Mengukur Kesuksesan Sekuel Film di Indonesia
Hampir semua film sekuel di Indonesia dibuat dari film pertama yang telah mencapai sukses, terutama dari jumlah penonton. Oleh karena itu, sudah sejak awal keberadaannya, sebuah film sekuel selalu dibandingkan dengan film pertama. Bahkan, ukuran kesuksesan bagi film sekuel selalu dibandingkan dengan film pertama. Adakah cara lain menilainya?
Cenderung Menurun
Dari data film-film Indonesia pasca tahun 2000, terdapat minimal 14 film yang dibuat sekuelnya, mulai dari film Ada Apa Dengan Cinta pada 2002 hingga Dilan 1990 yang diluncurkan pada 2018.
Dari 14 film tersebut, kebanyakan sekuel film Indonesia mengalami penurunan jumlah penonton. Sekuel film yang mengalami penurunan penonton paling tajam adalah Laskar Pelangi.
Film Laskar Pelangi (2008) diambil dari judul dengan novel Andrea Hirata dengan judul yang sama. Sekuelnya mengambil judul Sang Pemimpi (2009), dengan sutradara Riri Riza. Film ini bercerita tentang perjuangan anak-anak dari daerah tertinggal untuk meraih mimpi-mimpinya.
Laskar Pelangi (2008) mampu meraup penonton hingga 4,7 juta. Sedangkan sekuelnya tak mampu menyamai prestasi film pertama, hanya 2 juta penonton atau turun 40 persen.
Penurunan jumlah penonton di film kedua tak menyurutkan semangat sutradara Benni Setiawan untuk memproduksi film ketiga, yaitu Laskar Pelangi 2: Edensor (2013). Film ketiga dari Laskar Pelangi makin tergerus popularitasnya. Penurunan jumlah penonton mencapai 67,38 persen.
Jika dirata-rata, ketiga seri Laskar Pelangi kehilangan 53,87 persen atau 2,2 juta penontonnya.
Kondisi serupa dialami sekuel film terlaris sepanjang tahun 2007-2019, Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss. Film karya sutradara Anggy Umbara ini mengangkat kembali tiga tokoh legendaris film komedi Indonesia, yaitu Dono, Kasino, dan Indro. Ketiga nama tersebut sudah tidak asing di telinga masyarakat Indonesia karena film-film yang mereka bintangi telah beredar sejak tahun 1980-an.
Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss part 1 tahun 2016 berhasil meraih 6,9 juta penonton. Tak berselang lama, tahun 2017 dirilis Warkop DKI Reborn part 2. Akan tetapi, nasib sang sekuel tak sebaik film perdananya. Film kedua ini turun hingga 25,37 persen atau turun sebesar 2,8 juta penonton.
Tak hanya sekuel Laskar Pelangi dan Warkop DKI yang mengalami penurunan jumlah penonton, sebesar 64,3% film sekuel Indonesia mengalami penurunan jumlah penonton. Film Jailangkung (2017 dan 2018) turun 25,97 persen. Film Bulan Terbelah di Langit Amerika (2015 dan 2016) turun 22,35 persen. Film The Raid (2012 dan 2014) turun 12,52 persen. Sementara, film Ayat-ayat Cinta yang memiliki jeda sekitar 9 tahun, tetap turun pada sekuelnya hingga 12,83 persen.
Tak Semua Dibuat Sekuel
Bila memang tren penonton film sekuel menurun, mengapa tetap dibuat film sekuel?
Walaupun data jumlah penonton sekuel film Indonesia menunjukkan tren penurunan, dibandingkan dengan film pertamanya, ternyata penurunannya tak lebih dari 42%.
Angka tersebut mungkin bisa menjadi pegangan bagi para produser film Indonesia yang berniat untuk membuat sekuel bagi film mereka.
Dengan mengandalkan angka penurunan sebesar 42%, dapat dilihat bahwa hanya film-film dengan penonton lebih dari 1 juta saja yang kemudian dibuat sekuelnya. Perkecualian terdapat pada film Bulan Terbelah di Langit Amerika (2015) dengan 900 ribu penonton dan The Doll (2016) dengan 500 ribu penonton.
Hitung-hitungan pendapatan terhadap film sekuel yang akan dibuat dari film dengan 1 juta penonton dapat diperkirakan dari membagi dua jumlah penonton film. Dengan perolehan penonton film hingga 1 juta, dapat diharapkan, minimal 500 juta penonton akan didapatkan dari sekuelnya.
Semata melihat kemungkinan pendapatan dari separuh penonton film yang akan dibuat sekuel, ternyata tak menggerakkan semua produser membuat sekuel untuk film mereka. Artinya, tak semua film Indonesia yang laris, dengan minimal 1 juta penonton, dari tahun 2007-2017, segera dibuat sekuelnya dalam satu atau dua tahun kemudian.
Dari 45 film yang mencapai lebih dari 1 juta penonton antara 2007 hingga 2017, sejumlah 13 film merupakan film yang telah dibuat sekuelnya dan 10 film merupakan sekuel film pertama dan kedua. Sisanya, atau 22 film, merupakan film dengan penonton lebih dari 1 juta penonton yang tidak/belum dibuat sekuelnya.
Dengan demikian, hanya sekitar 37% film Indonesia berpenonton lebih dari 1 juta yang dibuat sekuelnya. Artinya, masih ada 63%, atau 22 film berpenonton lebih dari 1 juta yang tidak/belum dibuat sekuelnya.
