Semua orang. Siapa saja. Tak kenal asal usul dan latar belakangnya, punya potensi besar berbakti untuk negara. Salah satunya menjadi anggota kepolisian Republik Indonesia.
Oleh
Samuel Oktora
·3 menit baca
Semua orang, siapa saja, tak kenal asal-usul dan latar belakangnya, bisa berbakti untuk negara dan menginspirasi sesama. Salah satunya menjadi anggota kepolisian Republik Indonesia.
Pesan itulah yang hendak disampaikan Pohon Terkenal, film garapan Monty Tiwa. Bakal tayang perdana pada 21 Maret 2019 di sejumlah bioskop di Indonesia, ada tiga peran yang dimainkan anak-anak milenial dalam film itu.
Mereka adalah Umay Shahab yang berperan sebagai Bara Maulana, Laura Theux (Ayu Sekarwati), dan Raim Laode (Yohanes Solossa). Aktor senior Cok Simbara dan komedian Adjis Doa Ibu ikut terlibat dalam film perdana besutan Divisi Humas Polri ini.
”Film ini memaparkan perspektif baru bagi masyarakat. Menjadi perwira polisi tidak harus dari kalangan anak jenderal atau anak orang kaya. Semuanya bisa dijalani siapa saja tanpa biaya alias gratis,” kata Umay saat bersama beberapa pemain dan kru film berkunjung ke Kantor Biro Harian Kompas Jawa Barat, Kota Bandung, Sabtu (9/3/2019).
Selain di Bandung, kunjungan serupa akan dilakukan di Surabaya (Jawa Timur), Medan (Sumatra Utara), Tangerang (Banten), Depok (Jabar), Palembang (Sumatra Selatan), dan daerah lainnya di Indonesia.
Tokoh Bara menjadi sosok sentral dalam film ini. Dia berasal dari kalangan sederhana, yang awalnya enggan menjadi polisi. Namun, demi membuat ibunya bangga dan sembuh dari sakitnya, Bara menyanggupinya dan menyelesaikan panggilan tugas dengan bahagia.
Akan tetapi, dalam perjalanan pendidikannya, jiwa muda yang bergejolak tak bisa dilepaskan tokoh Bara begitu saja. Tak selalu mulus, ada ragam dinamika sehingga membuatnya kerap mendapat sorotan dari pengajar atau seniornya. Sebutan ”pohon terkenal” lantas diberikan padanya.
Sebelumnya, dalam beberapa kesempatan, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Muhammad Iqbal menjelaskan, istilah pohon terkenal diberikan kepada taruna dan taruni yang selalu berulah dan tidak taat peraturan. Uniknya, tak jarang mereka menjadi perwira berprestasi saat mengabdi bagi negara.
”Untuk eksplorasi tokoh, saya juga bertemu beberapa perwira tinggi di kepolisian yang kebetulan pernah mendapat sebutan pohon terlarang. Kini, mereka menjadi polisi penuh prestasi,” kata Umay yang melakukan diet berat badan untuk perannya kali ini.
Executive Producer Pohon Terkenal Fransisca Sihombing mengatakan, proses pengambilan gambar dilakukan di Semarang, terutama di Akademi Polisi (Akpol) Semarang. Beragam dinamika dipaparkan, mulai dari perekrutan hingga lulus pendidikan tanpa biaya sepeser pun.
”Mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi, coba kami sampaikan dalam film berdurasi 96 menit ini,” kata Fransisca.
Akan tetapi, kisahnya tak hanya itu. Bersegmen remaja, film ini juga membubuhkan kisah anak muda menjalani hidup dengan cinta dan komedi. Harapannya, tak sekadar menikmatinya, film ini bisa menjadi inspirasi bagi masyarakat.
Raim Laode mengatakan sudah mendapat inspirasi, bahkan sebelum pengambilan gambar dimulai. Dia belajar banyak tentang kedisiplinan saat menjalani kehidupan selama 20 hari proses shooting bersama taruna dan taruni Akpol.
”Sejalan dengan waktu, ilmu baru yang saya dapatkan menjadi lebih banyak. Bagaimana sikap sopan terhadap senior, orangtua, disiplin, dan tepat waktu. Harapannya, pengalaman itu dapat dirasakan ketika banyak orang melihat film ini kelak. Jadi, mari kita sama-sama menyaksikan film ini,” tuturnya.