Kerugian Capai Rp 54 Miliar, Infrastruktur Sungai Mulai Diperbaiki
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
MADIUN, KOMPAS — Banjir masih melanda sejumlah daerah. Selain memprioritaskan penanganan terhadap penyintas, pemerintah mulai fokus pada perbaikan sejumlah infrastruktur yang rusak, terutama di sepanjang aliran sungai. Langkah itu diambil untuk mengembalikan kondisi sungai agar berfungsi maksimal saat terjadi hujan dengan intensitas tinggi.
Di Kabupaten Madiun yang sempat mengalami banjir paling parah, air sudah surut signifikan, Jumat (8/3/2019). Genangan tinggal di beberapa titik, di antaranya Desa Glonggong, Desa Garon, Desa Mlaten, dan Desa Klumprit. Selain itu, masih ada ratusan hektar sawah siap panen yang terendam. Sementara banjir di Tol Kertosono-Ngawi sudah surut.
Seiring banjir yang semakin surut, ribuan penyintas pun berbondong pulang ke rumah masing-masing. Mereka sibuk membersihkan rumah dari kotoran yang mengendap di dalam rumah, di perabot, dan di lingkungan sekitar. Namun, upaya pembersihan itu hampir sia-sia karena warga menggunakan air sisa banjir di tempat-tempat yang masih tergenang.
”Warga memerlukan pendistribusian air bersih yang memadai karena air sumur belum bisa digunakan. Bantuan air bersih yang ada sangat terbatas karena satu desa hanya dua tandon,” ujar Suminem, warga Desa Garon, Kecamatan Balerejo.
Kepala Desa Garon Kuswanto membenarkan jika warganya memerlukan bantuan air bersih, peralatan mandi atau alat kebersihan diri, dan selimut. Anak-anak sekolah juga memerlukan bantuan peralatan tulis-menulis serta kebutuhan lain seperti sepatu dan tas karena barang mereka terendam banjir bahkan banyak yang hanyut.
Kepala BPBD Madiun Supriyanto mengatakan, bantuan sukarelawan dan kebutuhan logistik terutama makanan untuk masyarakatnya yang terdampak banjir cukup banyak. Namun, ada beberapa kebutuhan yang memang masih terus diupayakan untuk dipenuhi seperti air bersih. Kendalanya keterbatasan jumlah tandon.
Kerugian besar
Banjir besar melanda Madiun sejak Selasa (5/3/2019). Tidak ada korban jiwa, tetapi kerugian material diperkirakan mencapai Rp 54 miliar. Nilai kerugian ini berpotensi bertambah karena pendataan masih berlangsung. Selain itu, masih adanya daerah yang tergenang menyulitkan petugas mendata kerugian secara maksimal.
Bupati Madiun Ahmad Dawami mengatakan, total luas wilayah yang terdampak banjir tercatat 12 kecamatan dengan jumlah desa 57 desa. Jumlah keluarga yang terdampak 5.707. Adapun luasan lahan pertanian yang terendam mencapai 497 hektar mayoritas tanaman padi siap panen. Selain itu, sedikitnya 10 ekor sapi, 69 ekor kambing, dan 4.058 ekor ayam mati.
”Selain lumbung pangan, di Madiun juga banyak usaha mikro kecil menengah yang kegiatan usahanya terganggu bahkan berhenti total karena banjir. Mereka butuh perhatian karena peralatan usahanya banyak yang rusak sehingga kesulitan berproduksi lagi,” kata Ahmad Dawami.
Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan siap membantu Kabupaten Madiun melalui sinergi sejumlah BUMN. Misalnya bantuan kredit modal usaha dari perbankan untuk pelaku UMKM. Pihaknya juga meminta Perum Bulog membantu petani, antara lain untuk pengeringan gabah atau kegiatan pascapanen yang mengalami kendala.
Perbaikan infrastruktur
Seiring surutnya banjir, warga bersama petugas Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo terlihat bekerja bakti memperbaiki tanggul yang rusak salah satunya parapet sepanjang 20 meter di Desa Balerejo. Satu unit beckhoe besar dikerahkan untuk menutup titik yang jebol. Sementara masyarakat bergotong royong membuat kantong pasir-kantong pasir. Kantong pasir itu disusun sebagai dinding lapis kedua dan menambal kerusakan kecil.
Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Hari Suprayogi mengatakan, banjir yang melanda Kabupaten Madiun merupakan terbesar selama 33 tahun terakhir. Banjir terjadi karena Kali Jeroan tidak mampu menampung debit air yang pada saat banjir mencapai 1.060 meter kubik per detik, sementara daya tampungnya hanya 800 meter kubik per detik.
”Meningkatnya volume air di Kali Jeroan disebabkan oleh hujan yang ekstrem. Curah hujan rata-rata di Madiun dulu sekitar 50 milimeter per jam. Kemarin (5-7 Maret) curah hujannya 150 milimeter per jam. Hujan lebat itu berlangsung lebih dari tiga jam,” ujar Hari Suprayogi.
Selain menyebabkan putusnya parapet sepanjang 20 meter di Desa Balerejo, luapan Kali Jeroan juga menyebabkan tanggul jebol di beberapa titik. Luapan sungai ini menggenangi kawasan seluas 253 hektar di enam desa, termasuk ruas Tol Kertosono-Ngawi Km 603 dan 604 sepanjang 1 kilometer.
Upaya penanganan darurat tanggul jebol dilakukan dengan memasang tumpukan kantong pasir. Sementara penanganan permanen telah dianggarkan dana Rp 10 miliar untuk perbaikan parapet dan tanggul-tanggul yang kondisinya kritis. Selain itu, ada 15 kilometer parapet yang akan direhabilitasi karena umurnya lebih dari 20 tahun.
Sementara itu, data Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Kabupaten Madiun menyebutkan, jumlah total infrastruktur yang terdampak antara lain tujuh sayap dam pada Dam Sidorejo, Brawok, Gendong, Kali Gunting, Kaliabu, Serut, dan Nampu. Selain itu, kerusakan terjadi pada tujuh saluran sekunder yang berada di Sidorejo, Wates, Bangunsari, Pacinan, BNP2, Tebon, dan Cau.
Banjir telah merusak tiga jembatan, yakni Jembatan Kertosari, Jembatan Tebon, dan Jembatan Tawangrejo. Selain banjir, hujan dengan intensitas tinggi di Madiun juga mengakibatkan longsor pada jalan Segulung-Suluk dan longsor pada bahu jalan Caruban-Ngawi.