JAKARTA, KOMPAS -- Dalam rangka mengatasi anjloknya harga karet di pasar internasional, Indonesia sebagai anggota Dewan Tripartit Karet Internasional atau ITRC, sepakat mengurangi ekspor karet alam hingga sekitar 100.000 ton. Secara total, negara-negara anggota ITRC, Indonesia, Malaysia, dan Thailand, akan mengurangi ekspor ke pasar global sebanyak 240.000 ton yang diharapkan bisa kembali mendongkrak harga karet alam.
Kuota pengurangan ekspor karet alam itu disepakati dalam Senior Officials Meeting yang diselenggarakan di Bangkok, Thailand, 4 - 5 Maret 2019. Pertemuan ini membahas rincian tentang skema pengurangan ekspor yang sebelumnya disepakati dalam pertemuan tingkat menteri pada Februari lalu.
Ketiga negara anggota ITRC, yakni Indonesia, Thailand, dan Malaysia, sepakat mengurangi ekspor sebanyak 240.000 ton. "Pengurangan ekspor efektif mulai 1 April 2019," ucap Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution saat ditemui di Jakarta, Rabu (6/3/2019).
Darmin memaparkan, Indonesia akan mengurangi sekitar 100.000 ton, Thailand 120.000 ton, dan Malaysia 20.000 ton. Pengurangan ekspor ini berlaku dalam periode selama 4 bulan ke depan.
Skema pengurangan ekspor kali ini merupakan yang keenam kalinya. ITRC juga membentuk komite pemantau (surveillance committee) untuk memastikan dan memantau implementasi skema tersebut.
Sebelumnya, Darmin mengatakan, suplai karet alam ke pasar internasional mengalami surplus 168.000 ton tahun 2018. Adapun total produksi karet alam mencapai 13,5 juta ton dan yang diserap pasar sebanyak 13,4 juta ton.
Saat ini, harga karet alam internasional menurut bursa komoditas yang dipantau Bloomberg bergerak di angka 204-206 yen per kilogram (kg). Dalam setahun terakhir, harga karet alam internasional sempat menyentuh angka 198 yen Jepang per kg.
Kepastian permintaan
Negara-negara anggota ITRC saat ini menyuplai 70 persen dari stok karet alam global. Meskipun demikian, Ketua Dewan Penasihat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Bayu Krisnamurthi berpendapat, skema pengurangan ekspor karet alam dari ITRC tidak akan berdampak signifikan untuk mengatrol harga di tingkat internasional.
Selain dari segi suplai, Bayu berpendapat, negara-negara produsen karet alam seharusnya juga memperhatikan permintaan. "Sisi permintaan ini mayoritas dikuasai oleh pelaku industri yang memproduksi ban di tingkat internasional. Seharusnya, pengurangan ekspor dibarengi dengan kepastian permintaan dari industri-industri tersebut," tuturnya.