SURABAYA, KOMPAS - Hujan berintensitas tinggi sejak Selasa (5/3/2019), memicu bencana alam hidrometeorologi di 16 kabupaten/kota dari 38 daerah tingkat II di Jawa Timur kurun dua hari terakhir. Banjir disertai tanah longsor menerjang hampir separuh dari jumlah kabupaten/kota di Jawa Timur itu yang berada di bagian barat atau secara budaya disebut Mataraman dan Arek.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim Subhan Wahyudiono, Kamis (7/3), memaparkan, kabupaten yang dihantam banjir dan atau tanah longsor ialah Sidoarjo, Gresik, Lamongan, Tuban, Bojonegoro, Ngawi, Nganjuk, Madiun, Magetan, Ponorogo, Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Kediri, dan Blitar. Yang terparah menimpa Madiun dengan ketinggian banjir sampai 4 meter dan berdampak terhadap 14.280 keluarga serta 250 hektar sawah di 39 desa dalam delapan kecamatan.
Subhan mengatakan, bencana alam dipicu oleh hujan berintensitas tinggi dalam dua hari. Permukaan air sungai naik dan meluap lalu membanjiri daerah alirannya. Di perbukitan, hujan yang terus menerus mengakibatkan erosi sehingga terjadi tanah longsor. Di Trenggalek misalnya, tanah longsor terjadi di kilometer 15 Jalan Raya Trenggalek-Panggul, Desa Ngelinggis di Kecamatan Panggul, dan Desa Pucanganak di Kecamatan Tugu.
Pelaksana Tugas Bupati Trenggalek Mochammad Nur Arifin mengungkapkan, selain tanah longsor, daerahnya diterjang banjir di sepuluh kecamatan dari 14 kecamatan yang ada. Dampak bencana yang luas mendorong dirinya mengambil kebijakan menetapkan status siaga bencana. Dengan menetapkan status itu, penyaluran bantuan pangan, evakuasi warga terdampak ke pengungsian, dan penanganan terkoordinasi dengan provinsi bisa ditempuh.
“Penetapan status siaga bencana agar tindakan strategis bisa ditempuh dengan cepat,” kata Arifin. Tindakan dimaksud ialah dengan cepat mendorong relawan dan taruna siaga bencana untuk evakuasi warga, mendirikan pengungsian sekaligus dapur umum, mendata dan mengidentifikasi kebutuhan warga Terdampak sampai penyaluran bahan pangan, obat, dan sandang untuk mereka.
Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni yang dihubungi secara terpisah mengungkapkan, banjir menerjang sepuluh kecamatan dari 21 kecamatan yang ada. Selain itu ada tanah longsor yang memutus jalan antardesa atau jalan antarkecamatan di lereng Gunung Wilis atau disebut juga Gunung Ngliman. “Penanganan tanah longsor menjadi perhatian penting agar tidak menghambat mobilitas kami mengatasi bencana yang sedang terjadi,” katanya.
Dalam analisa BPBD Jatim, daerah-daerah yang kebanjiran dilalui oleh sungai besar. Misalnya Madiun, Ngawi, dan Bojonegoro kebanjiran akibat meluapnya Bengawan Solo dan Bengawan Madiun. Di Pacitan, banjir salah satunya karena Sungai Grindulu meluap. Untuk tanah longsor, diduga erat kaitannya dengan kondisi kekritisan lahan di sana.
Untuk itu, menurut Subhan, mitigasi secara holistik antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten diperlukan guna mencegah atau menekan dampak bencana di masa depan. Banjir dan tanah longsor akan kembali terjadi saat hujan berintensitas tinggi kembali turun.
Mitigasi dimaksud ialah penataan dan pemanfaatan kawasan dengan lebih baik sampai rekayasa teknik misalnya dengan pembangunan tanggul, meninggikan jalan, membuat sodetan, dan embung-embung atau waduk mini penampung air.
Guru besar hukum lingkungan Universitas Airlangga, Suparto Wijoyo, meminta bupati/wali kota dan gubernur dengan didampingi pejabat pemerintah pusat bertemu untuk menyusun langkah-langkah strategis mitigasi bencana hidrometeorologi. Mitigasi terutama pencegahan menjadi aspek terpenting untuk menghindari kerugian besar akibat bencana.