JAKARTA, KOMPAS –Kementerian Pemuda dan Olahraga membagi cabang olahraga menjadi empat klaster berdasarkan pencapaian dan target prestasi pada ajang multicabang olahraga, seperti SEA Games, Asian Games, dan Olimpiade. Pengelompokan ini dilakukan untuk mengatur alokasi anggaran serta mendorong cabang fokus meningkatkan prestasi.
Pelaksana Tugas Deputi IV Chandra Bakti menjelaskan, pengelompokan cabang olahraga dilakukan karena jumlah anggaran pemerintah terbatas. ”Padahal, permintaan anggaran dari cabang meningkat. Dengan pengelompokan ini, kami harap alokasi anggaran lebih realistis dan cabang olahraga menerima keputusan ini,” ujarnya di Jakarta, Senin (4/3/2019).
Klaster pertama adalah cabang yang telah meraih prestasi di Olimpiade, seperti bulu tangkis dan angkat besi. Kelompok kedua, adalah cabang olahraga peraih medali emas Asian Games. Peraih perak Asian Games dan emas SEA Games masuk dalam klaster ketiga. Adapun cabang olahraga selebihnya masuk dalam kelompok keempat.
Berdasarkan pengelompokkan ini, bulu tangkis dan angkat besi akan mendapat anggaran yang lebih besar, karena atlet bulu tangkis dan angkat besi akan mengikuti banyak kejuaraan sebagai kualifikasi Olimpiade. Mereka didorong untuk tampil di Tokyo 2020. Honor pelatih dan atlet juga relatif lebih besar karena mempunyai tanggung jawab lebih besar.
Chandra mengatakan, pihaknya sudah membentuk tim verifikasi untuk menilai pengajuan anggaran setiap cabang, dan mengelompokkan cabang sesuai tingkatan prestasi.
”Kami tidak ingin mengulang yang tejadi di tahun sebelumnya, pengurus cabang meminta banyak anggaran, tetapi pencapaian prestasinya tidak jelas. Kami mendorong cabang meningkatkan prestasi ke Olimpiade, dan SEA Games menjadi sasaran antara,” katanya.
Pada Senin, empat pengurus cabang dipanggil ke Kemenpora untuk menandatangani kesepakatan anggaran pelatnas, yakni pencak silat, tinju, judo, dan golf. Hingga akhir pekan ini diharapkan ada 20 pengurus cabang olahraga menandatangani perjanjian kerja sama.
Kemenpora menetapkan pencak silat, yang termasuk dalam klaster dua, menerima anggaran sebesar Rp 9 miliar. Jumlah ini lebih kecil dari anggaran yang diajukan Rp 12,5 miliar.
Adapun cabang tinju yang termasuk dalam klaster tiga menerima Rp 7 miliar. Jumlah ini lebih sedikit dari yang diajukan PB Pertina, Rp 15 miliar. Anggaran tinju terdiri dari antara lain honorarium atlet dan pelatih Rp 2,3 miliar akomodasi dan transportasi Rp 2,6 miliar, suplemen Rp 200 juta, uji coba kejuaraan Rp 1,2 miliar, dan peralatan Rp 400 juta.
Pelaksana Tugas Sekjen PB Pertina Saidal Mursalin kurang puas dengan penetapan anggaran Kemenpora. ”Kami mengajukan Rp 15 miliar, antara lain untuk empat kali uji coba ke luar negeri. Dengan keputusan ini, kami harus mengurangi jumlah uji coba menjadi dua atau tiga kali,” tuturnya.
Saidal menuturkan, pelatnas tinju terdiri atas dua tim, masing-masing 13 atlet. Tim utama akan berlatih di Kupang, NTT. Adapun tim B merupakan atlet pelapis berlatih Jawa Barat. Hal ini dilakukan untuk memastikan persaingan tetap berjalan.
Kooperatif
Manajer pelatnas silat PB IPSI, Sunarno mengutarakan, berkat 14 emas di Asian Games 2018, PB IPSI masuk dalam klaster dua. Mereka mendapat anggaran pelatnas 2019 sebesar Rp 9 miliar. Jumlah itu tak jauh berbeda dengan usulan awal mereka, yakni Rp 12,5 miliar.
Tahun lalu, PB IPSI mendapat anggaran Rp 13 miliar. Pengurangan ini cukup sesuai sebab IPSI hanya mengusulkan 17 atlet, 5 pelatih, 5 pendukung, dan 1 manajer, sedangkan tahun lalu 22 atlet dan 7 pelatih.
”Kami cukup puas masuk klaster dua. Besaran anggarannya juga tidak jauh berbeda dengan usulan awal kami maupun dengan besaran anggaran tahun lalu. Kami juga paham bahwa anggaran Kemenpora sangat terbatas tahun ini. Padahal, jumlah cabang yang harus didanai lebih besar, yakni 56 cabang,” ujarnya.
Sunarno mengatakan, dengan anggaran itu, PB IPSI memasang target meraih tiga emas dari sembilan kelas pada SEA Games 2019. Untuk mencapai target itu, mereka memulai pelatnas sejak 1 Maret di Jakarta lalu pindah ke Solo, Jawa Tengah.
Mereka akan mengikuti setidaknya dua kali pertandingan internasional, yakni Belgia Terbuka pada April dan Thailand Terbuka pada Juli. ”Kami juga akan melakukan pemusatan latihan di Filipina selama satu bulan sebelum SEA Games, agar tim bisa adaptasi lingkungan lebih optimal sebelum memulai pertandingan,” kata Sunarno.
Menanggapi adanya reward and punishment (penghargaan dan hukuman) kepada cabang, yakni pengurangan anggaran kalau gagal memenuhi target dan penambahan anggaran kalau bisa memenuhi target, Surnano menilai kebijakan itu sangat baik. Hal itu bisa memotivasi cabang agar benar-benar meraih prestasi yang telah dijanjikan. Pemerintah juga bisa mengontrol cabang mewujudkan komitmen mereka.
”Bagi kami, yang penting itu justru fleksibilitas penggunaan anggaran. Tahun lalu, penggunaan anggaran begitu kaku, anggaran hanya bisa digunakan sesuai yang tertera dalam proposal. Padahal, dalam perkembangannya, jadwal pelatnas bisa berubah-ubah, terutama terkait dengan rencana uji tandin. Akibatnya, kami harus mengembalikan uang pelatnas 2018 sebesar Rp 1,5 miliar. Padahal, kalau fleksibel, anggaran itu bisa kami optimalkan untuk hal lain, seperti pembelian peralatan,” tuturnya.