pers dan mengatakan bahwa yang menjadi ganjalan adalah persoalan sanksi.
"Ini semua tentang sanksi. Mereka ingin sanksi dicabut seluruhnya dan kami tidak bisa melakukannya," kata Trump. "Kadang-kadang Anda harus berjalan (meninggalkan perundingan), dan ini adalah salah satunya.
Menjelang jadwal makan siang dan penandatangan kesepakatan, tiba-tiba suasana di ruang media menjadi riuh.
Kepada Fox News Channel, Trump mengatakan, mereka tidak berhasil mencapai sesuatu. "Saya akan mengatakan bahwa saya tidak puas dan mungkin Pemimpin Kim tidak puas. Hubungan tetap baik, tetapi saya memutuskan ini bukan waktu yang tepat untuk menandatangani sesuatu sehingga kita akan melihat apa yang terjadi selama periode waktu tertentu."
Menurut Trump, Korut hanya menginginkan membongkar beberapa situs nuklir, tetapi—kata Trump—itu tidak cukup karena ia menginginkan semua situs dibongkar. Kesepakatan yang diinginkannya adalah denuklirisasi lengkap, terverifikasi, dan inspeksi langsung.
“Sanksi ada di sana dan saya tidak ingin mencabut sanksi, kecuali kami memiliki program yang nyata. Dan mereka tidak siap untuk itu, dan saya mengerti sepenuhnya, saya benar-benar melakukannya,” kata Trump.
Perbedaan
Tengah malam, menjelang hari Jumat, Menteri Luar Negeri Korut, Ri Yong Ho, menggelar jumpa pers dadakan. Ri mengatakan, Pyongyang tidak meminta penghapusan total sanksi yang diberlakukan pada Korut. Mereka hanya meminta pencabutan sebagian sanksi, terutama yang menghambat ekonomi rakyat dan mata pencaharian warga Korut.
Sebagai kompensasi atas pencabutan sanksi itu, Pyongyang akan membongkar sepenuhnya fasilitas produksi dan pengayaan plutonium dan uranium di Yongbyon dengan pengawasan ahli kedua negara.
Ri juga mengatakan, Pyongyang berjanji menghentikan uji coba nuklir dan rudal untuk meredakan kekhawatiran Washington. Menurut dia, jika kedua pihak dapat melewati tahap pembangunan kepercayaan itu, proses menuju denuklirisasi akan menjadi lebih cepat dan lancar. Namun, menurut Ri, AS tidak siap dengan proposal yang ditawarkan Korut itu.
Profesor Leon Sigal, Direktur Program Kerja Sama Keamanan Asia Timur Laut di Dewan Riset Ilmu Sosial yang berbasis di AS, seperti dikutip laman Vietnam News, mengatakan bahwa kegagalan AS dan Korut mencapai kesepakatan menyebabkan kekecewaan besar. Jika versi AS benar, jelas Korut dinilai terlalu berharap untuk pencabutan sanksi.
Di sisi lain, ia masih melihat peluang terbuka. “Bahwa hanya karena mereka tidak setuju saat ini, itu tidak berarti pembicaraan sudah selesai. Saya pikir itu penting karena menurut saya ini bisa dinegosiasikan,” kata Sigal.
Seorang pejabat Korea Selatan, sebagaimana dikutip Reuters, mengatakan bahwa pembongkaran Yongbyon sebenarnya akan mempengaruhi proses denuklirisasi. "Para pihak yang skeptis akan tergoda untuk mengecilkan arti penting Yongbyon guna mendukung peta jalan yang lebih komprehensif untuk denuklirisasi, tetapi jika itu dilakukan dengan benar, memeriksa Yongbyon akan memiliki sebagian besar elemen yang diperlukan dari kesepakatan yang lebih besar," kata pejabat itu kepada Reuters tanpa menyebut nama karena sensitivitas masalah ini.
Pengamat lain yang juga tidak juga disebutkan namanya menengarai bahwa yang disajikan oleh para pihak kemungkinan ada tawaran yang diminta terlalu tinggi. “Saya juga berpikir apa sebenarnya yg terjadi di dalam? Apakah AS meminta terlalu banyak dan terlalu cepat? Karena Korut nampaknya siap utk menghasilkan kesepakatan,” katanya.
Menurut dia, saat ini bola ada di tangan Kim karena Trump telah berani angkat kaki tanpa ada kesepakatan. Jika tetap mengejar adanya kesepakatan, Kim harus melakukannya tahun ini atau awal tahun depan, atau tidak sama sekali.