Tak Lagi Relevan, Harga Pembelian Pemerintah Mendesak Direvisi
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Harga pembelian pemerintah atau HPP gabah kering panen di tingkat petani sudah tak relevan dengan fluktuasi harga saat ini. Oleh sebab itu, aturan yang menyangkut HPP tersebut mesti direvisi.
Dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah, HPP yang ditetapkan untuk gabah kering panen atau GKP sebesar Rp 3.700 per kilogram (kg) di tingkat petani. Meskipun demikian, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, harga GKP di tingkat petani telah mencapai Rp 5.114 per kg pada Februari 2019.
Angka itu telah menurun 4,46 persen dibanding Januari 2019 dan diprediksi cenderung terus menurun pada Maret 2019 hingga menuju titik terendahnya pada April 2019. Sebagai pembanding, pada 2016 – 2018, rata-rata penurunan harga GKP di tingkat petani sebesar 6,4 persen menurut data BPS. Oleh sebab itu, HPP yang diatur dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2015 sudah tak relevan lagi.
“Puncak panen diprediksi jatuh pada April 2019. Pada periode ini, harga GKP di tingkat petani cenderung menyentuh titik terendah dalam setahun. Agar Perum Bulog dapat optimal dalam penyerapan, aturan Inpres Nomor 5 Tahun 2015 harus segera direvisi,” tutur Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas Santosa saat dihubungi, Selasa (5/3/2019).
Secara esensial, Bulog memiliki tanggung jawab untuk menyerap GKP di tingkat petani jika harganya tengah anjlok untuk memberi kepastian harga yang tetap menguntungkan bagi petani. Dwi berpendapat, jika Bulog mesti menyerap dengan harga yang tertera dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2015, fungsi itu tak dapat optimal.
Berdasarkan data yang dihimpunnya, Dwi memprediksi, harga GKP di tingkat petani dapat mencapai angka Rp 4.400 per kg pada Maret dan Rp 4.300 per kg pada April mendatang di sentra-sentra produksi di Pulau Jawa. Oleh sebab itu, dia mengusulkan, angka HPP pada Inpres Nomor 5 Tahun 2015 direvisi menjadi Rp 4.500 per kg.
Menurut Ketua Umum Perkumpulan Insan Tani dan Nelayan Indonesia (Intani) Guntur Subagja, harga GKP di tingkat petani versi BPS telah menggambarkan kondisi saat ini. Angka produksi saat ini tinggi karena curah hujan yang tinggi pada Januari membuat petani mesti mengeluarkan ongkos lebih untuk mengeringkan panennya. Oleh sebab itu, dia juga berharap ada kenaikan HPP di tingkat petani.
Ketetapan harga dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2015 terhadap kondisi harga saat ini telah menjadi sorotan pemerintah. Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Farmasi Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Wahyu Kuncoro berpendapat, perlu ada penyesuaian aturan tersebut agar Bulog dapat menyerap gabah petani secara optimal. Penyesuaian tersebut dibahas di tingkat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Di sisi lain, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman berpendapat, Bulog masih bisa menyerap gabah di tingkat petani sesuai Inpres Nomor 5 Tahun 2015 dengan fleksibilitas 10 – 20 persen. Jika harganya masih belum cocok, penyerapan Bulog mesti melalui skema komersial agar dapat tetap memberikan keuntungan bagi petani.