Musim Kemarau Tiba, Hujan Lebat Masih Berpotensi Terjadi
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Sebagian wilayah Sumatera, khususnya Aceh bagian Utara dan Timur telah memasuki awal musim kemarau 2019. Meski begitu, dalam sepekan ke depan, potensi hujan lebat diprediksi masih terjadi di sebagian besar wilayah di Indonesia.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi, pada periode 7-12 Maret 2019, hujan dengan intensitas lebat masih berpotensi terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia. Dari hasil pemantauan perkembangan musim hujan sampai akhir Februari 2019, seluruh wilayah Indonesia telah memasuki musim hujan.
"Tahun ini, El Nino pada kategori lemah dan diprediksi bertahan hingga Juni-Juli 2019. El Nino berpeluang melemah hanya 50 persen, bahkan menghilang setelah pertengahan tahun. Jadi, meski ada El Nino, dampak ke cuaca kurang signifikan," ujar Deputi Bidang Klimatologi BMKG Herizal di Jakarta, Rabu (6/3/2019).
El Nino kategori lemah ini ditandai oleh kondisi lebih panasnya suhu muka laut di wilayah Pasifik ekuator bagian tengah yang berada pada kisaran 0,5 – 1 derajat Celsius di atas normalnya sejak Oktober 2018. Kondisi ini diikuti oleh melemahnya Sirkulasi Walker atau angin pasat Samudera Pasifik Tropis dari kondisi normalnya.
Herizal menambahkan, aktifnya El Nino Lemah diperkirakan tidak akan berdampak signifikan terhadap Sirkulasi Monsun. Pengaruh El Nino lemah terhadap curah hujan menunjukkan dampak yang tidak signifikan terhadap sebaran curah hujan di Indonesia. Apalagi pada saat periode Maret sampai Mei, umumnya dampak El Nino tidak seragam di Indonesia sehingga kemungkinan tidak memengaruhi peralihan musim hujan menuju musim kemarau.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG Mulyono Rahadi Prabowo menambahkan, potensi curah hujan tinggi masih akan terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia. Ia menghimbau, masyarakat perlu waspada pada pontensi gelombang tinggi, terutama pada perairan barat Sumatera, wilayah Samudera Hindia di Selatan Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan wilayah perairan Laut Arafuru bagian Barat. Tinggi gelombang di wilayah tersebut diperkirakan antara 2,5 meter –4 meter.
Awal musim kemarau
Terkait awal musim kemarau, Prabowo menyampaikan, musim kemarau berkaitan dengan peralihan dari angina baratan (Monsun Asia) menjadi angina timuran (Monsum Australia). Pada 2019, peralihan peredaran angin monsun itu akan dimulai dari wilayah Nusa Tenggara pada Maret 2019, kemudian wilayah Bali dan Jawa pada April 2019.
“Setelah itu, peralihan terjadi di sebagian wilayah Kalimantan dan Sulawesi pada Mei 2019 dan akhirnya Monsun Australia sepenuhnya dominan di wilayah Indonesia pada bulan Juni hingga Agustus 2019,” ucapnya.
Secara umum puncak musim kemarau 2019 diprediksi akan terjadi pada bulan Agustus—September 2019. Untuk itu, pemerintah daerah dan seluruh masyarakat perlu waspada akan kemungkinan dampak musim kemarau terutama wilayah yang rentan terhadap bencana kekeringan meteorologis, kebakaran hutan dan lahan, serta kekurangan ketersediaan air bersih.
Kewaspadaan dan antisipasi dini juga diperlukan untuk wilayah-wilayah yang diprediksi akan mengalami musim kemarau lebih kering dari normalnya yaitu di wilayah Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Bali, Jawa bagian Selatan dan Utara, sebagian Sumatera, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Merauke.