Sempat Diancam, Polisi Jamin Keamanan Robertus Robet
Oleh
Pascal S Bin Saju
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Dosen Universitas Negeri Jakarta sekaligus aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Robertus Robet, sempat menerima ancaman pembunuhan dalam bentuk video. Terkait hal itu, pihak kepolisian akan menelusuri pembuat video teror sekaligus memberikan jamin keamanan kepada Robert.
Koordinator Aliansi Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun yang ikut mendampingi Robet saat diperiksa Direktorat Tindak Pidana Siber, Mabes Polri, mengatakan, polisi memperlihatkannya video yang berisikan ancaman kepada Robet.
"Lebih kurang durasi videonya sekitar 1-2 menit, memang ancamannya terhadap fisik dan jiwa Robet, tetapi secara detail pihak kepolisian yang bisa menjelaskan," kata Ubedilah seusai konferensi pers Koalisi Masyarakat Sipil, di Gedung Lembaga Bantuan Hukum, Jakarta, Kamis (7/3/2019).
Menurut Ubedilah, dalam video tersebut, pengancam menutupi sebagian wajah dengan kain sehingga hanya memperlihatkan dua matanya. Hal ini, lanjutnya, menjadi penting agar kepolisian dapat menjamin keselamatan Robet.
Sementara di Markas Besar Polri di Jakarta, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Pol Dedi Prasetyo membenarkan bahwa Robet menyampaikan hal tersebut saat proses penyidikan. "Nanti (diselidiki), ini bukan bagian dari pokok perkara yang disampaikan," katanya.
Dedi melanjutkan, pihaknya akan menjamin keamanan serta memberikan pelayanan pengamanan kepada Robet dan keluarga. Ini berdasarkan UU No 2/2002 tentang Kepolisian Negara yang menyebutkan, tugas polisi untuk melayani dan mengayomi seluruh warga negara.
Menurut keterangan resmi yang disampaikan Dedi, Robet ditangkap pada Kamis (7/3/2019), pukul 00.30, dengan dugaan tindak pidana penghinaan terhadap penguasa atau badan umum yang ada di Indonesia.
Robet diduga menghina institusi TNI saat berorasi di depan Istana Negara. Aksi itu dinilai melanggar Pasal 45 Ayat (2) juncto Pasal 28 Ayat (2) UU ITE dan atau Pasal 14 Ayat (2) juncto Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan atau Pasal 207 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Kebebasan berpendapat
Kasus ini bermula ketika video orasi Robet yang menyanyikan potongan plesetan Mars ABRI pada 28 Februari 2019 tersebar di media sosial. Potongan video berdurasi total 7 menit 40 detik itu menuai kontroversi karena dianggap menghina institusi TNI.
"Lagu yang dinyanyikan Robertus Robet tidak ditujukan kepada institusi TNI. Lagu tersebut merupakan kritik dan mengingatkan peran ABRI pada masa orde baru yang terlibat dalam kehidupan politik praktis," ujar pakar hukum tata negara Sekolah Tinggi Indonesia Jentera, Bivitri Susanti.
Bivitri yang juga tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil menambahkan, pasal yang dikenakan kepada Robet merupakan pasal-pasal yang selama ini kerap disalahgunakan untuk menekan kebebasan berekspresi dan berpendapat publik.
"Koalisi Masyarakat Sipil menilai, pernyataan Robertus Robet tidak bermaksud mendiskreditkan dan menghina institusi TNI, terlebih Robet sudah memberikan klarifikasi disertai permintaan maaf," kata Bivitri.
Koalisi juga meminta kepolisian supaya segera membebaskan Robet dan menghentikan proses penyelidikan.
Menurut Ubedilah, kebebasan ruang berpendapat bagi publik merupakan salah satu syarat negara demokrasi. "Ketika Indonesia memilih jalan republik, jalan itu memberikan kebebasan bagi ruang untuk berpendapat," katanya.
Ubedilah melanjutkan, sikap Robet adalah bentuk kebebasan berekspresi yang diatur UUD 1945 Amandemen II Pasal 28 E Ayat (2). Pasal itu menyatakan, setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
Selanjutnya dalam Ayat (3) juga dikatakan, setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Kebebasan berekspresi juga dijamin dan dilindungi oleh Pasal 3 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyebutkan.
Ketika Indonesia memilih jalan republik, jalan itu memberikan kebebasan bagi ruang untuk berpendapat
Pasal 3 UU itu berbunyi, setiap orang bebas mempunyai, mengeluarkan dan menyebar luaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan atau tulisan melalui media cetak maupun media cetak elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.
Abdul Basit Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (BEM UNJ) menyatakan, menolak segala bentuk pembungkaman kebebasan berekspresi yang telah diatur dalam Pasal 28 E ayat (2) UUD 1945 Amandemen II dan Pasal 3 UU No 39/1999. Ia juga mendorong semua pihak untuk menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi serta mengedepankan aspek penegakan hukum yang berkeadilan dan jauh dari politisasi. (DIONSIO DAMARA)