Hendra Setiawan dan Mohammad Ahsan telah berusia di atas 30 tahun, tetapi motivasi mereka untuk menang tak pernah padam. Kali ini, di All England, mereka merintis jalan untuk mengulang juara lima tahun lalu.
BIRMINGHAM, JUMAT Ganda putra bulu tangkis Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan kembali menunjukkan bahwa usia dan status pemain profesional tak menyurutkan motivasi mereka untuk meraih hasil terbaik dalam setiap turnamen. Pasangan yang menjadi panutan pemain-pemain muda itu akan tampil di semifinal All England, turnamen bergengsi yang mereka juarai pada 2014.
Hendra/Ahsan akan tampil dalam semifinal di Birmingham Arena, Sabtu (9/3/2019), setelah menang atas Mark Lamsfuss/Marvin Seidel (Jerman), 21-12, 21-13. Lawan di semifinal adalah pemenang antara Han Chengkai/Zhou Haodong (China) dan Takeshi Kamura/Keigo Sonoda (Jepang) yang bersaing pada perempat final sesi kedua, mulai pukul 17.00 waktu setempat atau pukul 24.00 WIB.
”Alhamdulillah kami bisa menang hari ini. Kami bersyukur dan harus tetap fokus. Pada gim kedua, kami sempat ketinggalan. Jadi, harus benar-benar fokus. Kalau tidak, bisa terkejar lawan,” tutur Ahsan seperti disampaikan kepada Humas PP PBSI di Birmingham.
Ini menjadi semifinal pertama Hendra/Ahsan, masing-masing 34 tahun dan 31 tahun, di All England setelah mereka juara pada 2014 dan mencapai semifinal pada debut sebagai pasangan, setahun sebelumnya. Pada 2012, Hendra berpasangan dengan Markis Kido, sementara Ahsan bersama Bona Septano (adik Kido).
Setelah 2014, mereka selalu tersingkir pada babak kedua 2015, 2016, dan 2018. Adapun pada 2017, Hendra yang berpasangan dengan Tan Boon Heong (Malaysia) tersingkir pada babak pertama, sementara Ahsan/Rian Agung Saputro kalah pada babak kedua.
”Kami tidak mau berpikir soal juara dulu. Di semifinal besok lawannya juga bagus,” kata Hendra. Statistik pertemuan, 2-0, sebenarnya memperlihatkan keunggulan Hendra/Ahsan atas Han/Zhou. Namun, dalam peringkat dunia, kedua pasangan hanya berselisih satu tingkat, Hendra/Ahsan pada posisi ketujuh, Han/Zhou berperingkat kedelapan.
Han/Zhou adalah satu dari sedikit pasangan yang unggul dalam statistik pertemuan dengan ganda nomor satu dunia, Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon. Mereka unggul, 3-1, atas ganda berjulukan ”Minions” itu.
Hendra/Ahsan juga unggul, 2-1, atas Kamura/Sonoda yang berperingkat ketiga dunia. Namun, tak boleh ada kata lengah saat berhadapan dengan salah satu dari kedua pasangan tersebut. ”Mereka semua pemain cepat, tenaganya besar. Kami harus tingkatkan fokus, kalau sudah tanding begini tidak bisa tingkatkan apa-apa lagi kecuali fokus di lapangan,” kata Ahsan.
Sejak awal 2019, Hendra/Ahsan menjadi pemain profesional. Ini menjadi yang ketiga kali bagi Hendra, setelah 2012 dan 2017, dan pertama bagi Ahsan. Meski demikian, mereka masih diminta berlatih di pelatnas bulu tangkis Cipayung oleh PP PBSI.
Juara dunia 2013 dan 2015 itu tak hanya menjadi rekan latih tanding, tetapi juga contoh bagi Kevin dan kawan-kawan. Meski fisik dan gerakan tak secepat ketika berusia 20-an tahun, disiplin dan motivasi mereka patut dicontoh pemain-pemain lebih muda.
Hendra pun beberapa kali mengatakan, bermain profesional, di mana mereka harus mengurus semua kebutuhan sendiri, tidak menyurutkan semangat untuk berprestasi. Itu justru menjadi penambah motivasi, termasuk untuk lolos ke Olimpiade Tokyo 2020.
Pada 2019, selain mencapai semifinal All England, ganda yang diberi julukan ”The Daddies” (para ayah) oleh penggemar ini lolos ke final Indonesia Masters. Namun, dalam laga puncak, mereka kalah dari Kevin/Marcus.
Owi/Winny terhenti
Langkah Tontowi Ahmad/Winny Oktavina Kandow akhirnya dihentikan juara bertahan ganda campuran, Yuta Watanabe/Arisa Higashino (Jepang), 22-24, 19-21, pada perempat final.
Owi/Winny mampu memberi perlawanan ketat kepada pasangan peringkat ketiga dunia tersebut. Akan tetapi, mereka tak mampu mengatasi taktik lawan yang selalu menempatkan kok pada area yang sulit dijangkau.
Winny pun masih kurang matang dalam menempatkan diri ketika lawan memorak-perandakan posisi mereka. Tak pelak, Owi harus bekerja keras menutup area kosong yang ditinggalkan Winny.
Mereka sebenarnya berpeluang memenangi gim pertama ketika unggul 20-17. Namun, lawan justru berbalik menang. ”Ini pelajaran buat kami karena gampang buang poin. Pada pertandingan sebelumnya, kami sudah unggul tiga-empat poin, tetapi mudah dikejar,” kata Owi.
Owi pun memberi pesan kepada Winny, pemain berusia 20 tahun yang menggantikan posisi Liliyana ”Butet” Natsir setelah pensiun. Tampil pada turnamen-turnamen level tinggi, Winny akan bertemu pemain-pemain top dunia.
”Winny sekarang melawan pemain berpengalaman, itu enggak gampang. Kalau membuat kesalahan pada tengah gim, tidak apa-apa, tetapi kalau sudah di akhir gim tidak boleh buang poin, ini kebiasaan,” kata Owi menjelaskan. (IYA)