JAKARTA, KOMPAS — Memasuki Maret 2019, intensitas hujan diperkirakan kembali meningkat sehingga berpotensi memicu bencana hidrometeorologi, terutama banjir dan longsor. Fenomena ini berpotensi terjadi hingga sepekan mendatang, terutama di Sumatera dan Jawa bagian barat.
Peningkatan hujan dipicu pergerakan Madden Julian Oscillation (MJO) di Samudra Hindia. Gelombang atmosfer yang kali ini membawa massa udara basah ini bergerak merambat dari barat di sekitar Samudra Hindia ke timur sehingga dapat meningkatkan potensi curah hujan di daerah yang dilaluinya.
Selain MJO, dari analisis pola pergerakan angin, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mendeteksi adanya sirkulasi siklonik di Samudra Hindia barat Sumatera yang membentuk daerah pertemuan angin cukup konsisten di wilayah Sumatera, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Jawa.
”Peningkatan hujan ini berangsur akan mengurangi kekeringan di beberapa daerah, seperti Riau, yang sekarang masih kemarau. Pada April nanti, daerah ini akan masuk hujan sebelum kemudian kembali kemarau,” kata Kepala Subbidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Siswanto di Jakarta, Minggu (3/3/2019).
Peringatan dini
Terkait peningkatan hujan ini, Deputi Bidang Meteorologi BMKG Mulyono R Prabowo telah mengeluarkan peringatan dini kepada masyarakat agar mewaspadai potensi bencana hidrometeorologi. ”Saat ini terpantau sejumlah fenomena atmosfer secara bersamaan. Fenomena-fenomena tersebut dapat membawa konsekuensi meningkatnya potensi curah hujan tinggi,” katanya.
BMKG mengimbau masyarakat agar tetap waspada pada periode awal Maret, khususnya dampak dari potensi curah hujan tinggi yang dapat memicu bencana hidrometeorologi, seperti banjir, longsor, banjir bandang, genangan, angin kencang, pohon tumbang, dan jalan licin. ”Kondisi ini dapat meningkat hingga pertengahan Maret 2019,” kata Mulyono.
Menurut dia, wilayah yang berpotensi hujan lebat antara lain, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung, hampir seluruh Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua Barat, dan Papua.
Kemarin, hampir seharian hujan mengguyur wilayah Jakarta dan sekitarnya. Terkait itu, Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) memantau tinggi muka air di sejumlah sungai. Berdasarkan data BBWSCC pada pukul 09.00, sejumlah sungai yang melintasi wilayah Jakarta terpantau aman, yakni berstatus siaga 4 atau lebih rendah daripada batas tinggi 150 sentimeter.
”Sejauh ini, wilayah kali (sungai) yang kami pantau masih aman. Walau aman, kami terus melakukan pemantauan secara rutin di sejumlah pintu air yang ditangani BBBWSCC,” kata Pejabat Pembuat Komitmen Operasi Pemeliharaan Sumber Daya Air 1 BBWSCC Eka Siwi Agustiningsih.
Dari pantauan sejumlah sungai di Jakarta Barat, kenaikan tinggi muka air juga dinyatakan aman. Kepala Suku Dinas Sumber Daya Air Kota Jakarta Barat Imron Syahrin mengatakan, tinggi muka air Kali Angke dan Kali Pesanggrahan meningkat 20 sentimeter.
Imron mengatakan, untuk penanganan banjir, pihaknya mengandalkan sejumlah pompa air yang tersebar di wilayah Jakarta Barat. Sebagai contoh, air di Kali Cibubur, yang berada di sekitar rumah warga Kecamatan Tambora, akan disedot dengan pompa air untuk dibuang ke Kali Duri.
Tahun ini, hingga akhir Februari, hujan dengan intensitas tinggi memicu banjir dan longsor di sejumlah daerah. Awal Januari, longsor terjadi di Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, menewaskan sekitar 30 orang.
Pada pertengahan Januari, banjir melanda wilayah empat kecamatan di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Banjir akibat meluapnya Sungai Cisangkuy, Citarum, dan Cikapundung ini kembali terjadi pada minggu ketiga Februari. Pada pertengahan Januari, banjir besar juga melanda wilayah Kabupaten Aceh Utara, Aceh, dan Cilacap, Jawa Tengah.
Curah hujan tinggi juga memicu banjir besar dan longsor di tujuh kabupaten/kota di Sulawesi Selatan pada minggu ketiga Januari. Awal Februari, banjir melanda Kota Manado di Sulawesi Utara.
Gelombang tinggi
Selain hujan lebat, menurut pantauan BMKG, gelombang tinggi 2,5 meter hingga 4 meter diperkirakan terjadi di perairan selatan Jawa Tengah hingga Jawa Timur, Selat Bali bagian selatan, Samudra Hindia barat Kepulauan Mentawai hingga Lampung, dan Samudra Hindia selatan Pulau Jawa hingga Bali.
BMKG memprediksi, tahun ini El Nino akan berlangsung hingga Juli 2019. Sekalipun terjadi El Nino, kekuatannya cenderung lemah sehingga curah hujan masih cukup tinggi hingga April 2019 di sebagian besar wilayah Indonesia.
Kemarau juga diprediksi berlangsung dengan durasi yang normal untuk sebagian besar wilayah, tetapi pada puncak kemarau bulan Juni-Juli-Agustus diprediksi akan lebih kering daripada tahun 2018 dan dari normalnya. ”Sekalipun cenderung kering, tidak lebih kering daripada kemarau tahun 2015,” kata Siswanto. ”Apabila El Nino tetap berlangsung setelah Juli 2019, tingkat kekeringan kemarau tahun ini dapat lebih luas.” (ADITYA DIVERANTA)