Koran "The Age" Bayar Kompensasi Rp 1,8 Miliar atas Trauma Wartawannya
Oleh
Harry Bhaskara, dari Brisbane, Australia
·3 menit baca
BRISBANE, KOMPAS -- Koran kondang di Australia, "The Age", yang berbasis di Melbourne, diminta membayar kompensasi sebesar 180.000 dolar Australia (sekitar Rp 1,8 miliar) kepada seorang wartawannya di bidang liputan kriminal yang sudah bekerja selama 10 tahun atas trauma yang dideritanya.
Permintaan itu diputuskan oleh sebuah pengadilan di Melbourne bulan lalu, seperti diungkap laman The Conversation.com, Rabu (6/2/2019). Ini keputusan pertama di Australia yang bisa menggetarkan ruang redaksi di seluruh dunia. Pada tahun 2012, seorang wartawan lain menuntut surat kabar yang sama tanpa hasil.
Pengadilan Victorian County Court menjatuhkan putusannya pada 22 Februari 2019 sebagai kompensasi atas "luka batin" yang diderita sang perempuan wartawan, yang hanya disebut dengan nama "YZ\' untuk melindungi identitasnya, saat bekerja dari tahun 2003 sampai 2013.
News.com melukiskan pengalaman perempuan reporter itu, antara lain, sering melihat tubuh orang-orang mati dengan bercak darah di mana-mana. YZ juga berhari-hari di tempat pembuangan sampah ketika polisi menemukan potongan tubuh seorang wanita yang dicincang oleh suaminya. Ia juga pernah diancam oleh istri seorang gembong geng yang sangar.
Selama sepuluh tahun kariernya, YZ melaporkan sebanyak 32 pembunuhan dan sejumlah kasus lain dari pengadilan. Ia juga meliput perkelahian antar geng, lalu juga melaporkan peristiwa yang menyangkut pembunuhan anak-anak, seperti kasus Darcey Freeman (4) yang dibuang oleh ayahnya dari jembatan West Gate pada 2009.
Ketika mengatakan dirinya jenuh dengan liputan pembunuhan, YZ dipindah ke liputan bagian olahraga. Namun, seorang atasan kemudian membujuknya untuk meliput Mahkamah Agung yang membuatnya kembali bergulat dengan detail-detail tindakan kriminal yang mengerikan, termasuk pengadilan terhadap ayah Freeman. Akibat trauma yang dideritanya, YZ mengundurkan diri dari "The Age" pada 2013.
Empat tuntutan
Dalam tuntutannya, YZ mengatakan bahwa surat kabar "The Age": pertama, tidak memiliki sistem yang membantunya melawan trauma yang dideritanya; kedua, gagal memberi dukungan dan pelatihan dalam peliputan yang membawa trauma, termasuk dukungan antar-wartawan; ketiga, tidak melakukan apa-apa ketika dia dan wartawan lain mengeluh; dan keempat, memindahkannya ke peliputan pengadilan ketika ia tak sanggup lagi mengatasi trauma yang dideritanya akibat peliputan di bidang kriminal.
Surat kabar "The Age" mengatakan, pihaknya tidak yakin YZ menderita stres pasca-trauma (post-traumatic stress disorder atau PTSD). Bahkan, walaupun misalnya ada program untuk mendukungnya mengatasi trauma, demikian dalih "The Age", apa yang dialaminya akan tetap sama.
"The Age" membantah bahwa pihaknya tahu atau seharusnya tahu ada risiko luka batin pada wartawannya. Menurut "The Age", YZ sadar bahwa "pekerjaannya berisiko besar untuk mengalami luka batin".
Hakim Chris O’Neill mengatakan, bukti yang diajukan YZ lebih masuk akal daripada yang diajukan "The Age", walaupun luka batin yang diderita membuat YZ kesulitan dalam menjawab pertanyaan dalam interogasi di pengadilan.
Ini keputusan bersejarah–pertama kali di dunia setahu saya--bahwa sebuah organisasi media dinyatakan bersalah pada kasus wartawan yang menderita PTSD.
The Conversation mengutip Bruce Shapiro, Direktur Eksekutif Dart Center, sebuah lembaga di Amerika Serikat yang mempelajari trauma dalam dunia kewartawanan, dalam laporannya. Shapiro mengatakan, "Ini keputusan bersejarah–pertama kali di dunia setahu saya--bahwa sebuah organisasi media dinyatakan bersalah pada kasus wartawan yang menderita PTSD”.
Budaya redaksi
Selama ini hampir tak pernah terdengar ada wartawan menuntut media tempat dia bekerja karena PTSD atau stres pasca-trauma. Budaya redaksi menuntut wartawan menaati perintah, termasuk mewawancarai keluarga yang berduka.
Kemampuan terutama wartawan baru sangat disorot dalam kunjungan untuk peliputan ke rumah bagi keluarga yang terdampak musibah. Budaya ini menjadi halangan bagi wartawan untuk mengatakan apa yang mereka rasakan karena takut dianggap lemah atau tak layak menjadi wartawan.
Masukan yang diterima Hakim O’Neill mencakup, antara lain, betapa budaya tersebut masih berjaya di ruang redaksi. YZ mengatakan, liputan bagian kriminal disebut “dunia laki-laki” yang membawa pesan tersirat, yakni “jangan kemayu, Tuan Putri”.
Kasus YZ, menurut The Conversation, menunjukkan surat kabar "The Age" yang terbit tahun 1854 itu gagal belajar dari kasus sebelumnya. Seorang saksi yang juga kepala bagian pelatihan di surat kabar itu mengatakan, ia frustrasi karena gagal membujuk pimpinan untuk membuat pelatihan dan program pendukung yang tepat. Hakim O’Neill mengatakan, pernyataan saksi ini sangat membantu.
Situs Dart Center memuat sejumlah tip untuk menolong wartawan melindungi diri. Kasus YZ, menurut The Conversation, tidak saja mengungkap apa yang dialami wartawan, tetapi juga tindakan para editor dan pimpinan media. ABC dikenal berada di garda depan. Media nasional Australia ini sudah sepuluh tahun memiliki program dukungan antar-wartawan.