Cerita Baru Pelintas Waktu
Jika para penikmat musik band progresif metal asal Amerika Serikat, Dream Theater, merasa telah mengetahui semua tentang Dream Theater, belum tentu sepenuhnya benar. Album terbaru Dream Theater, Distance Over Time, menegaskan bahwa masih banyak yang perlu dipahami dari Dream Theater, band yang berpuluh tahun melintasi waktu.
Merek dagang Dream Theater selama ini telah terekam di otak para penggemar musik keras. Mendengar nama Dream Theater, yang muncul adalah musik yang kencang, panjang, rumit, dan menyuguhkan komposisi yang bikin garuk-garuk kepala. Sejak merilis album pertama, When Dream and Day Unite (1989), Dream Theater menjadi penyambung kemegahan musik progresif yang kala itu seolah hampir menuju garis finis.
Ketika band progresif rock seperti Pink Floyd, YES, Genesis, dan Marillion, sudah bubar, mulai sulit mempertahankan keutuhan grup, atau kebingungan membuat musik yang dapat mengimbangi laju musik hard rock dan hair metal yang populer pada era akhir tahun 1980-an, Dream Theater hadir menegakkan panji musik progresif. Bukan hanya membawa semangat eksplorasi musik rock, Dream Theater membawa progresif melaju lebih kencang, lebih heavy metal.
Pada era awal progresif metal, hanya beberapa band yang tampil dominan. Selain Dream Theater, ada Yngwie Malmsteen. Bedanya, Yngwie tampil lebih mengultuskan sosoknya sebagai gitaris, sementara Dream Theater solid sebagai sebuah band.
Sejak album pertama, musik Dream Theater menjadi salah satu yang paling diingat di telinga para metal mania. Formasi tersukses Dream Theater, James LaBrie (vokal), John Petrucci (gitar), John Myung (bas), Jordan Rudess (kibor), dan Mike Portnoy (drum), menjadi ”guru besar” dari instrumen yang mereka mainkan.
Metal mania bukan hanya memuja Dream Theater sebagai sebuah band, tetapi juga menjadikan setidaknya satu personel Dream Theater sebagai panutan mereka. Saat Portnoy keluar dari band pada 2010, semua menduga Dream Theater tidak akan sempurna lagi. Beruntung, mereka mendapatkan Mike Mangini, seorang drumer, dosen musik, dan penggemar berat Dream Theater. Bersama Mangini, Dream Theater terus berkiprah dan tetap menetapkan standar tinggi untuk musik progresif metal.
Dream Theater begitu dicintai karena mampu menyajikan musik yang utuh, dengan permainan kolektif yang teratur dan terkonsep. Musik yang mereka mainkan membangun emosi pendengarnya. Mungkin saja para musisi bercita-cita mempunyai band seperti Dream Theater atau setidaknya bisa membuat lagu seperti yang disajikan oleh mereka.
Bergabungnya Mangini kian membuat musik Dream Theater lebih kencang. Karakter permainan Mangini berbeda dari pendahulunya, Portnoy, yang telanjur dicap sebagai jiwanya Dream Theater. Meski demikian, keterampilan Mangini memainkan drum dengan variasi tempo membuat Dream Theater terdengar lebih garang. Album Dream Theater bersama Mangini, yaitu A Dramatic Turn of Events (2011), Dream Theater (2013), dan The Astonishing (2016), menunjukkan hal tersebut.
Album yang santai
Ketika akhir tahun 2018 Dream Theater mengumumkan akan merilis album baru pada Februari 2019, penggemar band itu sudah memasang harapan tinggi untuk album tersebut. Apalagi, singel untuk promosi album terbaru, yaitu ”Untethered Angel”, beraroma Dream Theater banget. Mereka menduga album baru Dream Theater tersebut akan lebih kurang sama dengan album-album sebelumnya.
Baru ketika album Distance Over Time dirilis pada tanggal cantik 22 Februari 2019, para penggemar Dream Theater merasakan ada yang berbeda dari album ini. Pada titik tersebut, Dream Theater berhasil membuat materi album yang mungkin tak bisa ditebak siapa pun, bahkan oleh mereka yang merasa paham Dream Theater mulai dari A sampai Z.
Alih-alih membuat album yang rumit dan kompleks, atau album konsep seperti Metropolis Part 2: Scenes from a Memory (1999) dan The Astonishing (2016), Dream Theater justru menyajikan album yang santai dan ringan. Singel ”Untethered Angel” adalah tipuan yang sukses untuk memperkenalkan album Distance Over Time. Reaksi yang muncul dari para penggemar setelah mendengarkan album bergambar tangan robot memegang tengkorak ini mungkin adalah ”ini album Dream Theater, tetapi kok rasanya bukan Dream Theater?”
Penikmat musik Dream Theater yang mengikuti album-album mereka sejak awal mungkin saja akan merasa ada sesuatu yang kurang dari album Distance Over Time. Mereka yang biasanya ”setel kenceng” untuk musik Dream Theater dipaksa untuk menyimak sajian lagu-lagu yang lebih ringkas dan padat. Hal tersebut jarang disajikan oleh Dream Theater.
Jika mau, bisa saja mereka membuat sebuah album yang hanya berisi tiga atau empat lagu, dengan durasi setiap lagu lebih dari 10 menit. Pendengar tak akan pernah merasa bosan dengan durasi lagu Dream Theater yang panjang karena itu adalah sebuah penyajian musik yang kolosal. Emosi pendengar akan terbawa sejak lagu dimulai hingga selesai.
Distance Over Time adalah upaya Dream Theater untuk menata langkah mereka dalam perjalanan karier musik yang tampaknya belum akan berhenti. Seperti judul album ini, Dream Theater seolah sedang mengukur jarak mereka dalam melintasi masa. Sepanjang perjalanan, mereka telah berlari kencang sehingga ada saatnya untuk berlari pelan atau berjalan dengan mantap. Tidak ada yang berkurang dari Dream Theater pada album ini. Materi lagu, komposisi musik, dan kualitas rekaman tetap prima sesuai standar mereka. Di album ini, mereka hanya ingin tampil lebih ringkas dan kembali ke musik di awal karier mereka.
Di album ini, Dream Theater lebih cair memainkan komposisi musik. Terkadang, musik mereka terdengar seperti musik dari band Extreme, Marilyn Manson, Van Halen, atau Korn. Para personel Dream Theater tidak terlalu terbebani untuk menyajikan musik yang jelimet dan hanya menikmati bermain musik. Hasilnya, sepuluh lagu yang ada di album ini mempunyai karakter yang kuat dan solid.
Jangan khawatir, di album Distance Over Time, kita masih akan menikmati permainan cantik setiap personel yang kerap membuat kita menggeleng-gelengkan kepala. Untuk mendengarkan musik Dream Theater, yang diperlukan hanya kesabaran.
Secara keseluruhan, album Distance Over Time lebih mudah dicerna, tetapi perlu sedikit waktu lebih untuk meyakinkan telinga bahwa konten Distance Over Time adalah salah satu sebuah album yang kuat. Setelah menikmati album Distance Over Time, mungkin saja para penggemar Dream Theater akan berujar, ”Ah, ternyata saya belum tahu banyak tentang Dream Theater….” Si pelintas waktu ini tengah menyuguhkan cerita baru.