Pendangkalan Rawapening Picu Banjir di Desa Wisata Bejalen
Oleh
WINARTO HERUSANSONO
·2 menit baca
UNGARAN, KOMPAS – Sebanyak 130 keluarga di Dusun Bejalen Timur, Desa Bejalen, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, hingga Senin (4/3/2019) masih cemas datangnya banjir susulan. Permukiman warga yang terletak persis di tepi Danau Rawapening itu, pada Sabtu (2/3) malam dilanda banjir hingga setinggi 20 sentimeter akibat luapan air danau Rawapening.
“Setiap kali muka air danau naik, selalu masuk ke sungai Bejalen lalu meluap ke kampung. Dusun Bejalen Timur kebetulan berada di dataran yang lebih rendah sehingga selalu kebanjiran saat air melimpas. Saya berharap proyek revitalisasi danau Rawapening bisa segera dimulai,” ujar Nowo Sugiarto, kepala Desa Bejalen, Ambarawa.
Nowo mengatakan, dusun ini memiliki Kampung Pelangi sebagai tujuan wisata di tepi danau. Hanya saja, upaya menggaet wisatawan kurang maksimal akibat kampungnya kerap terancam kebanjiran. Banyak pengunjung takut kalau datang bisa terjebak banjir.
Penyebab banjir yakni kerusakan ekosistem Danau Rawapening yang semakin parah. Hal itu menyusul pendangkalan di danau. Menurut Nowo, sekitar lima tahun silam, kedalaman danau yang berdekatan dengan kampung Bejalen masih 10 meter, sehingga nelayan dari kampung tersebut masih bisa memelihara ikan mujahir dan ikan nila di tengah danau. Namun, kini kedalamannya berkisar 2-3 meter.
Saryono, nelayan yang juga kepala Dusun Bejalen Timur mengatakan, saat masih memelihara ikan, dia bisa panen 3 kuintal ikan nila setiap tiga bulan. Seiring waktu, danau kian dangkal sehingga nelayan lokal kesulitan memelihara ikan. Kondisi ini juga tidak lepas dari kian meluasnya tanaman eceng gondok yang menutupi permukaan danau.
Menurut peneliti sosial Rawapening dari Universitas Diponegoro Semarang, Tri Retnaningsih Soeprobowati, Desa Bejalen termasuk 13 desa yang lokasinya berhadapan langsung dengan tepian danau. Setelah danau mendangkal, warga yang tinggal di tepi danau dilanda dilema. Mereka tidak bisa maksimal memanfaatkan Rawapening sebagai kantong perikanan air tawar karena lebih dari 70 persen permukaan danau tertutup gulma eceng gondok.
Danau kian dangkal sehingga nelayan lokal kesulitan memelihara ikan. Kondisi ini juga tidak lepas dari kian meluasnya gulma eceng gondok yang menutupi permukaan danau
Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juwana, Rubhan Ruzziyatno mengemukakan, sejak 2017 pihaknya telah melaksanakan upaya pengerukan lumpur sedimentasi dan pengurangan luasan tanaman gulma eceng gondok dari kawasan jembatan Biru, Dermaga Sumurup, Desa Asinan, Kecamatan Bawen.
Ini bagian dari program percepatan revitalisasi Danau Rawapening. Kendati sudah ada pengurangan eceng gondok hingga 50 persen, tetapi itu masih belum seberapa dibanding kerusakan ekosistem Rawapening saat ini. Untuk itu, kini tengah disiapkan proyek bersama lintas kementerian guna menangani revitalisasi Rawapening secara lebih komprehensif.