I Komang Sukarsana, Berdaya dengan Kopi Kintamani
I Komang Sukarsana, pemuda asal Desa Songan, Kabupaten Bangli, Bali membuktikan menjadi petani itu asyik dan membanggakan. Sejak tahun 2010, dia setia dengan kebun kopi arabika Kintamani. Kini, produk kopinya berhasil menembus pasar dan pameran internasional.
Ayo, menjadi petani! Sukarsana sering meneriakkan kalimat itu kepada kepada para pemuda Bali yang resah menanti lowongan pekerjaan. Ia tak pernah menyerah mengajak mereka untuk membuka peluang kerja dan berdaya. Untuk memproduksi kopi bali arabica, dia memperkerjakan lebih dari 200 orang pemuda dan sekitar 30 orang ibu-ibu rumah tangga dalam proses pengolahan kopi Bali Arabica miliknya.
Bapak dua anak ini memulai dari memproduksi 500 kilogram biji kopi (green bean) arabika Kintamani di tahun 2013. Hingga bulan Januari 2019, ia menghasilkan rata-rata 15 ton kopi per tahun yang memasok pasar nasional dan internasional. Ia pun tak berhenti bereksperimen dan berinovasi dengan spesialiti kopi Kintamani.
“Saya ingin Kintamani tak berhenti dengan rasa asamnya yang pekat. Tetapi dengan inovasi dan penelitian, biji kopi kintamani itu memiliki kenikmatan rasa lainnya. Harus terus berdaya dan berkembang,” kata Sukarsana, di outlet Bali Arabika, di Ubud, Kabupaten Gianyar, awal Januari 2019, lalu.
Dia membuktikan diri bisa berdaya dan mandiri dengan meluncurkan kopi mereknya Bali Arabica di tahun 2013. Ia berupaya mengibarkan bendera kopi arabika asli Kintamani yang rasa keasamannnya tak dimiliki biji kopi lainnya di dunia. Harga kopi yang tadinya seharga Rp 40.000 per kilogram biji kopi (green bean) kinimencapai kisaran Rp 120.000 per kilogram. Sukarsana konsisten dengan kopi Kintamai yang sudah mendapatkan indikasi geografis tahun 2007.
Saya ingin Kintamani tak berhenti dengan rasa asamnya yang pekat. Tetapi dengan inovasi dan penelitian, biji kopi kintamani itu memiliki kenikmatan rasa lainnya. Harus terus berdaya dan berkembang.
Cita-cita besarnya yang lain adalah menjadikan para pemuda desanya itu bersatu untuk membangun bersama. “Kita terkadang lupa potensi desa. Malahan mengandalkan lapangan pekerjaan di perkotaan,” katanya dengan pelan.
Tak berhenti di kopi, Sukarsana pun melebarkan sayap membentuk Kelompok Tani Sari Pertiwi, di Desa Songan. Kelompok ini bergerak di tanaman hortikultura, khususnya bawang merah dan menjadi binaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Bali. Ia bersama belasan anggota kelompok mendirikan Rumah Bawang Songan. Rumah untuk tempat edukasi bawang di Kintamani itu memiliki produk bersertifikat Prima Tiga dan memproduksi berbagai olahan bawang merah.
Tanpa pikir panjang
Setelah lulus sarjana pendidikan di tahun 2007, ia sempat menjadi guru honorer di salah satu sekolah menengah pertama di Kintamani. Tiga tahun tak ada kepastian diangkat menjadi pegawai negeri sipil, ia berhenti mengajar. Dia pun memilih bertani seperti ayahnya.
Sukarsana sempat berbisnis sayur mayur keliling dari hasil kebun ayahnya dan membuka warung Mujair Kintamani di Ubud.
Suatu ketika di tahun 2010, ada tamu asing yang datang dan makan di warungnya. Orang itu bertanya padanya mencari tenaga yang tahu tentang kopi enak dan asli Bali.
“Tanpa pikir panjang, saya menyanggupinya. Saat itu, kopi kintamani jawabannya," kenangnya. Hanya kopi itu yang terlintas di pikirannya . Itu yang terlintas dipikirannya. Tamunya setuju. Dia meminta gajinya ditukar dengan kursus bahasa inggris. "Ternyata itu menjadi awal kehidupan saya sekarang ini,” tuturnya dengan semangat.
Dia pun memutuskan menutup warungnya dan memilih total menekuni dunia kopi. Sejak pertemuan dengan tamu asingnya yang berasal dari perusahaan Five Sense Company, ia mengawali kehidupan baru dengan menerima tawaran sebagai petugas kontrol kualitas kopi di Subak Ulian Murni, Desa Ulian dan Subak Kertawaringi, Mabi, Desa Belantih.
