JAKARTA, KOMPAS — Setelah dilakukan penelusuran, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri menemukan ada 103 data warga negara asing yang masuk dalam daftar pemilih tetap. Komisi Pemilihan Umum langsung mengecek dan memverfifikasi data 103 WNA dalam DPT tersebut.
Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, pihaknya telah menyerahkan data keberadaan 103 WNA yang masuk dalam DPT itu kepada KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Senin lalu. Penyerahan data itu dilakukan untuk membantu KPU dalam mewujudkan DPT yang akurat.
”Data yang dibutuhkan untuk KPU hanya data WNA yang masuk dalam DPT, yaitu 103 data saja. Data yang lain belum diperlukan,” ujar Zudan, Selasa (5/3/2019), di Jakarta.
Sebelumnya, berdasarkan data Kemendagri, terdapat sekitar 1.680 KTP-el WNA. Adapun provinsi yang menerbitkan KTP-el paling banyak antara lain Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali.
Kemendagri menyatakan terdapat sekitar 1.680 KTP-el WNA. Adapun provinsi yang menerbitkan KTP-el paling banyak antara lain Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali.
Zudan menuturkan, memang tidak semua data WNA yang memiliki KTP-el itu diserahkan kepada KPU karena aspek perlindungan dan kerahasiaan data. Dalam Pasal 79 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, negara, dalam hal ini Kemendagri, diperintahkan untuk menyimpan dan melindungi kerahasiaan data perseorangan dan dokumen kependudukan.
”Mendagri memberi hak akses data kependudukan kepada lembaga pengguna. Artinya, yang diberikan oleh Mendagri adalah hak akses data, bukan data. Tidak boleh data pribadi itu diberikan tanpa perintah UU,” kata Zudan.
Anggota KPU, Viryan Aziz, mengatakan, KPU RI langsung menindaklanjuti hal tersebut dengan menginstruksikan kepada KPU di 17 Provinsi dan 54 kabupaten/kota untuk langsung melakukan verifikasi data dan verifikasi faktual, yakni dengan menemui 103 yang diduga WNA masuk ke DPT.
”Kegiatan verifikasi ditargetkan selesai hari ini juga (Selasa) dan hasilnya akan disampaikan ke Dukcapil, Bawaslu, peserta pemilu, dan masyarakat,” katanya.
Kegiatan verifikasi meliputi pengecekan data ke daftar pemilih, penelusuran lapangan menemui WNA tersebut guna memastikan keberadaannya.
Viryan mengatakan, ada tiga kemungkinan atas data WNA yang masuk DPT tersebut. Pertama, mereka sudah tidak ada di DPT. Kedua, apabila WNA pemilik KTP-el tersebut masuk di DPT akan langsung dicoret. Ketiga, hal lain di luar kedua kemungkinan tersebut yang ditemui di lapangan.
Tak dipenuhi
Sementara itu, Zudan mempersoalkan keengganan KPU yang tidak kunjung memberikan data DPT paling terakhir yang digunakan pada Pemilu 2019 atau DPT hasil perbaikan (DPTHP) kedua. Bahkan, dia menyebut, pihaknya telah bersurat kepada KPU sebanyak lima kali dan belum ada jawaban.
”KPU minta data terus. Saat giliran dimintai data, tidak mau memberi. Tidak resiprokal. Kalau kami diberi (DPTHP II), kami bisa membantu banyak sehingga bisa membuat DPT lebih akurat,” ujar Zudan.
Selama ini Dukcapil hanya menerima DPT yang ditetapkan pertama. Padahal, DPT diperbaiki sebanyak tiga kali karena ada kegandaan hingga disepakati DPTHP II sebanyak 192 juta pemilih untuk Pemilu 2019.
Selama ini Dukcapil hanya menerima DPT yang ditetapkan pertama. Padahal, DPT diperbaiki sebanyak tiga kali karena ada kegandaan hingga disepakati DPTHP II sebanyak 192 juta pemilih untuk Pemilu 2019.
Sebagai catatan, KPU memberikan DPT yang ditetapkan pertama kali kepada Dukcapil Kemendagri pada 16 September 2018. Namun, setelah data itu dicek ulang oleh Dukcapil menggunakan daftar penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) milik Kemendagri malah ditemukan ada 31 juta pemilih tak masuk DPT.
”Jadi, jika dicek ke DP4, akan sangat banyak warga belum terdata karena data itu sangat dasar dan belum dimutakhirkan. Sejak masalah yang memicu kegaduhan itulah, KPU tak lagi memberikan data DPT ke Kemendagri hingga versi akhir,” kata Zudan.