Semakin Banyak Instansi yang Bisa Diisi Perwira TNI Aktif
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Markas Besar Tentara Nasional Indonesia menyebut ada penambahan setidaknya tiga kementerian/lembaga yang bisa diisi oleh perwira TNI aktif melalui revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Penambahan tersebut ditegaskan tidak untuk mengembalikan dwifungsi ABRI yang hidup pada era Orde Baru, tetapi untuk memperkokoh kedaulatan negara.
Tiga kementerian/lembaga dimaksud adalah Kementerian Koordinator Kemaritiman, Kantor Staf Presiden, dan Badan Keamanan Laut (Bakamla). Untuk menambahkan ketiga institusi tersebut dalam UU No 34/2004, pasal yang akan direvisi dalam UU adalah Pasal 47.
Dalam Pasal 47 disebutkan ada sepuluh kementerian/lembaga yang jabatan strukturalnya dapat diisi oleh perwira TNI aktif. Kementerian/lembaga itu adalah Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam), Kementerian Pertahanan, Sekretariat Militer Presiden (Sekmilpres), Badan Intelijen Negara, Badan Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas), Basarnas, Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Mahkamah Agung.
Rencana penambahan melalui revisi UU TNI itu disebutkan oleh Inspektur Jenderal TNI Letnan Jenderal Muhammad Herindra saat membacakan sambutan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dalam pertemuan dengan komunitas perwira hukum TNI di Markas Besar TNI, Jakarta, Selasa (5/3/2019).
Dia menegaskan, penambahan tersebut bukan untuk mengembalikan dwifungsi ABRI yang hidup pada era Orde Baru.
”Ini (mengembalikan dwifungsi) cara pandang yang keliru. TNI menempatkan personelnya di berbagai kementerian dan lembaga karena kebutuhan dalam rangka pelaksanaan tugas menjaga kedaulatan negara,” katanya.
Selain itu, penambahan melalui revisi UU TNI harus dilakukan karena dalam praktiknya sudah ada beberapa lembaga yang jabatan strukturalnya diisi oleh perwira TNI aktif. Salah satunya adalah Bakamla.
”Untuk itu, kami revisi UU No 34/2004. Jadi, kalau ada informasi dwifungsi mau bangkit lagi, saya katakan itu omong kosong,” katanya.
Herindra berharap para perwira TNI dengan kualifikasi bidang hukum dapat berperan aktif guna memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa dwifungsi merupakan sejarah masa lalu TNI.
Saat ini dan masa depan, katanya, TNI akan profesional menjalankan tugasnya sesuai yang diamanatkan oleh konstitusi negara.
Menolak
Sejak wacana revisi UU No 34/2004 tentang TNI itu bergulir, penolakan telah dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) serta koalisi masyarakat sipil yang beranggotakan 39 lembaga pemerintahan/swasta dan 39 tokoh masyarakat. Mereka menolak rencana penempatan perwira TNI aktif di kementerian/lembaga dan peningkatan status komando teritorial.
Isu penempatan perwira TNI aktif di kementerian/lembaga itu mencuat setelah TNI dihadapkan pada persoalan ratusan perwira tinggi dan perwira menengah TNI tanpa jabatan struktural.
Menurut peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris, penempatan perwira TNI di sejumlah kementerian/lembaga bisa saja dilakukan selama perwira itu sudah mengundurkan diri atau pensiun dini dari dinas aktif keprajuritan.
”Kompetensi perwira TNI tidak akan hilang apabila dia pensiun sebelum masuk ke instansi sipil. Jadi, saya kira tidak ada masalah apabila TNI sebelum masuk ke ranah sipil pensiun,” ujar Syamsuddin. Ia pun mendorong Presiden Joko Widodo untuk menolak wacana pengembalian TNI ke ranah sipil.
Menurut Syamsuddin, masalah ratusan perwira tinggi dan perwira menengah TNI tanpa jabatan struktural seharusnya dilihat sebagai kegagalan perencanaan, reorganisasi, dan manajerial TNI pasca-Orde Baru.
Untuk menyelesaikannya dibutuhkan solusi bijak lain dari Mabes TNI agar tidak mengorbankan pencapaian reformasi di sektor keamanan.
Direktur Imparsial Al Araf menambahkan, perbaikan tata kelola internal organisasi TNI dapat dilakukan dengan beragam cara, antara lain membatasi peserta Sekolah Staf dan Komando TNI, melakukan pensiun dini, menjalankan program zero growth, mengurangi struktur organisasi yang tidak efektif lagi, dan mengkaji ulang sistem perekrutan agar selaras dengan jumlah personel serta jabatan yang dibutuhkan. (DIONISIO DAMARA)