Pertumbuhan Ekonomi dan Perilaku Pemilih
Analisis terhadap kinerja perekonomian di seluruh daerah pemilihan legislatif pada Pemilu 2019 memperlihatkan adanya korelasi antara kinerja ekonomi suatu wilayah dan perilaku pemilihnya.
Wilayah dengan rerata pertumbuhan ekonomi tinggi mempunyai kecenderungan partisipasi politik pada pemilu yang relatif tinggi. Sebaliknya, wilayah dengan rerata pertumbuhan ekonomi rendah cenderung memiliki partisipasi politik rendah.
Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah menunjukkan akumulasi ekonomi berupa pertambahan barang dan jasa yang dicapai oleh suatu wilayah pada kurun waktu tertentu.
Jika 80 daerah pemilihan (dapil) anggota DPR RI pada Pemilu 2019 ditempatkan dalam kategori itu, ada kelompok dapil yang rata-rata pertumbuhan ekonominya rendah atau di bawah rata-rata (5,63 persen) dan dapil yang pertumbuhannya tinggi atau di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi 2013-2017.
Hasil analisis menunjukkan, di 40 dari 80 dapil di Indonesia rerata pertumbuhan ekonominya berada di bawah rerata pertumbuhan 80 dapil. Sementara 40 dapil lainnya tumbuh di atas rata-rata nasional.
Dari lima daerah pemilihan dengan rerata pertumbuhan tertinggi, peringkat pertama diduduki dapil Sulawesi Tengah. Disusul kemudian Nusa Tenggara Barat 1, Jawa Timur 9, Sulawesi Selatan 1, dan Sulawesi Selatan 2. Sementara lima dapil dengan pertumbuhan ekonomi terendah ialah Aceh 2, Kalimantan Timur, Riau 1, Riau 2, dan DKI Jakarta 3.
Analisis terhadap tingkat partisipasi di Pemilu 2014 menunjukkan, daerah yang baik pertumbuhan ekonominya ternyata cenderung lebih tertarik mengikuti pemilu. Dari 40 wilayah dapil yang memiliki rerata pertumbuhan ekonomi tinggi, sebanyak 23 dapil di antaranya memiliki tingkat partisipasi di atas rata-rata 80 dapil (75,11 persen). Sementara 17 dapil lain tingkat partisipasinya di bawah rata-rata nasional.
Sebaliknya, 27 dari 40 dapil dengan rerata pertumbuhan rendah memiliki tingkat partisipasi politik di bawah rata-rata nasional. Sementara 13 dapil lainnya mempunyai tingkat partisipasi di atas rata-rata partisipasi politik nasional.
Pertumbuhan tertinggi
Melihat lebih jauh dapil dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi, rerata pertumbuhan ekonomi dapil Sulawesi Tengah periode 2013-2017 mencapai 8,91 persen. Adapun dapil Sulawesi Tengah mencakup seluruh kabupaten dan kota di provinsi tersebut.
Produk domestik regional bruto (PDRB) Sulawesi Tengah pada 2018 mencapai Rp 134,24 triliun dengan penyumbang utama sektor pertanian (28,9 persen) dan pertambangan (12,83 persen).
Meski pencapaian pertumbuhan ekonomi dapil Sulawesi Tengah tergolong ”luar biasa”, angka kemiskinan dapil ini tergolong tinggi. Persentase kemiskinan dapil Sulawesi Tengah masih 14,77 persen, di atas rata-rata 80 dapil (11,23 persen). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sulawesi Tengah tahun 2017 juga menempati urutan ke-54 dari seluruh dapil di Indonesia.
Sementara itu, tingkat partisipasi pemilih di dapil ini pada Pemilu 2014 mencapai 78,73 persen. Pada Pemilu 17 April, sebanyak 97 caleg DPR RI akan berkompetisi di dapil Sulawesi Tengah untuk memperebutkan tujuh kursi yang tersedia. Dari total caleg di dapil ini, 91 persen (88 orang) adalah wajah baru.
Pertumbuhan terendah
Daerah pemilihan Aceh 2 mencakup 6 kabupaten dan 2 kota di Provinsi Aceh, yaitu Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Tengah, Bireuen, Aceh Tamiang, Bener Meriah, Kota Langsa, dan Kota Lhokseumawe.
Dapil ini tercatat sebagai dapil yang rerata pertumbuhan ekonominya terendah, yakni 1,45 persen, jauh di bawah rerata pertumbuhan ekonomi seluruh dapil (5,63 persen). Total PDRB dapil ini pada 2017 mencapai Rp 68,01 triliun, jauh di bawah rata-rata PDRB 80 dapil yang sebesar Rp 169,86 triliun. Perekonomian di dapil ini didominasi sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. Pada periode 2013-2016, sektor ini menyumbang 26,52 persen dari total PDRB dapil Aceh 2. Sementara itu, sektor pertambangan menyumbang 12,69 persen dari total PDRB.
Rendahnya kegiatan ekonomi dapil ini berimbas pada tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Pada 2017, rata-rata persentase penduduk miskin di Aceh 2 mencapai 15,89 persen atau peringkat ke-12 dari 80 dapil. Uniknya, kendati angka kemiskinan relatif tinggi, IPM di dapil ini cukup baik, yaitu 71,18, lebih tinggi ketimbang rata-rata 80 dapil yang sebesar 69,88 dan berada di peringkat 22 dari 80 dapil.
Dari aspek politik, bertolak dari data Pemilu 2014, tingkat partisipasi pemilih di dapil ini mencapai 75,71 persen, sedikit lebih tinggi dari rata-rata 80 dapil yang mencapai 75,11 persen. Pada Pemilu 2019, kontestasi memperebutkan enam kursi legislatif diperkirakan akan berlangsung ketat. Sebanyak 88 caleg akan bertarung di dapil ini. Dari jumlah tersebut, lima dari enam petahana kembali mencalonkan diri. Ada pula mantan kepala daerah di beberapa wilayah di dapil ini yang ikut menjadi caleg.
Kelima caleg petahana itu adalah Tagore Abubakar (PDI-P), Firmandez (Golkar), Khaidir Abdurrahman (Gerindra), Muslim (Demokrat), Zulfan Lindan (Nasdem), dan Anwar Idris (PPP). Sebagai tambahan, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Muhammad Nasir Djamil juga mencalonkan diri di dapil Aceh 2, pindah dari basis dapilnya pada Pemilu 2014, yakni di Aceh 1.
Tingkat partisipasi yang relatif rendah akan menjadi kendala bagi para caleg. Mereka mesti menaikkan daya tarik pemilu melalui sosialisasi dan mesin politik partai agar peluang keterpilihan mereka juga ikut terdongkrak.