Terungkap Marak Pungutan, Rutan Depok Berbenah
Rumah Tahanan Kelas II B Depok, Jawa Barat langsung menunjukkaan sejumlah upaya perbaikan setelah Ombudsman Republik Indonesia Jakarta Raya merilis laporan investigasi terkait dugaan pungutan liar di tempat tersebut. Langkah perbaikan yang dipercepat tersebut adalah membebaskan rumah tahanan dari peredaran uang dan ponsel.
Pada Desember 2018 lalu, petugas di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II B Depok menyosialisasikan penggunaan kartu e-pas atau kartu pembayaran sejenis kartu ATM. Kartu ini dibagikan kepada seluruh Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) satu per satu, sesuai dengan akun mereka. Hal ini dilakukan untuk menekan adanya transaksi dalam bentuk tunai oleh WBP.
"Saat ini kami sedang berproses menuju penggunaan uang virtual di semua transaksi keuangan. Tujuan kami adalah membebaskan rutan Depok ini dari adanya peredaran uang tunai," ucap Kepala Rutan Kelas II Depok Bawono Ika Sutomo, saat ditemui di kantornya, Jumat (8/3/2019) malam.
Selama ini peredaran uang tunai di rutan Depok menurut Bawono sulit dikontrol. Hal itu kemudian membuat pungli susah untuk dilacak. Untuk itu, dibuatlah e-pas yang memiliki fungsi yang sama dengan kartu ATM.
Bawono menjelaskan, kartu e-pas ini bisa diisi uang dengan nilai maksimal Rp 1 juta. Uang itu bisa digunakan oleh WBP untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari di koperasi atau di kantin.
Saat pertama kali tiba di koperasi, WBP bisa langsung memilih barang-barang yang ingin mereka beli. Setelah memilih, mereka diarahkan menuju kasir untuk bertransaksi.
Jika transaksi dengan kartu ATM dilengkapi dengan kode PIN, transaksi yang dilakukan menggunakan kartu e-pas menggunakan verifikasi berupa sidik jari WBP. Menurut Bawono, verifikasi dengan sidik jari perlu dilakukan untuk menekan kemungkinan kartu e-pas disalahgunakan oleh yang bukan pemiliknya.
Dalam pembuatan kartu e-pas ini, Rutan Depok bekerja sama dengan salah satu bank milik negara. Setiap transaksi keuangan yang dilakukan oleh WBP juga terekam dengan baik dan bisa dikontrol oleh pihak rutan.
"Kalau uang tunai kami susah mengontrolnya, karena tidak terlacak jumlahnya. Kalau pakai uang virtual kami bisa mengontrol, bisa melihat berapa uang WBP dan bisa juga mengecek transaksi yang terjadi ke dan dari akun WBP," ucap Bawono.
Sementara itu, untuk menekan adanya penyalahgunaan ponsel, rutan Depok telah memberikan fasilitas berupa warung telepon khusus lapas atau wartelsuspas. Wartelsuspas itu dapat digunakan oleh WBP untuk berkomunikasi dengan keluarganya.
Wartelsuspas tersebut terletak di setiap blok dan dapat digunakan secara bergantian dari pukul 08.00 WIB hingga 16.00 WIB.
Salah satu WBP, Rika (26) merasa terbantu dengan adanya wartelsuspas. Sebab, dirinya bisa tetap menjaga komunikasi dengan keluarganya meski dirinya tidak membawa ponsel.
"Keberadaan alat komunikasi itu penting bagi kami WBP. Bagaimanapun kami juga ingin tahu kondisi keluarga kami di luar. Dengan adanya wartelsuspas, kebutuhan kami jadi terpenuhi," tutur Rika.
Ponsel
Peredaran telepon seluler di dalam rutan menurut Kepala Pengamanan Rutan Depok, Puang Dirham masih sulit untuk diberantas. Sebab, pada saat razia, petugas masih selalu menemukan ponsel.
"Mereka simpan ponsel itu di macam-macam tempat. Setiap razia pasti kami menemukan ponsel," ucap Puang.
Menurut Puang, ponsel-ponsel itu bisa masuk ke dalam rutan karena diselundupkan oleh keluarga pengunjung. Modus penyelundupannya tergolong beragam, mulai dari memasukkan ponsel ke tempat sampah, membungkusnya dengan pembalut wanita hingga dimasukkan ke dalam celana dalam.
Puang memaparkan, setelah disita petugas ponsel-ponsel ini dimasukkan ke sebuah tugu segitiga dari besi. Di bagian depam tugu tersebut ada tulisan berbunyi "Hasil Razia".
Razia ponsel terakhir yang dilakukan rutan Depok adalah Kamis (7/3/2019). Dari razia tersebut petugas mengamankan sembilan ponsel.
Kedepannya penyelundupan ponsel ke rutan Depok akan dicegah dengan cara memisah tempat untuk pengecekan fisik pengunjung dan pemeriksaan barang pengunjung.
