Gerakan Jempol Pintar Tak Berkaitan dengan Politik Praktis
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS - Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam Maluku-Maluku Utara meluncurkan Gerakan Jempol Pintar dalam rangka kampanye melawan hoaks dan ujaran kebencian yang marak menjelang pemilihan umum. Ditegaskan, pemilihan diksi "jempol" dimaksud tidak ada kaitannya dengan pasangan calon presiden tertentu.
Peluncuran Gerakan Jempol Pintar itu berlangsung di Kota Ambon, Jumat (8/3/2019) petang. Sebelum peluncuran, terlebih dahulu digelar diskusi publik dengan narasumber Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar M Roem Ohoirat, Ketua Bawaslu Maluku Abdullah Ely, Sekretaris Masyarakat Anti Fitnah Indonesia Ambon Marvin Laurens, dan Ketua KPU Maluku Syamsul R Kubangun.
Ketua Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam Maluku-Maluku Utara Firdaus Arey mengatakan, munculnya Gerakan Jempol Pintar itu didasarkan atas keprihatian terhadap merebaknya ujaran kebencian dan berita bohong atau hoax melalui media sosial. Fenomena itu menguat menjelang pemilihan umum.
Banyak efek buruk yang ditimbulkan dari penyebaran itu. Hanya dalam waktu singkat setelah ibu jari atau jempol memposting atau membagikan kabar bohong atau berbau kebencian, kabar itu dengan cepat beredar. Banyak orang termakan dengan kabar tersebut sehingga dapat berpotensi menimbulkan kekacauan.
Saat disinggung terkait penggunaan diksi "jempol" yang berpotensi dikaitkan dengan pasangan calon tertentu, Firdaus mengatakan, diksi "jempol" dipilih mengingat ibu jari atau jempol sering digunakan untuk mengoperasikan fitur atau mengetik di layar telepon pintar. Pengguna telepon pintar lazim menggunakan jempol.
Ia membantah bahwa penggunaan diksi "jempol" bernuansa politis. Bagi dia, HMI merupakan wadah yang bebas dari pengaruh politik praktis. Jika ada penafsiran bahwa diksi "jempol" terkait pasangan calon presiden tertentu, hal itu merupakan hak publik untuk memberikan interpretasi.
"Kami tidak membatasi intepretasi publik soal itu, tetapi yang pasti sekali lagi Badko HMI Maluku-Maluku Utara menegaskan netral dan tetap independen dalam proses pemilu tahun 2019," kata Firdaus.
Tetap jaga keamanan
Roem dalam diskusi tersebut mengajak elemen mahasiswa agar ikut menjaga suasana tetap sejak di tengah dinamika politik yang cenderung memanas. Penetapan Maluku sebagai daerah rawan ke empat di Indonesia dalam pelaksanaan pemilu tahun ini perlu menjadi catatan penting. "Mari buktikan bahwa masyarakat Maluku sangat ingin menjaga kedamaian," ujarnya.
Hal itu sudah terbukti lewat pemilu sebelumnya. Pada pemilihan kepala daerah tahun 2018, Maluku dinyatakan sebagai daerah paling rawan kedua di Indonesia. Berkat kerjasama semua pihak, pilkada di Maluku berjalan dengan lancar. "Ini bukan kehebatan aparat keamanan, bukan juga kehebatan penyelenggara pemilu, melainkan kehebatan kita semua termasuk masyarakat," kata Roem.
Roem kembali mengingatkan bahaya hoaks yang telah terbukti menjerumuskan Maluku ke dalam konflik sosial bernuansa agama sekitar 20 tahun lalu. Masyarakat dihasut dengan kabar bohong dan ujaran kebencian. Akibatnya, hampir 10.000 orang meninggal akibat konflik yang berlangsung selama lebih kurang empat tahun itu.
Abdullah Eli menambahkan, pihaknya akan memperkuat pengawasan termasuk mengoptimalkan peran para mahasiswa yang melaksanakan kuliah kerja nyata di desa-desa. Bawaslu Maluku telah menjalin kerjasama dengan Universitas Pattimura Ambon lewat nota kesepahaman untuk melawan hoaks dan menciptakan pemilu yang jujur.