JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah meningkatkan alokasi anggaran pembangunan manusia untuk menyiapkan rakyat Indonesia yang kompeten dan produktif dalam era Revolusi Industri 4.0. Sistem vokasi terintegrasi yang dipimpin langsung Presiden Joko Widodo menjadi kunci penting dalam menyediakan angkatan kerja berdaya saing tinggi di pasar global untuk jangka pendek dan panjang.
Sistem vokasi terintegrasi memiliki peta jalan pengembangan sumber daya manusia Indonesia yang kompeten dan produktif sesuai kebutuhan pasar kerja era Revolusi Industri 4.0. Sistem tersebut harus mampu menyiapkan angkatan kerja terampil dalam era disrupsi sehingga produk Indonesia berdaya saing tinggi di pasar kerja global.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati, di Jakarta, Rabu (6/3/2019), mengemukakan, tekad pemerintah memacu pembangunan bangsa dengan meningkatkan alokasi APBN 2019 untuk pengembangan sumber daya manusia (SDM) sudah tepat.
Akan tetapi, lanjut Enny, pemerintah tetap perlu memiliki strategi jangka pendek dan menengah untuk meningkatkan kualitas SDM melalui sistem vokasi yang terintegrasi.
”Dalam jangka pendek, harus ada program yang terkait antara kebutuhan sektor riil, terutama industri dan jasa, untuk pemenuhan kebutuhan SDM kompeten dan produktif. Sekarang yang dibutuhkan adalah program terpimpin pengembangan vokasi melibatkan industri-industri padat karya sehingga langkah pembangunan SDM jadi lebih fokus,” tutur Enny.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran terbuka memang turun dari 7,04 juta orang (5,50 persen) pada Agustus 2017 menjadi 7 juta orang (5,34 persen) Agustus 2018. Namun, struktur angkatan kerja Indonesia masih didominasi lulusan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, yakni 58,78 persen dari 131,01 juta angkatan kerja Indonesia pada Agustus 2018.
Kebutuhan pasar kerja
Sistem vokasi nasional terintegrasi dibutuhkan untuk memberikan keterampilan lebih baik sesuai kebutuhan pasar kerja bagi 77 juta angkatan kerja berpendidikan SMP dan SD tersebut.
Setelah pemerintah mengalokasikan dana yang sangat besar dalam APBN 2019, untuk sektor pendidikan saja senilai Rp 492 triliun, tentu strategi kerjanya juga harus jelas dan fokus untuk menyelesaikan persoalan mendasar ketenagakerjaan Indonesia sejak tahun 1998 ini.
”Lebih baik pemerintah fokus mengembangkan sistem vokasi terintegrasi sesuai kebutuhan pasar kerja yang melibatkan industri padat karya,” ujar Enny.
Menurut dia, ketersediaan pekerja terampil yang kompeten dan produktif sangat penting bagi investor agar begitu menanamkan modal, mereka bisa langsung bekerja menghasilkan produk untuk diekspor tanpa perlu berkutat melatih pekerja lagi.
Pemerintah memang tengah gencar mengembangkan sistem vokasi untuk meningkatkan keterampilan angkatan kerja dan pencari kerja sesuai kebutuhan pasar kerja dalam era Revolusi Industri 4.0.
Namun, tujuan baik ini belum dijalankan secara terintegrasi oleh sejumlah kementerian. Padahal, Presiden Joko Widodo menginginkan generasi muda bisa memiliki keterampilan khusus yang membuatnya kompetitif sebagai pekerja atau wirausaha sehingga berdaya saing tinggi dalam era kompetisi global.
Bagi mereka yang telah berada di dalam pasar kerja pun, sistem vokasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan kompetensi pekerja sehingga tetap adaptif terhadap perkembangan teknologi industri termutakhir.
”Daripada pemerintah sibuk mengembangkan start up, fintech, atau usaha rintisan digital lainnya, sebaiknya fokus dulu membangun sistem vokasi terintegrasi. Langkah ini bisa membuat kompetensi dan produktivitas pekerja meningkat sehingga persoalan buruh dan pengusaha pun akan teratasi,” ujar Enny.
Sebagai negara berpenduduk 265 juta jiwa dengan jumlah kelompok menengah yang terus meningkat, Indonesia menjadi target pasar potensial bagi negara-negara lain karena tingginya tingkat konsumsi. Produk domestik bruto Indonesia tahun 2018 mencapai Rp 14.837,4 triliun, yang lebih banyak didorong sektor konsumsi rumah tangga.
Inklusif
Secara terpisah, Ketua Komite Tetap Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bob Azam berpendapat, dunia usaha sangat mengapresiasi dan mendukung tekad Presiden Joko Widodo dalam mengembangkan sumber daya manusia melalui sistem vokasi terintegrasi.
Menurut Bob, pengembangan SDM merupakan kunci kemajuan bangsa Indonesia dalam menghadapi kompetisi global yang semakin ketat di era digital, yang sudah dibuktikan di Jerman, Swiss, Singapura, Malaysia, dan sebentar lagi Vietnam.
Upaya pemerintah terus meningkatkan kualitas SDM dengan alokasi beasiswa pendidikan memang sangat baik. Namun, pasar kerja juga membutuhkan angkatan kerja kompeten untuk menjalankan teknologi industri termutakhir yang bisa dihasilkan melalui program-program pelatihan vokasi jangka pendek.
”Ide pemerintah mengembangkan ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge based economy) sangat kita apresiasi dan perlu dijalankan sangat terencana dengan melibatkan daerah secara inklusif agar elite lokal juga punya rasa memiliki. Memang harus ada keberpihakan terhadap pencari kerja sebagai motor penggerak ekonomi sehingga mereka perlu mendapatkan pelatihan keterampilan agar tetap eksis dalam Revolusi Industri 4.0,” ujar Bob.
Basis data pekerja
Komitmen Presiden Jokowi meningkatkan kualitas SDM yang kini sudah dijalankan pula oleh Kadin Indonesia juga mendapat sambutan hangat dari kalangan serikat pekerja.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar mengatakan, sistem vokasi nasional terintegrasi akan membangun basis data pekerja terampil Indonesia yang mumpuni sehingga memudahkan perencanaan tenaga kerja dan investasi.
”Sistem vokasi nasional akan membuat pelatihan oleh perusahaan ataupun balai latihan kerja terkait satu sama lain sehingga produktivitas angkatan kerja nasional pun meningkat. Para pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja dan lulusan sekolah menengah bisa mengakses pelatihan vokasi ini agar dapat masuk ke pasar kerja dan memperoleh pekerjaan yang layak,” ucap Timboel.