Parade Kostum Khas Cirebon
Kota Cirebon berupaya menggaet lebih banyak wisatawan tahun ini. Langkah pertamanya adalah menghelat Cirebon Creative Fashion Carnival, bagian dari Cirebon City Festival.
CIREBON, KOMPAS — Pemerintah Kota Cirebon, Jawa Barat, menggelar Cirebon Creative Fashion Carnival untuk pertama kali. Karnaval parade kostum yang mengangkat seni budaya Cirebon itu dijadikan agenda tahunan pariwisata untuk meningkatkan jumlah wisatawan.
Karnaval yang digelar di depan Gedung British American Tobacco (BAT) di Jalan Pasuketan, Minggu (3/3/2019), itu dipadati ratusan pengunjung. Cirebon Creative Fashion Carnival (CCFC) menampilkan atraksi barongsai dan parade kostum khas Cirebon dari 160 peserta.
Parade yang dilombakan itu terbagi dalam kategori batik cirebonan, etnik cirebonan, dan go green zero waste yang memanfaatkan barang bekas. Peserta memperagakan kostum dengan motif batik khas Cirebon, seperti mega mendung, pesisir, dan keraton.
Ada pula peserta yang tampil dengan kostum tari sintren dan tari topeng kelana serta panji. Sejumlah peserta mengenakan kostum setinggi hampir 2 meter. Pengunjung pun memotret dengan gawai dan kamera.
”Semua peserta berasal dari Cirebon. Jumlah 160 peserta di luar ekspektasi kami. Ini menunjukkan, Cirebon bisa menjadi kota kreatif,” ujar Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kepemudaan, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata Kota Cirebon Edi Bagja.
CCFC merupakan rangkaian dari Cirebon City Festival (Cifest) yang berlangsung pada 22-23 Februari dan 2-3 Maret. Sabtu lalu, di depan Gedung BAT digelar Cirebon Expo yang menampilkan usaha mikro, kecil, dan menengah Cirebon.
Pekan lalu, panitia mencatat 100 pelaku usaha tur dan travel turut dalam Cifest untuk melihat potensi wisata di Cirebon.
Dalam perhelatan pertama ini ada sejumlah persoalan, antara lain jalur parade yang belum steril dari penonton dan minimnya promosi. ”Kami akan evaluasi dan menata ulang kegiatannya,” ujar Wakil Wali Kota Cirebon Eti Herawati.
Menurut Eti, pihaknya akan terus mengangkat kekayaan seni budaya Cirebon yang belum diketahui orang. Ini sesuai dengan identitas pariwisata Kota Cirebon: The Gate of Secret.
Melalui CCFC, Pemkot Cirebon berupaya menghidupkan kembali kawasan kota tua. Gedung BAT, bekas pabrik rokok, merupakan cagar budaya yang berdiri pada 1924. Selama ini, peninggalan industri rokok terbesar di Jabar itu sepi. Tempat itu kalah pamor dari pusat perbelanjaan dan Wihara Dewi Welas Asih berusia lebih dari 500 tahun yang ada di dekatnya.
Khazanah Cirebon
Eti mengakui, sejumlah kabupaten/kota lebih dahulu menggelar aneka karnaval. Bahkan, Kabupaten Jember, Jawa Timur, yang menggelar Jember Fashion Carnaval sejak 2002 telah ditetapkan sebagai ”Kota Karnaval” pada 2017.
”Cirebon punya khazanah seni budaya sendiri. Di sini, etnis Tionghoa, Arab, dan Cirebon menyatu,” katanya.
Akulturasi itu, antara lain, tampak pada Kereta Kencana Paksi Naga Liman. Sayap kiri dan kanan menyimbolkan paksi atau burung mewakili Islam. Adapun wajah serupa naga, tetapi memiliki belalai, menggambarkan pengaruh China dan Hindu.
Kereta ini terdapat di Keraton Kasepuhan, salah satu dari tiga keraton yang berusia ratusan tahun di kota seluas 37,35 kilometer persegi tersebut. Keraton lain adalah Kanoman dan Kacirebonan.
Untuk itu, Pemkot telah menyusun kalender pariwisata tahun 2019 dengan 16 agenda, seperti Festival Kanoman, Cirebon Topeng Festival, dan Cirebon Historia Run. Pemkot juga telah meluncurkan aplikasi Cirebon Wisatkon (wisata Kota Cirebon) di Play Store untuk mengetahui agenda wisata.
Pihaknya juga meningkatkan anggaran pariwisata dan kebudayaan dari Rp 300 juta per tahun menjadi Rp 1,8 miliar tahun ini. Upaya tersebut untuk mengejar target 2 juta wisatawan pada 2019.
Tahun lalu, jumlah kunjungan wisatawan kurang dari 1,5 juta orang. Pada saat yang sama, tetangga Cirebon, yakni Kabupaten Kuningan, sudah mendatangkan lebih dari 4 juta wisatawan.
Ketua DPRD Kota Cirebon Edi Suripno mengapresiasi upaya Pemkot menjadikan Cirebon sebagai pintu gerbang pariwisata Jabar. ”DPRD berkomitmen mendukung dalam hal anggaran (pariwisata),” ujarnya.
Pegiat pariwisata dan budaya Cirebon, Mustakim Asteja, menilai, selain membuat festival, Pemkot seharusnya juga menata kota. Sebab, wisatawan kerap mengeluh terkait sampah dan Cirebon yang semrawut. ”Pemkot juga harus memunculkan destinasi wisata baru, seperti kota tua Cirebon,” ujarnya.