Masyarakat di 14 desa di sekitar Danau Rawapening, Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, mendukung program revitalisasi danau. Program ini penting untuk mewujudkan kelestarian dan penataan ekosistem Rawapening, yang telah ditetapkan sebagai bagian dari 15 danau di Indonesia yang mendesak direvitalisasi.
Oleh
WINARTO HERUSANSONO
·2 menit baca
UNGARAN, KOMPAS — Masyarakat di 14 desa di sekitar Danau Rawapening, Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, mendukung program revitalisasi danau. Program ini penting untuk mewujudkan kelestarian dan penataan ekosistem Rawapening, yang telah ditetapkan sebagai bagian dari 15 danau di Indonesia yang mendesak direvitalisasi.
Program revitalisasi itu secara resmi akan disahkan pada 14 Maret 2019 di obyek wisata Bukit Cinta, Banyubiru, Kabupaten Semarang. Pengukuhannya akan disahkan dengan penandatanganan perwakilan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Selain itu, ada juga pihak Pemerintah Provinsi Jateng, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Badan Informasi Geospasial, serta Kementerian Agraria dan Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jateng Sudaryanto, Jumat (8/3/2019), menjelaskan, dukungan masyarakat menjadi modal penting menata Rawapening ke depan.
”Warga menyadari kehidupan makin tidak nyaman akibat pendangkalan. Mereka tidak pernah membayangkan, danau yang pernah memiliki kedalaman 10 meter sampai 15 meter, kini menyusut. Sedimentasi hebat dalam 10 tahun terakhir, menyebabkan danau itu dangkal mulai 1 meter hingga terdalam hanya 3 meter,” ujar Sudaryanto.
Kepala Desa Bejalen di Kecamatan Ambarawa Nowo Sugiarto mendukung program revitalisasi. Sebagai desa paling barat, langsung berbatasan dengan tepian danau, warga Bejalen merasakan dampak sedimentasi. Warga desa di lembah Gunung Telomoyo ini tidak pernah membayangkan akan terdampak banjir, saat air danau pasang. Tinggi air antara 20-30 sentimeter. Lebih kurang 600 keluarga terdampak fenomena pasang itu.
Tokoh masyarakat Desa Asinan, Kecamatan Tuntang, Kasihan menuturkan, pihaknya telah menyiapkan lokasi wisata di kawasan Jembatan Biru. Jembatan biru merupakan jembatan yang dibangun oleh swadaya desa, sebagai sarana bagi warga dan wisatawan menuju ke tengah danau.
Di tengah danau telah disiapkan warung apung. Warung apung tak hanya menyediakan kuliner bagi wisatawan, tapi juga sebagai dermaga kecil untuk tambat perahu-perahu wisata dikelola pegiat desa.
”Akan tetapi, pendangkalan merusak gulma eceng gondok menyebabkan warung apung tidak bisa beroperasi. Perahu wisata nelayan telantar karena bocor terjebak pendangkalan. Pendapatan pemilik perahu yang sekali sewa keliling Rp 200.000 sudah setengah tahun mati suri,” ujar Kasihan.
Kepala Bidang Perikanan Dinas Pertanian Perikanan dan Pangan Kabupaten Semarang Sukantono mengatakan, revitalisasi berpotensi mengembalikan kehidupan ideal petani budidaya ikan di Rawapening. Saat ini, masih ada 1.500 petani budidaya ikan yang pendapatannya jatuh akibat sedimentasi.
”Program revitalisasi Rawapening yang digarap pemerintah pusat sangat penting memulihkan kehidupan masyarakat sekaligus melestarikan Danau Rawapening,” katanya.