JAKARTA, KOMPAS – Satuan Tugas Operasi Tinombala Kepolisian Negara RI memastikan telah mengetahui lokasi persembunyian pemimpin kelompok Mujahidin Indonesia Timur di Poso, Sulawesi Tengah. Untuk mempercepat penangkapan belasan anggota MIT tersisa, koordinasi antara Polri dan Tentara Nasional Indonesia dibutuhkan tidak hanya dalam penguatan personel tetapi juga meningkatkan teknologi pencarian.
Usai baku tembak dengan kelompok MIT, akhir pekan lalu, Satuan Tugas Operasi Tinombala yang terdiri dari Polri dan TNI telah menyisir Pegunungan Padopi, Kecamatan Poso Pesisir Selatan, Kabupaten Poso, Sulteng.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo mengungkapkan, dari hasil pengejaran itu, satgas menemukan sejumlah barang bukti yang diduga milik Ali Kalora dan para pengikutnya. Barang bukti itu di antaranya, alat komunikasi di hutan, potongan baju, perlengkapan memasak, alat navigasi atau GPS (global positioning system), amunisi, dan alat peledak menyerupai bom berbentuk lontong.
“Bom lontong itu merupakan ciri khas Ali Kalora. Beberapa amunisi juga ditemukan di sekitar lokasi yang diyakini sebagai tempat MIT melakukan aktivitas sehari-hari,” ujar Dedi, Selasa (5/3/2019), di Markas Besar Polri, Jakarta.
Dedi menambahkan, penemuan barang bukti itu tengah dianalisis tim gabungan TNI-Polri. Selanjutnya, personel satgas terus mengejar kelompok MIT, terutama menargetkan penangkapan Ali sebagai prioritas utama. Adapun Ali menerima estafet kepemimpinan MIT setelah Santoso tewas pada Juli 2016 lalu.
“Tim satgas telah berhasil memetakan lokasi kelompok MIT melarikan diri. Satgas Tinombala juga telah melakukan lokalisir di sejumlah lokasi itu, lalu membentuk pagar betis agar kelompok itu semakin tersudut,” katanya.
Lebih lanjut, Dedi memastikan, penangkapan Ali Kalora dan belasan anggotanya akan semakin diintensifkan dalam satu bulan mendatang. Hal itu disebabkan kondisi MIT yang sudah semakin tersudut dengan kondisi logistik dan amunisi yang terbatas karena hanya menyisakan sebuah senjata api laras panjang dan dua senjata api laras pendek.
Peneliti Certified Counter Terrorism Practitioner, Rakyan Adibrata, mengingatkan, pencarian anggota MIT tersisa tidak bisa hanya menggunakan teknik human intelligence. Sebab, densitas dan sebaran wilayah di Poso yang akan menyulitkan personel TNI-Polri apabila melakukan pencarian dengan kemampuan manusia semata.
Oleh karena itu, Rakyan menekankan, teknik human intelligence perlu dilengkapi dengan teknik electronic intelligence dan imagery intelligence yang telah dimiliki oleh TNI Angkatan Udara.
“Aparat keamanan harus menggunakan military grade fixed wing drone untuk meningkatkan daya jangkau pelacakan keberadaan anggota MIT. Upaya ini dibutuhkan untuk memaksimalkan upaya imagery intelligence, sehingga juga dapat mengantisipasi kehadiran anggota baru MIT yang hadir dari luar Poso,” tutur Rakyan.
Rakyan menilai, program aparat keamanan dan pemerintah mendekati masyarakat di Poso dan sekitarnya untuk mengantisipasi paparan radikalisme cukup mampu mengurangi kehadiran anggota MIT asal Poso atau wilayah Sulteng lain. Tetapi, anggota MIT justru lebih banyak berasal dari Nusa Tenggara Timur, Ambon (Maluku), dan Banten.
Kerjasama TNI-Polri
Keberhasilan operasi Satgas Operasi Tinombala adalah bukti dari keberhasilan kerja sama TNI dan Polri. Satgas TNI yang berstatus di Bawah Kendali Operasi (BKO) Polda Sulteng berhasil mengurangi ruang gerak Mujahidin Indonesia Timur (MIT)
“Penggunaan kekuatan TNI atas permintaan Kapolri. Operasi tersebut sebagai bentuk implementasi UU 34/2004, yaitu tugas OMSP (operasi militer selain perang) TNI membantu Polri dalam penegakan hukum,” kata Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Mayjen Sisriadi, Selasa (5/3). Sisriadi mengatakan, salah satu tugas pokok TNI adalah operasi militer selain perang (OMSP).
Sisriadi mengatakan, pengejaran terhadap kelompok MIT dimulai pada 3 Maret 2019 pukul 09.30 WITA. Saat itu, Tim Satgas TNI memperoleh informasi bahwa delapan orang yang dicurigai sebagai anggota Kelompok MIT sedang beristirahat di Pondok Bapak Abdul Salam. Namun, sebelum tim TNI tiba di pondok itu, rupanya kedelapan orang tersebut bergerak 18 km ke arah barat menuju Pondok Bapak Gasing di sekitar perkebunan Padopi.
Setelah melakukan analisa terhadap informasi yang ada, pada pukul 11.39 WITA, 12 orang anggota Tim Satgas TNI dipimpin Mayor Inf Aryudha bergerak menuju Desa Padopi untuk mencari jejak kedelapan orang yang dicurigai sebagai anggota kelompok MIT.
Tim Satgas TNI memeriksa jejak pada jarak 2 Km dari sasaran dan berhasil mengidentifikasi kedelapan orang tersebut sebagai kelompok MIT yang sedang berkumpul di Pondok milik warga bernama Manang. Sekitar pukul 17.15 WITA, Tim Satgas TNI melakukan kontak tembak dengan dengan anggota kelompok MIT. Kontak tembak berlangsung cukup intensif pada jarak 20 meter selama sekitar 20 menit.
Dari kontak tembak tersebut, satu anggota MIT yang diidentifikasi bernama Basir alias Romzi (asal Bima) tewas. Sementara, seorang anggota MIT dengan nama Aditya alias Ibad alias Kuasa (asal Ambon) tertangkap. Tidak ada korban tewas di pihak TNI. Selain itu, Satgas TNI juga berhasil menyita satu pucuk senjata M16.
Malamnya, sekitar pukul 19.30 WITA, satu Tim Evakuasi terdiri dari anggota TNI dan Polri dari satgas Tinombala yang dipimpin Serka Aji menuju ke lokasi. Keesokan harinya, pada 4 Maret 2019, evakuasi korban dilakukan.