Tanpa pikir panjang, saya menyanggupinya. Saat itu, kopi Kintamani jawabannya.
Dia pun banyak belajar saat bekerja di perusahaan kopi asing. Sebagai mitra, ia mewakili perusahaan tersebut mengajarkan bagaimana membuat bibit, membudidayakan kopi, mengolah kopi sesuai standar ekspor hingga mendampingi para petani terkait program yang dikembangkan perusahaan.
Bangganya, kopi-kopi hasil dampingannya bersama mitra perusahaan tersebut mendapatkan pengakuan kopi terbaik urutan ketiga dalam kontes kopi spesialiti Indonesia di Kuta, tahun 2011.
Semenjak itu, kopi adalah kehidupannya. Setiap hari, kecintaannya kepada kopi bali semakin mengental. “Saya selalu tak berhenti mengajak teman, kerabat, pemuda di mana pun untuk menjadi kebanggaan desa melalui bertani atau berkebun. Kopi bisa menjadi salah satu pilihan atau tanaman apa pun, saya siap membantu, mendampingi,” ujarnya tegas.
Pada tahun 2012, Sukarsana bertemu dengan pejabat Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali di Festival Coffee Indonesia, Ubud, Kabupaten Gianyar. Ia menerima tawaran pasar satu pintu untuk kopi kintamani dari bank tersebut.
Program berjalan dan terbentuk koperasi MPIG (Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis) kopi kintamani. “Saya menjadi manajer pemasarannya," katanya. Dia pun berkesempatan ikut belajar di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, di Jember (Jawa Timur) hingga memasarkan kopi Kintamani keliling Indonesia,” ceritanya.
Pengalaman itu membuatnya yakin kopi Kintamani harus banyak dikenal orang seluruh dunia. Bersamaan dengan terpilih sebagai salah satu pemenang wirausaha muda pemula berbasis teknologi (teknopreneur). Dia mendapatkan bantuan permodalan Rp 10 juta dan bertekad mandiri dan tak lagi bekerja di perusahaan asing itu. Lahirlah merek miliknya bernama Bali Arabica.
Awalnya, ia membangun bisnis dengan cara menjadi reseller produk petani. Kemudian hasilnya dikumpulkan untuk membeli mesin sangrai (roasting), membangun kerjasama dengan salah satu petani untuk mendirikan industri rumahan di desa Belantih. Lalu, guna menarik pembeli, ia berani menggaransi 100 persen produk purna jual.
Lambat laun, Bali Arabica mulai dikenal dan berkembang. Coffee shop, roaster, restoran, hotel dan pencita kopi menjadi pelanggan utama kopinya.
Beragam prestasi terus diraihnya dalam ragam kompetisi. Sukarsana semakin yakin dengan kemampuannya dan menguatkannya untuk terus berkonsolidasi ke petani serta kelompok tani. Dia punmemberdayakan ibu-ibu rumah tangga. Usahanya makin lebar dari Kintamani hingga ke Buleleng.
Tak hanya itu, Sukarsana membuka wisata trip ke kebun kopi. Wisata ini mengajak wisatawan asing maupun domestik mengenal kebun kopi, mengenal bagaimana proses biji kopi menjadi secangkir kopi nikmat. Tentunya, ia tetap bekerjasama dengan warga pemilik kebun kopi. Termasuk mengembangkan madu kopi bersama petani kopi robusta di Buleleng.
Konsep bisnis yang dikembangkan tetap teguh dijalur sosial dan tetap terjun di kebun yang hampir 250 hektar dari lima kelompok tani. Baginya, keuntungan harus tetap berpihak pada petani kopi, dan seluruh pekerja dalam proses kopi.
“Petani zaman now, harus maju dan melek teknolog," ujarnya. Dia pun mengedukasi dan mendampingi para petani rekanan secara terus menerus dalam mengolah kopi, merubah pola pikir para petani tentang pentingnya kualitas. Setiap musim panen, kami bersama-sama mengundang para pembeli, roasters, pemilik coffe shop untuk berkunjung langsung ke kebun kopi (coffee rip).
I Komang Sukarsana
Lahir : Songan, 18 Juni 1984
Pekerjaan : Petani
Istri : Made Srianing (34)
Anak :
-Putu Nitya Pradya Swari (7)
-Kadek Cantika Pradnya Swari (4)
Sekolah :
-SD Negeri 6 Songan (1994-1997)
-SMP Negeri 4 Kintamani (1997-2000)
-SMU Negeri 1 Bangli (2000-2003)
-Universitas Undiksha Singaraja (2003-2007)
Pengalaman dan penghargaan, antara lain :
1. Pemuda Agro Inovator Teladan oleh Mentri Pertanian (2017)
2. Perwakilan kopi bali di Indonesia Coffee Day di London, Inggris (2018).