"Saat ini kami sedang membangun tempat pemeriksaan barang yang terpisah dari pemeriksaan fisik pengunjung. Jadi, ada dua pintu masuk yaitu pintu masuk barang dan orang," imbuh Puang.
Menurut Puang, hal ini membuat tingkat penyelundupan barang terlarang seperti ponsel, narkoba dan barang-barang lain bisa dimimimalkan.
Adapun untuk mengurangi adanya penyelundupan barang terlarang oleh petugas, Rutan Depok membangun sebuah loker yang diberi fasilitas kunci. Loker itu difungsikan sebagai tempat penitipan ponsel. Sehingga, tak hanya pengunjung saja yang dilarang membawa ponsel melewati pintu penjagaan, melainkan juga petugas rutan.
Tidak ideal
Puang menyebutkan, perbandingan petugas rutan dengan jumlah WBP tidak ideal. Saat ini jumlah petugas rutan Depok sebanyak 68 petugas. Sementara jumlah WBP sekitar 1.700 orang.
Dalam setiap shif, ada sebanyak 12 orang petugas rutan yang berjaga. Artinya, setiap shif, satu petugas tutan bertanggungjawab menjaga sekitar 141 orang.
Untuk mengakali kekurangan petugas keamanan, ada beberapa kamera pengintai atau cctv yang dipasang di tempat-tempat fasilitas umum dan tempat-tempat rawan seperti, pintu masuk dan keluar.
Menurut Bawono dan Puang, belum ada kamera pengintai yang dipasang pada setiap blok. Idealnya, pemasangan kamera pengintai di setiap blok diperlukan.
"Kami sudah beberapa kali memasang kamera pengintai di blok tahanan. Namun, kamera tersebut tidak pernah bertahan lama. Sebab, WBP selalu merusak kamera pengintai yang dipasang di setiap blok," ucap Bawono.
Jika sudah begini, pendekatan secara persuasif yang harus dijalankan. Setiap petugas perlu untuk menjalin hubungan baik dengan WBP agar mereka bisa mengarahkan WBP secara persuasif. Namun, tidak diperkenankan juga petugas rutan menjalin hubungan yang terlalu dekat dengan WBP.
Investigasi
Laporan investigasi yang dirilis oleh Ombudsman pada Selasa (5/3/2019) menyebutkan bahwa, di rutan Kelas II B Depok ada beberapa pungutan liar. Salah satu bentuk pungutan liar yang terjadi adalah pengenaan biaya kunjungan dengan besaran Rp 25.000 – Rp 150.000 setiap kali kunjungan. Uang tersebut itu disetorkan kepada kepala kamar.
Selain itu, Ombudsman juga menemukan adanya penetapan tarif untuk penempatan kamar WBP. Berdasarkan tarifnya, kamar tahanan dibagi ke dalam beberapa kelas dari kelas A sampai dengan F. Harga kamar A merupakan yang termahal yakni, Rp 2 juta – Rp 8 juta untuk sekali bayar serta iruan kamar per minggu sebesar Rp 50.000 – Rp.
100.000 yang dibayarkan kepada petugas rutan.
Dalam pemberian layanan Pembebasan
Bersyarat (PB) dan Cuti Bersyarat (CB)
Ombudsman menumukan adanya dugan pungli. Petugas melakukan pungutan liar dengan dua cara yang disebut sebagai jalur cepat dan jalur semi cepat.
"Biaya yang dikenakan untuk jalur cepat senilai lebih dari Rp 5 juta. Sementara itu untuk jalur semi cepat dikenakan tarif Rp 1 juta," kata Ketua Ombudsman RI Jakarta Raya, Teguh P Nugroho.
Setelah membayar sesuai dengan jalur yang dipilih, para WBP mendapatkan haknya sesuai perhitungan Badan Pemasyarakatan (Bapas) dan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat dengan mendapatkan Surat Keputusan (SK) dalam waktu yang relatif cepat. Sehingga, WBP mendapatkan jadwal kepastian keluar dari Rutan.
Direktorat Jendral Pemasyarakatan (Ditjen Pas) Kememterian Hukum dan HAM juga mengimbau seluruh petugas rutan Depok berbenah. Pendampingan khusus dalam perbaikan kinerja juga dilakukan Ditjen Pas kepada Rutan Depok.
Bawono mengatakan, upaya pembenahan akan terus dilakukan. Rutan Depok menargetkan, rutan tersebut menjadi wilayah bersih korupsi, wilayah bersih pungutan liar, wilayah bersih peredaran ponsel dan narkoba.
"Dengan sistem non tunai dan pengecekan berlapis, Insya Allah kami yakin, pungli dan penyalahgunaan ponsel tidak ada lagi di Rutan Depok," tutur Bawono. (KRISTI DWI UTAMI)