Dalam Tiga Bulan, 72 Imigran Rohingya Kabur dari Bireuen
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
BIREUEN, KOMPAS — Sebanyak 72 orang dari 79 imigran etnis Rohingya, Myanmar, telah meninggalkan barak penampungan di Kabupaten Bireuen, Aceh, dalam tiga bulan terakhir. Para pencari suaka itu diduga kabur ke Malaysia melalui Sumatera Utara.
Imigran Rohingya itu kabur secara bergantian. Sepanjang Desember 2018 hingga Maret 2019 terjadi 11 kali peristiwa larinya imigran ilegal itu dari barak penampungan di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Bireuen. Peristiwa terakhir terjadi pada Selasa (5/3/2019) saat empat orang dilaporkan telah meninggalkan SKB.
Kepala Dinas Sosial Bireuen Murdani, saat dihubungi, Kamis (7/3/2019), menuturkan, imigran itu kabur pada malam hari. Dia menduga, dari Bireuen, para imigran itu menumpang bus menuju Sumatera Utara. Dari sana, mereka kemudian melanjutkan perjalanan ke Malaysia.
”Sebenarnya tujuan mereka bukan ke Aceh, melainkan ke Malaysia. Mereka juga tidak betah berada di penampungan tanpa ada kejelasan kapan akan direlokasi ke negara ketiga,” kata Murdani.
Murdani menuturkan, sejak ke-79 imigran itu terdampar di Bireuen pada April 2018, Pemkab Bireuen telah menanggung biaya makan, pengamanan, dan kesehatan. Namun, belakangan Pemkab Bireuen mulai terbebani biaya itu. Murdani mengatakan, seharusnya para pihak terkait menanggung bersama kebutuhan para imigran.
Lebih jauh, Murdani mengatakan, penjagaan di SKB longgar. Fasilitas itu hanya mengandalkan beberapa sukarelawan siaga bencana dan polisi pamong praja. SKB memang tidak representatif sebagai tempat penampungan imigran karena sarana keamanan yang minim.
”Tidak ada pembiaran. Cuma kami juga tidak bisa terus mempertahankan mereka yang tujuannya bukan ke Indonesia, melainkan Malaysia. Imigrasi juga tidak merespons untuk menempatkan mereka di rumah detensi imgrasi,” kata Murdani.
Adapun tujuh imigran yang masih bertahan di SKB Bireuen terdiri dari dua perempuan, dua laki-laki, dan tiga anak-anak.
Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Lhokseumawe Safrizal mengatakan, pihaknya juga tidak bisa berbuat banyak. Kebijakan penempatan imigran ke negara ketiga berada pada lembaga yang mengurus pengungsian di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). ”Kami masih menunggu kapan mereka dipindahkan ke negara lain. Namun, hingga kini belum jelas kepastian jadwalnya,” katanya.
Safrizal menuturkan, pihaknya memahami kesulitan yang dialami Pemkab Bireuen, terutama persoalan biaya mengurusi imigran. Oleh karena itu, kata Safrizal, persoalan ini harus ditanggung bersama.
Kepala Polres Bireuen Ajun Komisaris Besar Gugun Hardi Gunawan mengatakan, belum ada upaya khusus mengejar imigran itu. Namun, polisi terus berkoordinasi dengan keimigrasian dan pemkab.