Digitalisasi di Pelabuhan Belum Terintegrasi
JAKARTA, KOMPAS
Digitalisasi sudah dikembangkan di pelabuhan. Namun, sistemnya belum terintegrasi, sehingga belum berhasil menciptakan efisiensi. Padahal, efisiensi diperlukan, antara lain untuk menurunkan biaya logistik, terutama terkait ekspor-impor.
"Persoalan biaya logistik itu bukan mahal atau murah, tetapi seberapa jauh logistik bisa efisien. Digitalisasi dibuat untuk lebih mudah dan lebih efisien. Akan tetapi, kalau tidak terintegrasi antarlembaga, kementerian, pelayaran, bongkar muat, pemilik barang, dan sebagainya, maka efisiensi tidak terjadi," kata Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia Yukki Nugrahawan Hanafi, dalam Diskusi Media Peluang dan Tantangan Digitalisasi Logistik di Jakarta, Selasa (5/3/2019).
Menurut Yukki, Indonesia sebenarnya sudah mempunyai platform Indonesia National Single Window (INSW) yang bisa dimanfaatkan sebagai integrator dari semua sistem digitalisasi yang tersedia. Namun, sampai saat ini INSW belum menjadi payung bagi semua sistem yang ada.
"Ada ego sektoral yang juga menjadi kendala di sini. Bahkan, Inaportnet yang dibangun Kementerian Perhubungan belum berada di bawah INSW. Seharusnya Kementerian Koordinator Perekonomian berani menetapkan INSW sebagai payung semua sistem di pelabuhan," kata Yukki.
Ketua Umum DPP Indonesia National Shipowners\' Association (INSA) Carmelita Hartoto menyampaikan, teknologi dan otomasi sudah terjadi di dunia pelayaran. Akan tetapi, teknologi itu tidak cukup di tingkat internal, melainkan harus bisa berkoordinasi antarpihak.
"Dengan koordinasi yang baik, maka kendala yang dihadapi dalam bisnis bisa dipecahkan dengan baik," kata Carmelita.
Dia mengatakan, kendala dalam bisnis sudah cukup besar. Suku bunga pinjaman yang tinggi dan berbagai pungutan di laut dari berbagai instansi masih terus terjadi. Apabila koordinasi tidak berjalan lancar, maka kondisinya akan lebih sulit.
Kepala Sub Direktorat Sistem Informasi dan Sarana Prasarana Angkutan Laut Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Sukirno Dwi Susilo mengatakan, peningkatan teknologi informasi menjadi salah satu arah kebijakan Ditjen Perhubungan Laut tahun 2020. Oleh karena itu, perlu upaya memodernkan pelabuhan berbasis teknologi informasi dalam mendukung logistik nasional atau yang sering disebut sebagai Digitalisasi Logistik.
"Untuk mencapai indeks kinerja yang baik, Pemerintah terus bekerja keras untuk mewujudkan sistem logistik yang efektif, transparan dan efisien melalui berbagai upaya, mulai dari penataan birokrasi, peningkatan kapasitas sumber daya manusia di pelabuhan serta pemanfaatan Teknologi Informasi yang terintegrasi," ujar Sukirno.
Salah satu bentuk nyata dari digitalisasi pelabuhan ialah melalui penerapan sistem Inaportnet versi 2.0 dan Delivery Order Online di pelabuhan.
Saat ini Kementerian Perhubungan telah mengembangkan sistem inaportnet di 16 pelabuhan dan ke depan sistem inaportnet juga akan diterapkan secara bertahap di pelabuhan-pelabuhan lain.
"Misalnya, pada 2019, kami tengah mempersiapkan penerapan inaportnet pada 16 pelabuhan lain, yang terdiri dari dua pelabuhan kelas I, sebelas pelabuhan kelas II, dua pelabuhan kelas III dan satu pelabuhan kelas IV," jelas Sukirno.
Pemerintah berharap, penerapan sistem inaportnet dapat menurunkan biaya logistik di pelabuhan, meningkatkan kelancaran arus barang di pelabuhan, meningkatkan transparansi pelayanan, dan mempercepat waktu pelayanan sehingga pelayanan menjadi lebih murah dan mudah.
Dia menjelaskan, pemerintah juga tengah menyinergikan pertukaran informasi dengan Kementerian atau Lembaga terkait dengan mengintegrasikan semua sistem berbasis IT yang dimiliki oleh masing-masing sektor ke dalam satu aplikasi yang terintegrasi dengan semua sistem tersebut," tambahnya.