MEDAN, KOMPAS – Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Medan menolak gugatan Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia yang meminta izin lingkungan PLTA Batang Toru di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, dicabut. Menurut majelis hakim, izin yang dikeluarkan Gubernur Sumatera Utara itu sesuai prosedur, substansi, material, dan kewenangan.
”Gugatan penggugat yang memohon agar penerbitan izin lingkungan PLTA Batang Toru dinyatakan batal atau tidak sah adalah tidak berdasar hukum dan harus dinyatakan ditolak seluruhnya,” kata Ketua Majelis Hakim Jimmy C Pardede di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, Senin (4/3/3019).
Sidang dihadiri anggota majelis hakim Selvie Ruthyaroodh dan Effriandy, kuasa hukum Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), serta kuasa hukum Pemerintah Provinsi Sumut.
Jimmy menyatakan, Walhi mengajukan tiga pokok gugatan terkait penerbitan izin lingkungan PLTA Batang Toru berkapasitas 510 megawatt. Pertama, proses penerbitan obyek sengketa dinilai tidak memenuhi prinsip pelibatan masyarakat. Kedua, pembangunan PLTA Batang Toru dinilai mengancam keselamatan masyarakat karena berada di daerah rawan gempa di sesar Sumatera yang aktif.
Ketiga, PLTA dinilai berdampak pada hidrologi Sungai Batang Toru dan ekologi darat ekosistem Batang Toru. Pembangunan diperkirakan mengancam keberadaan orangutan tapanuli yang populasinya kini terancam punah.
Jimmy mengatakan, berdasarkan bukti, keterangan saksi, dan keterangan ahli di persidangan, sosialisasi dan konsultasi mengenai dampak pembangunan dan operasi PLTA Batang Toru telah dilakukan oleh pemrakarsa, yaitu PT North Sumatera Hydro Energy, Pemprov Sumut, dan Pemerintah Daerah Tapanuli Selatan, di Aula Kecamatan Marancar pada 2016. Sosialisasi dihadiri masyarakat Kecamatan Marancar.
Selvie Ruthyaroodh mengatakan, Walhi menghadirkan lima saksi dari Kecamatan Batang Toru yang menerangkan bahwa mereka tidak pernah membaca pengumuman atau mendapat undangan mengenai sosialisasi PLTA Batang Toru.
Pengumuman melalui surat kabar juga tidak mereka ketahui karena koran tidak masuk ke kecamatan mereka. ”Namun, saksi-saksi yang dihadirkan penggugat tidak relevan karena saksi adalah warga Kecamatan Batang Toru, sementara obyek sengketa di Kecamatan Marancar sehingga keterangannya kami kesampingkan,” ucapnya.
Saksi adalah warga Kecamatan Batang Toru, sementara obyek sengketa di Kecamatan Marancar sehingga keterangannya kami kesampingkan.
Mengenai ancaman gempa, Selvie mengatakan, berdasarkan keterangan ahli, lokasi pembangunan PLTA Batang Toru berada di zona merah di dekat sesar Sumatera yang aktif bergerak beberapa milimeter per tahun. Di Tapanuli Selatan pun telah terjadi gempa berkekuatan M 6-7 tahun 1921-1987.
”Namun, semua sumber gempa sudah diperhitungkan dan saat ini dalam proses analisis. Tenaga ahli desain bendungan yang dihadirkan tergugat telah menerangkan, konstruksi bangunan didesain tahan terhadap guncangan M 6, 7,” lanjut Selvie.
Orangutan tapanuli
Majelis hakim juga mempertimbangkan kekhawatiran Walhi terhadap dampak hidrologi dari pembendungan Sungai Batang Toru. Walhi berpendapat, pembendungan air akan menyebabkan badan sungai mengecil dan menjadi parit.
Selain itu, sebagian badan sungai juga akan kering saat dibendung pada siang dan akan banjir saat air dilepas pada malam. Sawah pun akan banjir, banyak jenis ikan dan plankton yang akan mati, serta petani dan nelayan tidak bisa bekerja.
”Namun, kekhawatiran mengenai dampak tersebut telah dijelaskan dalam dokumen andal (analisis dampak lingkungan hidup) dan telah dirumuskan langkah untuk mengendalikan, mencegah, menekan dampak negatif, mematuhi peraturan dan kewajiban, serta pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang efektif dan efisien,” kata Selvie.
Majelis juga berpendapat, pembangunan PLTA Batang Toru tidak akan berdampak pada kepunahan orangutan tapanuli, harimau sumatera, beruang madu, tapir, tumbuhan parasit, atau spesies lain yang ada di ekosistem itu.
”Telah dibuat jembatan dan pelintasan sebagai koridor untuk orangutan tapanuli. Telah ditanam juga pohon buah sebagai makanan orangutan tapanuli,” ucap Selvie.
Di luar persidangan, kuasa hukum Walhi, Golfrid Siregar, mengatakan, Walhi akan mengajukan banding atas putusan itu. Kuasa hukum Pemprov Sumut, Tulus Naibaho, mempersilakan masyarakat menilai sendiri putusan sidang yang terbuka dan dapat diketahui siapa saja.
Walhi akan mengajukan banding atas putusan itu.
Sementara itu, Vice President Communications and Social Affairs PT NSHE Firman Taufick mengatakan, proses pembangunan PLTA Batang Toru sejak awal persidangan terus berjalan. Saat ini dalam tahap pembangunan akses jalan dan pertengahan tahun akan dilanjutkan dengan konstruksi bangunan utama. PLTA itu direncanakan dapat memasok listrik untuk Sumut pada 2022.