Di berbagai negara, berita bank membeli usaha rintisan tekfin (teknologi finansial) adalah sesuatu yang jamak dan marak terjadi. Mereka menginvestasikan dananya dengan memasuki berbagai usaha rintisan yang bergerak dari mulai sistem pembayaran, pinjaman antarpihak, penakaran risiko kredit, dan lain-lain. Adalah sesuatu yang mengagetkan ketika ada kejadian sebaliknya, usaha rintisan membeli sebuah bank. Apakah yang sedang terjadi? Apakah bank akan musnah?
Ini kisah usaha rintisan di Jerman bernama Raisin yang telah bekerjasama dengan 62 bank di Eropa dan pada Kamis kemarin membeli sebuah bank bernama MHB Bank of Frankfurt. Bank ini telah dikenal sebagai bank yang telah lama melayani pelanggan. Dengan 160.000 pelanggan, Raisin telah menjangkau 31 negara dengan dana yang berasal dari pihak ketiga mencapai 11 milliar dollar AS. Usaha rintisan ini telah mendapat pendanaan hingga seri D pada bulan Februari lalu dengan valuasi 114 miliar dollar AS.
CEO Raisin Tamaz Georgadze seperti dikutip situs Finextra mengatakan, bersama MHB pihaknya ingin melanjutkan pengembangan dan secara mulus melakukan integrasi layanan yang diberikan kepada nasabah, bank partner, dan rekanan distribusi. Pendanaan seri D yang didapat di atas, digunakan untuk akuisisi tersebut dan ekspansi internasional.
Dengan akuisisi itu, MHB diharapkan bisa bertumbuh layanannya ke seluruh Eropa. Mereka juga berharap layanan bank ini meningkat lebih baik serta berkesinambungan. Raisin ingin agar MHB mampu meningkatkan jumlah tabungan sesuai dengan layanan standar perbankan Eropa.
Langkah Raisin ini sebenarnya telah dipikirkan oleh beberapa kalangan sejak beberapa waktu lalu, namun belum ada yang mengambil langkah. Pada tahun 2017, sebuah artikel yang ditulis Tanaya Macheel di situs Tearsheet memprovokasi kalangan usaha rintisan. Ia mengawali tulisannya dengan judul, Should Fintech Start Up Buy Banks?. Haruskah Usaha Rintisan Membeli Bank?
Rencana pembelian seperti itu sebenarnya telah beredar di kalangan perusahaan teknologi raksasa, seperti Facebook, Google, dan Amazon. Akan tetapi tidak berlanjut. Sebuah rumor pernah beredar beberapa tahun lalu bahwa Amazon hendak membeli sebuah perusahaan keuangan Capital One. Akan tetapi konsep bisnis yang hendak digunakan, dinilai sulit berkembang dan juga tak sesuai skenario yang diinginkan perusahaan teknologi itu sehingga rencana itu tak berjalan.
Tanaya mengatakan, usaha rintisan umumnya mampu menyediakan solusi keuangan melampaui perbankan, namun mereka memiliki kelemahan yaitu tidak memahami bisnis inti dari industri bank. Mereka baru mendisrupsi layanan di depan saja, namun mereka belum memahami layanan di balik industri perbankan.
Padahal bisnis inti bank adalah pergerakan di balik layar dibanding layanan-layanan yang ada dan tampak di masyarakat. Salah satu kunci dari bsinis perbankan adalah integrasi dari berbagai layanan yang berbeda-beda dan ini yang tidak dipahami oleh usaha rintisan. Sisi di belakang layar inilah yang membuat bisnis perbankan berjalan sejauh ini.
Rencana pembelian seperti langkah Raisin tidak mudah karena perbankan memiliki aturan sendiri, sementara tekfin juga memiliki aturannya sendiri. Secara aturan, selama ini tekfin dibatasi dan tidak bisa bermain di seluruh area bisnis bank. Usaha rintisan tentu tidak mau diatur seperti perbankan. Raisin sendiri masih menunggu persetujuan dari regulator terkait pembelian MHB. Otoritas pasti akan mengecek semua prosedur agar mereka tetap berada di koridor aturan perbankan. Kita masih menunggu babak akhir dari akuisisi ini.
Tanaya mengatakan, usaha rintisan umumnya mampu menyediakan solusi keuangan melampaui perbankan, namun mereka memiliki kelemahan yaitu tidak memahami bisnis inti dari industri bank.
Akan tetapi rumor di kalangan industri perbankan, baik di dalam maupun di luar negeri, tentang “kerjasama” perbankan dengan usaha rintisan bukan merupakan gosip baru. Di Indonesia beberapa usaha rintisan menggandeng mantan pejabat Bank Indonesia di jajaran eksekutif dan komisaris. Sudah barang tentu mereka dimintai pendapat terkait dengan masalah seperti di atas. Di beberapa negara, sejak beberapa tahun lalu juga muncul gosip tentang rencana pembelian bank oleh usaha rintisan namun belum terealisasi.
Di samping masalah aturan, tantangan dalam akuisisi perbankan oleh usaha rintisan tekfin adalah perhitungan nilai perusahaan atau valuasi. Selama ini, perusahaan perbankan mapan, dinilai berdasarkan sejarah pendapatan dan juga nilai buku yang nyata. Sementara, tekfin menggunakan valuasi berdasarkan potensi pertumbuhan yang biasanya nilainya jauh dari pendapatan usaha. Cara perhitungan valuasi yang berbeda ini perlu diselesaikan agar memberi gambaran masing-masing secara nyata.
Tanaya dalam tulisannya mengatakan, bila saja usaha rintisan membeli bank maka mereka akan membeli bank kecil. Akan tetapi mereka akan bekerjasama dengan bank lain sehingga akan muncul sebagai kompetitor bank-bank mapan. Dengan layanan selama ini, usaha rintisan tekfin akan mempertahankan warisan layanan namun akan melakukan ekspansi layanan dan produk dengan menggunakan teknologi yang dikuasai.
Melihat semua perkembangan dan berbagai tantangannya, termasuk aturan yang ada, maka sebenarnya pembelian bank oleh tekfin atau sebaliknya, tidak sepenuhnya bisa disebut akuisisi. Istilah yang tepat mungkin berpartner. Bank akan tetap eksis dengan layanan inti di belakang layar yang bakal sulit dijalankan oleh tekfin, namun di garis depan dengan bantuan teknologi layanan tekfin melaju menjangkau konsumen dengan lebih cepat dan mudah.