Sumbangan dari pengusaha menjadi tumpuan dua pasang kandidat untuk biaya kampanye pada Pemilihan Presiden 2019. Kondisi ini berpotensi menyuburkan praktik oligarki politik.
JAKARTA, KOMPAS — Sumbangan dari pengusaha menjadi sumber penting pendanaan pasangan calon presiden-wakil presiden peserta Pemilu 2019. Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma’ruf Amin merencanakan pertemuan dengan pengusaha di tiga kota untuk mencari dana kampanye. Sementara itu, Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno banyak bergantung kepada Sandi yang juga pengusaha.
Berdasarkan laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Amin, per 28 Februari 2019 total penerimaan dana kampanye mereka mencapai Rp 130,45 miliar. Penerimaan itu bersumber dari sumbangan dana tunai serta barang dan jasa. Sumbangan tunai mencapai Rp 87,095 miliar. Lebih dari setengah dari total dana kampanye itu, yakni Rp 48,24 miliar, berasal dari 18 badan usaha nonpemerintahan.
Sumber dana terbesar kedua, yaitu Rp 27 miliar, berasal dari sumbangan tiga partai pengusung, yakni PDI-P, Partai Persatuan Indonesia (Perindo), dan Partai Nasdem. Sisanya, sumbangan dari 190 orang sebesar Rp 11,79 miliar dan dari bunga bank Rp 44,95 juta.
Wakil Bendahara TKN Jokowi-Amin, Juliari Batubara, di Jakarta, Selasa (5/3/2019), mengatakan, TKN akan mengadakan pertemuan dengan kelompok pengusaha di Surabaya, Semarang, dan Medan. Sebelumnya, pertemuan serupa sudah dilakukan dengan pengusaha di Jakarta.
Pertemuan itu untuk mengumpulkan dana kampanye. Kami adakan lelang lukisan, sempat dihadiri Pak Jokowi sebentar, kami sedang konsolidasikan laporannya. Ada yang bersumber dari penjualan lukisan, ada juga yang memberi sumbangan uang kas.
Menurut Juliari, ada keterbatasan publikasi yang diatur oleh peraturan KPU sehingga penggalangan dana dari publik belum optimal. Sejauh ini, sumbangan masyarakat baru terkumpul Rp 137 juta.
Sumbangan
Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi juga banyak menggantungkan sumber dana kampanyenya dari pengusaha, atau dengan kata lain dari Sandi. Pemasukan sumbangan tunai untuk Prabowo-Sandi per 28 Februari 2019 mencapai Rp 134 miliar. Dari jumlah itu, sebanyak 72 persen atau Rp 95,41 miliar bersumber dari Sandi.
Bendahara BPN Prabowo-Sandi, Thomas Djiwandono, mengatakan, sumbangan dari pengusaha lain masih kecil. ”Yang paling besar tetap dari Pak Sandi. Saya terus mengimbau kepada (pengusaha) yang mau silakan, tetapi saya belum lihat. Kami beruntung, capres-cawapres kami mandiri bisa membiayai diri sendiri,” kata Thomas.
Sementara itu, donasi gotong royong dari masyarakat untuk Prabowo-Sandi terkumpul Rp 438,98 juta, yang terdiri dari sumbangan perorangan Rp 183,46 juta dan sumbangan kelompok Rp 255,51 juta.
Hasil jajak pendapat Litbang Kompas pada 20-21 Februari 2019 terhadap 577 responden di 16 kota besar di Indonesia menunjukkan, hanya 11,8 persen responden yang berencana menyumbang untuk dana kampanye pilpres. Sementara itu, hanya 9,0 persen responden yang ingin ikut sebagai sukarelawan mencari sumbangan.
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Almas Syafrina, mengatakan, pendanaan kandidat yang masih berpatok pada sumber ketiga, seperti perusahaan, pengusaha, dan elite bermodal besar, secara jangka panjang bisa berdampak pada suburnya praktik oligarki. Pasalnya, sumbangan itu berpotensi sarat dengan kepentingan bisnis dan lainnya.