Partai nasionalis menguasai dapil dengan ketimpangan ekonomi tertinggi dan terendah pada Pemilu 2009 dan 2014. Jawa Barat 3 menjadi dapil dengan ketimpangan tertinggi, sedangkan Maluku Utara jadi yang terendah.
Pada dua daerah pemilihan (dapil) dengan karakteristik ekonomi yang berkebalikan itu, kompetisi mengerucut ke dua partai nasionalis lama, yaitu Partai Golongan Karya (Golkar) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Dapil Maluku Utara dan Jabar 3 adalah dua daerah kompetisi Golkar dan PDI-P dengan profil ekonomi yang kontras. Data Badan Pusat Statistik tahun 2017 menunjukkan, ketimpangan pendapatan di dapil Jabar 3 tercatat paling tinggi dan Maluku Utara menjadi yang terendah.
Dapil Jabar 3 mencakup Kota Bogor dan Kabupaten Cianjur, sedangkan dapil Maluku Utara mencakup 10 kabupaten dan kota di provinsi itu.
Ketimpangan ekonomi tinggi dapil Jabar 3 ditunjukkan dari angka rata-rata rasio Gini dapil ini yang mencapai 0,410. Angka itu melebihi angka ketimpangan rata-rata nasional 0,391. Sebaliknya, angka rasio Gini di dapil Maluku Utara sebesar 0,26, jauh di bawah angka ketimpangan rata-rata nasional.
Golkar harus berjuang keras mempertahankan posisi sebagai partai pemenang di dapil Jabar 3. Posisi Golkar sebagai pemenang di dapil Jabar 3 pada Pemilu 2004 digantikan Partai Demokrat pada Pemilu 2009. Baru lima tahun berikutnya, Golkar kembali menang di dapil ini.
Namun, kemenangan Golkar pada Pemilu 2014 di dapil Jabar 3 dibayangi ketat PDI-P. Raihan suara PDI-P di dapil ini berselisih tipis dengan Golkar, hanya terpaut 0,3 persen di Pemilu 2009 dan terpaut 0,8 persen di 2014. PDI-P konsisten ada di posisi kedua perolehan suara dapil Jabar 3 di Pemilu 2009 dan 2014.
Dapil Jabar 3
Struktur perekonomian yang kontras antara Kota Bogor dan Kabupaten Cianjur dapat menjadi salah satu faktor untuk melihat penyebab di balik tingginya ketimpangan pendapatan di dapil Jabar 3.
Struktur perekonomian Kota Bogor cenderung didominasi sektor-sektor sekunder dan tersier. Lebih kurang 52 persen kegiatan ekonomi Kota Bogor bersumber dari sektor industri pengolahan, perdagangan, transportasi, dan pergudangan.
Hal sebaliknya terjadi pada struktur perekonomian di Kabupaten Cianjur. Struktur perekonomian di wilayah itu cenderung banyak ditopang sektor perekonomian primer dan juga tersier. Tercatat separuh lebih kegiatan ekonomi Kabupaten Cianjur tahun 2016 ditopang oleh sektor pertanian dan perdagangan.
Dengan struktur ekonomi yang kontras, dapil Jabar 3 merepresentasikan ketimpangan karena masyarakat di kelompok tingkat pendapatan bawah tingkat konsumsinya naik, tetapi tidak secepat kenaikan konsumsi di kelompok masyarakat berpendapatan menengah-atas.
Persentase penduduk miskin di Kota Bogor dan Kabupaten Cianjur yang menjadi wilayah dapil Jabar 3 menunjukkan kecenderungan terus menurun. Persentase penduduk miskin di Kota Bogor tahun 2015 tercatat 7,6 persen, dan pada 2017 turun menjadi 7,11 persen. Persentase penduduk miskin di Kabupaten Cianjur juga turun dari 12,21 persen pada 2015 jadi 11,41 persen pada 2017.
Hingga 2017, tingkat kemiskinan di Kota Bogor ada di bawah persentase penduduk miskin nasional 10,12 persen. Sebaliknya, persentase penduduk miskin di Kabupaten Cianjur masih di atas persentase penduduk miskin nasional.
Dapil Maluku Utara
Rendahnya ketimpangan ekonomi penduduk di Maluku Utara tidak serta-merta mencerminkan kondisi perekonomian yang ideal. Pendapatan penduduk yang cenderung merata di dapil Maluku Utara sejalan dengan kegiatan ekonominya yang rendah. Sampai dengan 2017, nilai rata-rata PDRB dapil Maluku Utara hanya seperlima dari nilai rerata PDRB 80 dapil pada Pemilu 2019.
Dilihat dari struktur ekonominya, empat daerah dari total 10 kabupaten dan kota di dapil ini mengandalkan sektor primer dan tersier dalam perekonomian wilayah. Sektor pertanian dan sektor jasa pemerintahan mendominasi kegiatan ekonomi di Kabupaten Halmahera Barat, Halmahera Tengah, Kepulauan Sula, dan Kota Tidore Kepulauan. Bahkan, struktur perekonomian di hampir semua wilayah dapil Maluku Utara tidak lepas dari andil sektor pertanian, kecuali Kota Ternate.
Dengan struktur perekonomian itu, persentase rata-rata penduduk miskin di 10 kabupaten dan kota di dapil Maluku Utara tahun 2015 tercatat 8,25 persen, kemudian menjadi 7,25 persen pada 2017. Tingkat kemiskinan di dapil Maluku Utara ada di bawah persentase penduduk miskin nasional, tetapi masih bisa dikatakan cukup tinggi.
Persentase penduduk miskin yang relatif turun dalam skala perekonomian kecil mengindikasikan ada kenaikan konsumsi kelompok masyarakat bawah dibandingkan kelompok masyarakat menengah-atas. Kondisi ini bisa menjadi salah satu faktor penjelas rendahnya ketimpangan pendapatan di dapil Maluku Utara.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Maluku Utara juga berada di peringkat yang terhitung rendah. Tahun 2017, angka IPM Maluku Utara 67,2 sehingga berada di bawah IPM nasional 69,8. Angka IPM di dapil Maluku Utara ini berada di peringkat 10 terendah dari 75 dapil di Pemilu 2019.
Kehadiran anggota legislatif baru, terlebih dari dua partai nasionalis lama, idealnya mampu mengupayakan keselarasan ekonomi di dapil Jabar 3 dan Maluku Utara. (LITBANG KOMPAS)