JAKARTA, KOMPAS — Pengejaran terhadap kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur diharapkan segera dituntaskan Satuan Tugas Operasi Tinombala Kepolisian Negara RI. Kondisi anggota MIT yang tinggal tersisa belasan orang serta amunisi senjata yang semakin terbatas menjadi modal aparat untuk menindak tegas kelompok teroris itu.
Pada Minggu lalu, tim kepolisian melakukan baku tembak dengan lima anggota MIT tersisa di wilayah Poso Pesisir Selatan, Sulawesi Tengah, yang menyebabkan satu anggota MIT tewas dan satu lainnya tertangkap.
Asisten Kepala Polri Bidang Operasi Inspektur Jenderal Rudy Sufahriadi mengungkapkan, satu anggota MIT yang tewas tertembak adalah Basir alias Romzi. Menurut Rudy, Basir merupakan salah satu kaki tangan pemimpin MIT saat ini, yaitu Ali Kalora alias Ali Ahmad.
Basir dan Ali merupakan bagian dari tujuh anggota MIT tersisa yang masuk dalam daftar pencarian orang Satgas Operasi Tinombala Polri sejak 2017. Sebagian dari mereka, termasuk Basir, berasal dari Bima, Nusa Tenggara Barat, sedangkan lainnya berasal dari Poso dan Ambon, Maluku.
”Dari sekian lama pencarian, kami akhirnya menangkap mereka. Di lokasi tewasnya Basir, kami menemukan barang bukti satu senjata M16,” kata Rudy, Senin (4/3/2019), di Markas Besar Polri, Jakarta.
Selain menembak mati Basir, Satgas Operasi Tinombala juga menangkap satu anggota MIT bernama Aditya. Pemeriksaan terhadap baku tembak itu melibatkan lima anggota MIT. Rudy menambahkan, tiga anggota MIT lain melarikan diri.
Oleh karena itu, pemeriksaan terhadap Aditya dilakukan untuk memastikan lokasi persembunyian anggota tersisa MIT yang diduga tersisa belasan orang, termasuk Ali. Rudy mengatakan, kelompok MIT terbagi dalam kelompok kecil yang bergerak di dua wilayah Kabupaten Poso, yaitu Poso Pesisir Selatan dan Poso Pesisir Utara.
Menurut dia, dua wilayah itu didominasi hutan luas yang telah dikuasai kelompok MIT. Sementara itu, anggota Satgas Operasi Tinombala secara berkala melakukan pergantian setiap enam bulan sehingga anggota baru harus menyesuaikan kembali dengan medan hutan tersebut. Ia menambahkan, kekuatan persenjataan MIT hanya tersisa dua senjata api jenis M16 serta sejumlah senjata tajam.
”Kami bersungguh-sungguh untuk mengejar kelompok MIT yang tersisa. Pengejaran akan dilakukan di hutan dan di daerah-daerah pinggir tempat teroris mengancam masyarakat,” kata Rudy.
Pengamat terorisme Al Chaidar menilai, aparat harus menyelesaikan secara tuntas kelompok teroris MIT di Poso. Keberadaan jumlah anggota yang semakin sedikit dan amunisi senjata yang terbatas, lanjutnya, seharusnya dimaksimalkan Satgas Operasi Tinombala untuk mengakhiri keberadaan kelompok itu.
”MIT hanya tersisa kelompok kecil. Jadi, jangan berikan mereka ruang untuk bebas melakukan tindakan teror lagi kepada masyarakat,” kata Chaidar.
Pendekatan masyarakat
Selain operasi pengejaran anggota MIT, Rudy memastikan, satgas juga melakukan pendekatan kepada masyarakat. Satgas Operasi Tinombala Polri berupaya untuk memberikan rasa aman kepada masyarakat.
”Masyarakat di sana lebih takut sama mereka (MIT) daripada memberikan informasi kepada kami. Ini yang sedang kami upayakan untuk menghadirkan kepercayaan masyarakat bahwa kami akan melindungi masyarakat,” ujar Rudy.
Di tengah keterbatasan anggota satgas untuk melindungi masyarakat, ia menuturkan, pihaknya telah memberi bekal pengetahuan dan edukasi kepada masyarakat untuk mengantisipasi gerakan kelompok teroris. Hal itu diberikan kepada masyarakat yang sehari-hari berkebun di wilayah yang berbatasan dengan hutan.