Filipina Minta Kaji Ulang Pakta Pertahanan dengan AS
Oleh
Kris Mada
·3 menit baca
MANILA, RABU -- Filipina ingin mengajukan peninjauan ulang Pakta Pertahanan Bersama antara Filipina dan Amerika Serikat. Manila ingin ada kejelasan soal perjanjian yang ditandatangani pada 1951 itu.
Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana mengatakan, pengkajian ulang tersebut terutama untuk menghilangkan ketidakjelasan pada perjanjian itu. Ketidakjelasan tersebut bisa memicu kekacauan dan kebingungan dalam periode krisis.
"AS, dengan peningkatan lalu-lintas kapal-kapal angkatan lautnya di Laut Filipinan Barat, berpeluang besar terlibat perang. Dalam kasus itu dan berdasarkan Pakta Pertahanan Bersama, Filipina akan otomatis terlibat," ujarnya melalui pernyataan tertulis, Selasa (5/3/3019), di Manila.
Laut Filipina Barat yang dimaksud Lorenzana adalah nama resmi versi Filipina untuk menyebut Laut China Selatan. "Bukan tiadanya jaminan yang membuat saya waswas. (Akan tetapi) terlibat dalam perang yang tidak kami cari dan tidak kami inginkan (yang membuat waswas," lanjut Lorenzana.
Dalam beberapa tahun terakhir, terjadi beberapa kali ketegangan gara-gara kapal-kapal perang AS berlayar di dekat perairan atau wilayah yang diklaim China. AS berkeras manuver itu bagian dari kebebasan berlayar.
AS dan Filipina menandatangani perjanjian yang menyatakan bahwa serangan pada AS atau Filipina berarti serangan pada kedua negara itu. Karena itu, kedua negara tersebut bisa bersama-sama menyerang balik kekuatan luar yang menyerang salah satu dari kedua negara tersebut.
Tidak dipedulikan
Namun, Filipina merasa perjanjian itu tidak benar-benar dipedulikan AS. Hal itu mengacu pada dekade 1990-an saat Filipina berseteru secara terbuka dengan China. Perseteruan dipicu keagresifan China mengklaim perairan dan pulau-pulau di Laut China Selatan yang juga diklaim Filipina. Kala itu, AS tidak berbuat banyak sehingga China bisa meneruskan klaimnya dan membangun pangkalan militer di sana.
"AS tidak menghentikan itu," ujar Lorenzana.
Pernyataan Lorenzana disampaikan selepas lawatan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo ke Manila. Isu perjanjian itu salah satu bahasan dalam pertemuan Presiden Filipina Rodrigo Duterte dengan Pompeo, pekan lalu.
Dalam kunjungan ke Manila, pekan lalu, Pompeo berusaha meyakinkan Filipina bahwa AS akan membela Filipina jika pasukan, pesawat, atau kapal Filipina mendapat serangan di Laut China Selatan. Sepanjang dalam ingatan, baru pertama kali ini pejabat AS melontarkan jaminan seperti itu secara terbuka.
Pompeo memastikan, AS berkomitmen untuk memastikan Laut China Selatan tetap terbuka bagi semua jenis navigasi, dan bahwa "China tidak mendatangkan ancaman" dengan menutup jalur-jalur pelayaran laut yang disengketakan.
Filipina sudah berkali-kali mewacanakan revisi perjanjian itu. Di masa Duterte, keinginan itu semakin kuat. Berbeda dengan presiden sebelumnya, Duterte memilih lebih kompromi dengan Beijing. Akan tetapi, hal itu tidak berarti perseteruan Manila-Beijing di Laut China Selatan reda.
Nelayan Filipina dihalangi
Juru bicara Duterte, Salvador Panelo, mengungkapkan, Kementerian Pertahanan Filipina sedang memeriksa laporan kapal perang China menghalangi nelayan Filipina mendekati Pulau Thitu. Pulau itu diklaim Filipina dan berdekatan dengan perairan yang diklaim China.
Manila menuding Beijing mengerahkan kapal mata-mata dan armada kapal ikan dekat Thitu. Pengerahan itu untuk mencegah Filipina mengklaim pulau tersebut.
Lorenzana mengatakan, Manila sudah mengungkapkan keinginan mengkaji ulang perjanjian pertahanan kala pangkalan militer AS di Filipina ditutup pada 1992. Penutupan itu membuat Filipina kehilangan payung pelindung yang penting. Setelah AS pergi, China mulai agresif mengklaim Laut China Selatan.
"Bukan serangan bersenjata, hanya agresif. AS tidak menghentikan itu," ujar Lorenzana.