Sensasi Banjir di Ibu Kota Jakarta
”Banjir mah biasa, entar juga surut,” ujar seorang warga di bilangan Kampung Melayu, Jakarta Timur, beberapa waktu lalu.
Saat itu banjir menggenang di kawasannya. Sepertinya tidak ada kepanikan di antara warga. Mereka beraktivitas seperti biasa.
Beberapa di antaranya mengobrol sambil ngopi di sebuah warung. Duduk-duduk di atas dipan, tawa dan canda masih terdengar. Anak-anak juga ke sana-kemari bermain air. Beberapa di antaranya bertelanjang dada. Saat itu Kompas bersama sebuah komunitas sepeda menyalurkan bantuan ke kawasan itu.
Tonton Video:
Banjir Jakarta dari Masa ke Masa
Banjir atau genangan air bagi sejumlah warga di kawasan langganan banjir di Ibu Kota sepertinya sudah menjadi biasa. Seperti juga kemacetan lalu lintas yang tak kunjung terurai, banjir merupakan ”pekerjaan rumah” yang menjadi tantangan dari setiap gubernur DKI Jakarta.
Ibaratnya, gubernur yang bisa menyelesaikan dua pekerjaan rumah tersebut akan dikenang sepanjang sejarah peribukotaan. Tidak heran jika kemudian, saat kampanye pemilihan gubernur DKI Jakarta, kedua hal tersebut termasuk program kampanye para calon gubernur.
Calon gubernur masing-masing memiliki program jitu untuk mengatasi banjir Ibu Kota. Saat berkampanye pilgub lalu, Anies Baswedan pun memiliki kiat untuk mengatasi banjir Jakarta. Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu mengkritik penanganan banjir dengan mengalirkan air hujan ke laut dengan normalisasi sungai dan berbagai saluran drainase lainnya.
Saat itu Anies menggagas memasukkan air hujan sebanyak mungkin ke dalam tanah untuk mencegah banjir. ”Harus memperbanyak vertical drainage,” ujarnya saat kampanye di Kedoya Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, akhir Januari 2017.
Drainase vertikal itu mungkin semacam sumur resapan. Warga masih menanti realisasi penanganan banjir dengan memasukkan air hujan sebanyak mungkin ke dalam tanah itu. Seberapa banyak sumur resapan, seberapa banyak, seberapa besar?
Gubernur Anies juga berbeda dengan gubernur-gubernur sebelumnya yang melakukan normalisasi sungai sebagai salah satu upaya mengatasi banjir Jakarta. Dia menyebut ”naturalisasi”, mungkin dari kata natural, mengembalikan sungai menjadi alami ya? ”Bagaimana sungai itu mengelola air dengan baik, bagaimana mengamankan air tidak melimpah, tetapi juga ekosistem sungai dipertahankan,” kata Anies, awal Februari tahun lalu.
Tentu itu pun bukan pekerjaan gampil mengingat banjir atau air genangan di Jakarta bukan melulu karena hujan di Ibu Kota semata. Bukan hal aneh jika di sebuah kawasan tiba-tiba saja air menggenang setinggi 50 sentimeter saat cuaca cerah, seperti terjadi di permukiman warga Jalan Kebon Pala, Kampung Melayu, Jakarta Timur, Selasa (26/2/2019). Saat itu, setidaknya 60 rumah di tiga RT kawasan tersebut terendam banjir.
Orang mengenalnya sebagai ”banjir kiriman”. Urang Bogor kurang suka jika disebut banjir di Jakarta sebagai banjir kiriman dari Bogor. Pasalnya, penyebab air melimpah saat hujan turun antara lain juga karena kawasan Puncak yang harusnya merupakan kawasan tangkapan air juga sudah beralih fungsi menjadi hutan vila. Nah, mereka yang membangun vila-vila di kawasan Puncak itu umumnya orang Jakarta. Jadi, enggak bisa dong kalau Bogor yang disalahkan. Begitu, kira-kira.
Jangan-jangan Jakarta dan banjir itu memang tak terpisahkan. Banyak hal penyebabnya, bukan melulu kondisi geografis, rusaknya kawasan catchment area atau daerah tangkapan air, berkurangnya situ-situ tempat penampung air atau curah hujan semata. Kelakuan warga Jakarta yang membuang sampah sembarangan ke sungai mulai dari sampah rumah tangga, kasur, hingga sofa bekas!
Baca Lagi:
Berlanjut, Normalisasi Sungai di Jakarta
Selasa (5/3/2019), hujan yang mengguyur Jakarta dan sekitarnya sejak pagi juga menyebabkan banjir di sejumlah kawasan Ibu Kota. Warga perumahan Green Garden, Kedoya Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, misalnya, kembali menikmati genangan air alias banjir. Padahal, mereka sudah hidup tenteram selama lima tahun ini tanpa dikunjungi tamu yang tak diinginkan itu.
Gubernur Anies menolak berkomentar soal banjir yang terjadi di sejumlah wilayah Jakarta itu. Dia meminta wartawan mengecek kondisi sebenarnya di lapangan. ”Karena sensasinya enggak sebanding dengan kondisinya,” ujar Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Jakarta Pusat, kala itu.
Banjir Jakarta memang bukan sensasi, tapi butuh aksi, bukan narasi. ”Jakarta kebanjiran. Di Bogor angin ngamuk” sudah dinyanyikan legenda Betawi, Benyamin S, sejak 40 tahunan lalu. Kata Bang Ben, ”Ayo bersihin got, jangan takut badan blepot!”