Yang Naik: Sepertiga
Sebaliknya, jumlah film sekuel dalam negeri yang mampu mencetak tren positif hanya 35,7%.
Yang perlu disebut pertama adalah film Ada Apa Dengan Cinta 2 (2016) yang mencatatkan jumlah penonton, 3,6 juta setelah 14 tahun berselang dari film pertama. Jumlah tersebut jauh melampaui pencapaian film pertamanya pada 2002 yang berada di kisaran satu juta penonton.
Sekuel film Indonesia lain yang mengalami kenaikan jumlah penonton adalah Comic 8: Casino Kings part 2 (2016) yang naik 20,4%. Ada juga film Surga yang tak Dirindukan 2 (2017) yang naik 3,6% dari penonton film pertamanya pada tahun 2015.
Contoh yang unik adalah film The Doll 2 (2017). Film ini naik 122% dari pencapaian pertamanya pada tahun 2016. Hal yang lebih menarik, film pertama, yakni The Doll (2016) sendiri tidak masuk dalam jajaran film dengan penonton lebih dari 1 juta, bahkan tidak masuk dalam jajaran 10 film terlaris pada tahun tersebut. Film ini hanya ditonton oleh 500 ribu penonton. Akan tetapi, sekuel tetap dibuat dan hasilnya mengejutkan karena mampu meraih 1,2 juta penonton.
Dukungan Penonton Film Indonesia
Munculnya sekuel film Indonesia tak dapat dilepaskan dari kenaikan jumlah penonton yang mengapresiasi film-film Indonesia.
Sempat turun di tahun 2013, minat masyarakat ternyata terus naik hingga lima tahun berikutnya. Euforia terhadap film Indonesia memuncak tahun 2016 yang mencatat ada 30,3 juta penonton. Sementara tahun 2017-2018 jumlah penonton mengalami penurunan sejumlah 1-2 juta penonton.
Tingginya jumlah penonton tahun 2016 disebabkan munculnya film-film legendaris. Selain itu, terdapat setidaknya enam film komedi yang dirilis, yaitu Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss part 1, My Stupid Boss, Cek Toko Sebelah, Hangout, Koala Kumal, dan Comic 8: Casino Kings Part 2. Film-film tersebut mampu menjadi sarana penyegaran masyarakat Indonesia.
Film berikutnya adalah biografi tokoh nasional, yaitu Rudy Habibie. Film ini bercerita tentang masa muda seorang teknokrat dan presiden RI ke-3, BJ Habibie. Tahun 2016 juga diwarnai beberapa film asmara, termasuk kisah asmara legendaris antara Rangga dan Cinta, yaitu Ada Apa Dengan Cinta 2.
Sementara tahun 2017 dikejutkan dengan film horor peraih 21 penghargaan, yaitu Pengabdi Setan. Seri kedua Warkop DKI Reborn pun turut memeriahkan layar bioskop Indonesia.
Kejutan kembali muncul di tahun 2018, saat kisah asmara Dilan dan Milea dirilis. Film Dilan 1990 mampu memikat 6,3 juta penonton di seluruh Indonesia. Perjalanan asmara keduanya seakan membangkitkan memori masa-masa indah di SMA. Sekuelnya, film Dilan 1991 (2019) pun berangsur naik menempati posisi tujuh dalam sepuluh besar film terlaris di Indonesia sepanjang 2007-2019.
Dari data film terlaris di Indonesia sepanjang 2007-2019, tampak bahwa tiga film sekuel berhasil menempati posisi 10 besar, yakni Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss Part 2 (2017), Dilan 1991 (2019), dan Apa Apa Dengan Cinta 2 (2016).
Tak Dirancang Sejak Awal
Dari data sekuel film Indonesia dalam kurun waktu 2007-2019 yang hampir selalu menurun dari sisi penonton, dapat ditarik satu dugaan umum.
Sangat mungkin bahwa sekuel film Indonesia memang tidak sejak awal dirancang sebagai sekuel. Artinya, pertimbangan dibuatnya sekuel ditentukan oleh banyak sedikitnya penonton yang berhasil diperoleh oleh fim pertama. Ketika banyak penonton, film dibuat sekuel, ketika sedikit, tak dibuat sekuel.
Pertimbangan dibuatnya sekuel membonceng kesuksesan film pertama. Ide cerita akan diulang hingga benar-benar habis daya pikatnya. Tak heran, hanya 30% sekuel yang berhasil duduk di top 10 film terlaris dalam kurun waktu 2007-2019. Hampir selalu, pencapaian sekuel berada di belakang film pertamanya.
Selain itu, sebagian besar sekuel (tidak semua) dibuat berdasarkan film yang mampu menembus lebih dari 1 juta penonton. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa sekuel film di Indonesia tidak didesain untuk bersaing dengan film-film pencapai posisi film terlaris, tetapi semata memperpanjang usia popularitas film pendahulunya.
Dengan demikian, kesuksesan film sekuel di Indonesia tak semata harus diukur dari perbandingannya dengan film pertama. Akan tetapi, ketika film tersebut mampu mendapatkan kursi separuh dari film sebelumnya, film tersebut layak disebut sekuel film Indonesia yang sukses. (YOESEP BUDIANTO/LITBANG KOMPAS)