TGB: Keislaman Jokowi Diwujudkan dengan Kerja Nyata
Oleh
Khaerudin
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mantan wartawan yang juga politisi PPP, Usamah Hisyam, meluncurkan buku Satu Malam di Baitullah Bersama Joko Widodo pada Rabu (6/3/2019) malam di Jakarta. Peluncuran buku yang bercerita tentang kehidupan pribadi Presiden Jokowi itu bertujuan menepis berbagai kabar bohong, termasuk isu anti-Islam yang sering menimpa mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
Acara itu dihadiri sejumlah tokoh nasional, seperti Ketua Majelis Tinggi Partai Nasdem Surya Paloh, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, serta Mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat Muhamad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB).
Usamah Hisyam yang juga Direktur Utama Obsession Media Grup mengatakan, sebagian dari bahan penulisan buku itu didasarkan pada pengalamannya ketika menjadi koordinator umrah keluarga Jokowi pada tahun 2014. Selama memimpin rombongan umrah, Usamah menyaksikan ketaatan beribadah yang ditunjukkan Jokowi.
Contohnya, saat Jokowi menengadahkan tangannya sambil bercucuran air mata di Baitullah, Masjidil Haram Makkah, awal Juli 2014. Jokowi juga berdoa di Raudhah, tempat istimewa di Masjid Nabawi, Madinah, yang kerap disebut sebagai taman surga, lokasi dikabulkannya doa-doa. Raudhah hanya berjarak beberapa meter dari makam Rasulullah Muhammad SAW di Masjid Nabawi.
”Jokowi orang yang taat beribadah. Selama tiga hari memimpin rombongan, saya menyaksikan Jokowi memasrahkan diri kepada Allah. Beliau beribadah shalat, berpuasa, berzakat, bershalawat, dan berdoa,” kata Usamah.
Tuan Guru Bajang (TGB) menambahkan, keislaman Joko Widodo diamalkan dalam berbagai kerja nyata yang dituangkan dalam berbagai program strategis selama memimpin negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Misalnya, mewujudkan nilai keadilan melalui pembangunan infrastruktur yang dilakukan merata di seluruh wilayah Indonesia.
”Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling banyak menghadirkan kontribusi positif bagi siapa pun yang ada di sekitarnya,” ujar TGB.
Kabar bohong yang masif terjadi, kata TGB, dinilai kian melenceng dari karakter bangsa Indonesia yang masyarakatnya dikenal religius. Oleh karena itu, ajaran agama harus kembali dijadikan landasan berpijak untuk membangun interaksi dan kedekatan antara sesama anak bangsa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kabar bohong dan fitnah yang terus disemburkan kepada pribadi dan keluarga pemimpin, terutama Presiden, tidak hanya menghancurkan wibawa Jokowi. Namun, upaya itu juga berpotensi menghancurkan kehormatan bangsa.
”Jika wibawa dan kehormatan pemimpin hancur, kehormatan bangsa juga ikut hancur karena pemimpin merupakan cerminan dari suatu bangsa,” ujarnya.
Hoaks meningkat
Rudiantara mengatakan, semburan kabar bohong atau hoaks menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 kian mengkhawatirkan dan terus meningkat. Upaya pencegahan melalui pemblokiran berbagai akun media sosial penyebar kabar bohong dan penegakan hukum oleh aparat kepolisian belum mampu memberi efek jera.
”Agustus 2018 terdapat 25 hoaks yang berhasil diidentifikasi, Januari (2019) sebanyak 175 hoaks, Februari lalu 353 hoaks. Itu hoaks yang berhasil teridentifikasi. Potensi hoaks masih banyak lagi,” katanya.
Ia menambahkan, dari jumlah itu, ada 119 kabar bohong yang menyasar pemerintahan. Adapun kasus penyebaran berita bohong terbanyak ada pada isu politik sebesar 181 kasus dan yang berkaitan dengan kesehatan sebanyak 126 kasus.
Semburan kabar bohong itu telah menjadi fenomena yang berpotensi merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. (STEFANUS ATO)