JAKARTA, KOMPAS— Eddy Sindoro bersikeras bahwa dirinya tidak terlibat dalam kasus suap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution. Ia berharap agar majelis hakim berkenan untuk membebaskannya dari tuntutan jaksa.
Hal itu diungkapkan Eddy dalam sidang lanjutan dengan agenda pembacaan nota pembelaan atau pledoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin malam (4/3/2019). Sidang dipimpin Hakim Hariono.
“Majelis hakim yang saya muliakan, sepenuhnya saya yakin dihadapan hukum, saya tidak bersalah. Tidak ada hukum yang saya langgar dan kejahatan yang saya lakukan,” kata Eddy.
Eddy membantah keterlibatannya dalam memberikan suap sebesar Rp 150 juta dan 50.000 dollar Amerika Serikat kepada Edy Nasution sebagaimana disebutkan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam tuntutannya.
Dalam sidang tuntutan sebelumnya, jaksa menilai Eddy terbukti menyuap panitera Edy Nasution terkait pengurusan sejumlah perkara untuk beberapa perusahaan yang ditangani di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pemberian uang itu terkait perkara hukum yang menimpa dua korporasi, yakni PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) dan PT Across Asia Limited (AAL).
Menurut dia, dirinya tidak memiliki kewenangan untuk memerintahkan staf dari dua korporasi itu dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. “Posisi saya sebagai adviser tidak berkaitan langsung dengan kegiatan perusahaan itu, tugas saya hanya memberikan pendapat atas pertanyaan dari direksi sesuai pengalaman. Saya tidak pernah mengambil keputusan apapun berkaitan perusahaan,” kata Eddy.
Atas perbuatan Eddy, jaksa KPK menuntut pidana 5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan.
Menuntut dibebaskan
Eddy menilai, tidak ada fakta persidangan yang menyatakan dirinya terbukti bersalah. Atas dasar itu, dia meminta kebijaksanaan majelis hakim dalam menentukan putusan hukum kepadanya, yakni agar bisa membebaskannya dari hukuman.
Atas perbuatan Eddy, jaksa KPK menuntut pidana 5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan.
“Majelis hakim yang saya muliakan, fakta-fakta persidangan menunjukkan bahwa sesungguhnya saya tidak bersalah. Seyogianya saya diputus bebas murni agar dapat kembali beraktivitas, sesuai dengan tujuan hidup, dan pernikahan saya dihadapan Tuhan,” ujar Eddy.
Jaksa menilai, perbuatan Eddy melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 13 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Menanggapi nota pembelaan Eddy, jaksa KPK Joko Hermawan menyampaikan, pihaknya tetap pada materi tuntutan. Hakim Hariono pun memutuskan akan melanjutkan sidang dengan agenda pembacaan putusan pada 6 Maret 2019.