INDRALAYA, KOMPAS — Kementerian Perhubungan mulai menerapkan tarif moda terintegrasi untuk mendorong okupansi kereta ringan (light rail transit/LRT) di Palembang. Mahasiswa Universitas Sriwijaya dijadikan target pendongkrak okupansi dengan menghubungkan LRT dan Damri sebagai angkutan pengumpan menuju kompleks kampus di Indralaya, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi seusai menjadi pembicara di Universitas Sriwijaya, Senin (4/3/2019), mengatakan, penerapan tarif terintegrasi antara LRT dan Damri dari Palembang yang terhubung langsung dengan Kampus Universitas Sriwijaya (Unsri) di Indralaya, Kabupaten Ogan Komering Ilir, menjadi cara mendongkrak okupansi LRT. Jarak kampus Unsri dari Palembang sekitar 33 kilometer.
Dengan tarif terintegrasi, mahasiswa hanya dikenai tarif sebesar Rp 7.000 per penumpang. Hal itu jauh lebih murah dibandingkan dengan tarif biasa, yakni Rp 15.000 per penumpang.
”Sebelum menerapkan tarif terintegrasi, kami sudah memberi subsidi. Untuk mendongkrak okupansi, kami subsidi lagi dengan tarif lebih murah. Subsidi ini akan diberikan selama dua tahun,” katanya.
Hingga saat ini, rata-rata penumpang LRT mencapai 5.000 penumpang per hari. Dengan sistem terintegrasi ini, diharapkan penumpang LRT dapat meningkat. ”Dengan mengajak mahasiswa Unsri menggunakan LRT, diharapkan okupansinya bisa meningkat dari 30 persen menjadi 50 persen dalam enam bulan ke depan,” kata Budi.
Budi menerangkan, sebagai kota yang baru bekembang, keberadaan transportasi massal adalah sebuah keniscayaan. Palembang menjadi kota percontohan bagi kota lain untuk keberadaan LRT. Untuk itu, segala cara dilakukan untuk mendorong penggunaan LRT.
”Kami ingin mengubah pola pikir kaum milenial dari yang semula menggunakan kendaraan pribadi menuju ke kendaraan massal,” katanya.
Program integrasi sudah diberlakukan sejak Jumat (22/2). Proses integrasi diterapkan di Bus Rapit Transit (BRT) Trans Musi. BRT Trans Musi akan beroperasi di dalam Kota Palembang, sedangkan Damri beroperasi dari stasiun terakhir, yaitu DJKA, hingga Universitas Sriwijaya di Kabupaten Ogan Ilir.
Kami ingin mengubah pola pikir kaum milenial dari yang semula menggunakan kendaraan pribadi menuju ke kendaraan massal.
Dalam pelaksanaannya, setiap penumpang hanya membayar satu tiket untuk dapat menggunakan ketiga moda tersebut. Untuk penumpang umum, tarif yang dikenakan sebesar Rp 10.000 (LRT-Damri), Rp 7.000 (LRT-Trans Musi), dan Rp 12.000 (Damri-LRT-Trans Musi).
Adapun untuk mahasiswa, tarif yang dikenakan Rp 7.000 (LRT-Damri), Rp 7.000 (LRT-Trans Musi), dan Rp 12.000 (Damri-LRT-Trans Musi). Adapun untuk pelajar, tarif yang dikenakan sebesar Rp 7.000 (LRT-Damri), Rp 5.000 (LRT-Trans Musi), dan Rp 10.000 (Damri-LRT-Trans Musi).
Rektor Universitas Sriwijaya Anis Saggaf mengatakan, keberadaan LRT akan membantu mahasiswa Universitas Sriwijaya memperoleh akses menuju kampus. Dia pun berharap mahasiswa tidak lagi menggunakan kendaraan pribadi.
Mahasiswa Unsri, menurut Anis, dinilai dapat mendongkrak okupansi LRT karena potensi mahasiswa yang tinggal di Palembang dan berkuliah di Indralaya mencapai 18.000 orang dari total mahasiswa sekitar 32.000 orang.
Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru mengatakan, dirinya akan mendorong Pemerintah Kota Palembang menyediakan kantong parkir untuk mempermudah penumpang LRT meletakkan kendaraan. ”Kami masih memetakan stasiun mana saja yang ramai. Dari sana baru kami akan membangun kantong parkir,” katanya.