Astra dan Go-Jek Bersinergi
JAKARTA, KOMPAS — PT Astra International Tbk dan Go-Jek membentuk perusahaan patungan. Nantinya perusahaan patungan ini menyediakan kendaraan roda empat yang akan dilibatkan dalam sistem aplikasi transportasi Go-Car.
Selain itu, Grup Astra juga menambah investasi di Go-Jek berupa pendanaan seri F senilai 100 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,4 triliun.
Sebelumnya, pada 13 Februari 2018, Astra telah menempatkan investasi sekitar Rp 2 triliun kepada Go-Jek. Saat itu, dana investasi dari Astra digunakan Go-Jek untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas teknologi sehingga menambah nilai tambah layanan bagi mitra dan pelanggan.
Presiden Direktur Astra International Prijono Sugiarto, Senin (4/3/2019), di Jakarta, menjelaskan, dengan keikutsertaan Astra dalam putaran pertama pendanaan seri F, total investasi Astra kepada Go-Jek mencapai 250 juta dollar AS.
”Hal ini mesti dilihat sebagai wujud kepercayaan kami sekaligus upaya mengeksplorasi kerja sama demi menciptakan sinergi dengan bisnis otomotif Astra. Dampak nyata yang kami harapkan adalah membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat,” kata Prijono.
Penyediaan kendaraan akan dikelola dengan sistem operasional kendaraan yang didukung Astra Fleet Management System dan teknologi Go-Car.
Grup Astra membukukan laba bersih Rp 21,673 triliun pada 2018, yang Rp 8,518 triliun di antaranya disumbang lini bisnis otomotif. Astra membukukan penjualan 582.000 mobil tahun lalu dengan penguasaan pasar 51 persen.
Pendiri dan CEO Go-Jek Nadiem Makarim mengatakan, perusahaan patungan itu menyediakan angkutan sewa khusus dari pintu ke pintu menggunakan fitur Go-Car. Target yang dibidik adalah masyarakat perkotaan yang memiliki kebutuhan mobilitas tinggi.
”Melalui perusahaan patungan ini, calon mitra pengemudi Go-Car berkesempatan mendapatkan akses terhadap aset kendaraan berkualitas prima,” ujar Nadiem.
Dana segar dari Astra kali ini, lanjutnya, akan digunakan untuk memperdalam penetrasi pasar serta memperkuat posisi Go-Jek sebagai platform layanan bergerak dan pembayaran digital. Dana itu juga akan dimanfaatkan untuk membantu ekspansi di pasar regional.
”Kami sudah beroperasi di Singapura, Vietnam, dan Thailand,” kata Nadiem.
Mengutip Crunchbase.com, Go-Jek telah mengumpulkan total pendanaan sekitar 3 miliar dollar AS selama delapan putaran. Pada akhir Oktober 2018, putaran pendanaan pada tahap seri F dan diperoleh dari Tencent Holdings, Google, dan JD.com. Jumlah dana yang terkumpul dari ketiga korporasi ini sebesar 920 juta dollar AS.
Pada akhir 2018, Go-Jek membukukan total transaksi kotor (GTV) lebih dari 9 miliar dollar AS dengan jumlah transaksi mencapai 2 miliar. Dua fitur andalan Go-Jek adalah Go-Pay dan Go-Food. GTV Go-Pay sebesar 6,3 miliar dollar AS, sedangkan GTV Go-Food tercatat 2 miliar dollar AS.
Mengutip laporan Google-Temasek ”E-Economy SEA 2018”, penyedia layanan ride hailing di Asia Tenggara telah menarik investasi lebih dari 10 miliar dollar AS dalam tiga tahun terakhir. Ada sekitar 35 juta pengguna aktif aplikasi ride hailing pada 2018. Rata-rata ada 8 juta perjalanan per hari atau empat kali lebih banyak daripada tahun 2015.
Dalam konsep ride hailing, pengemudi menjadikan kendaraannya sebagai mata pencarian. Pemilik kendaraan mencari penumpang untuk memperoleh pendapatan.
Kekuatan
Ketua Umum Asosiasi Modal Ventura dan Start Up Indonesia Jefri R Sirait, yang dihubungi terpisah, berpendapat, sektor industri digital bidang ride hailing cocok dengan kondisi Indonesia. Saat ini, layanan tersebut mulai berkembang, bukan hanya di kota besar, melainkan juga hingga ke kota-kota kedua.
Menurut dia, salah satu kekuatan bisnis Astra terletak pada manufaktur yang menyeluruh. Kekuatan bisnis ini dinilai mampu mengakselerasi bisnis digital yang terus dikembangkan Go-Jek. Di luar itu, secara organisasi, Astra memang tengah bertransformasi ke arah digital.
Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia Ignatius Untung, dalam temu media awal pekan lalu, mengungkapkan, industri e-dagang Indonesia kini tengah memasuki perkembangan gelombang ketiga. Fase ini, salah satunya, ditandai dengan tren hiper-ekspansi.
”Inovasi fitur layanan yang dikerjakan pemain, seperti perusahaan rintisan digital bervaluasi 1 miliar dollar AS atau unicorn, sudah menjauhi produk awal saat mereka berdiri. Oleh karena itu, isu industri e-dagang sekarang adalah keberlanjutan bisnis jangka panjang,” kata Ignatius.