BANDA ACEH, KOMPAS - Tenaga kerja jasa konstruksi di Indonesia yang memiliki sertifikat kompetensi masih minim. Dari 83 juta tenaga konstruksi yang ada, baru 616.000 orang yang terdaftar memiliki sertifikat kompetensi. Sisanya sebanyak 7.684.000 belum bersertifikat.
Hal itu disampaikan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono saat membuka acara “Fasilitasi Uji Sertifikasi Tenaga Kerja Konstruksi di Provinsi Aceh”, Senin (11/3/2019), di Banda Aceh. Kegiatan ini dikuti lebih 1.000 orang tenaga kerja konstruksi diantaranya tukang, pelaksana, tenaga pengawas, manajemen proyek, dan administrasi kontrak.
“Tenaga konstruksi di Indonesia baru 616.000 yang bersertifikat. Dari jumlah itu yang terampil hanya 400.000,” kata Basuki.
Oleh sebab itu, Kementerian PUPR mendorong dan memfasilitasi proses sertifikasi tenaga jasa konstruksi ke daerah-daerah. Sertifikasi dinilai penting agar tenaga kerja lokal mampu bersaing dengan tenaga kerja asing dan kualitas konstruksi terjamin. “Sertifikat memudahkan tenaga kerja memperoleh pekerjaan dan menjamin kualitas infrastruktur,” kata Basuki.
Sertifikat memudahkan tenaga kerja memperoleh pekerjaan dan menjamin kualitas infrastruktur. (Basuki Hadimuljono)
Selain itu, tenaga kerja bersertifikat lebih memiliki nilai tawar sehingga dapat memperoleh upah yang sesuai. “Sertifikat kompetensi bukti atas sumber daya manusia yang bisa dipertanggungjawabkan. Pelaksanaan proyek infrastruktur diwajibkan memakai tenaga kerja bersertifikat,” kata Basuki.
Basuki menambahkan, sertifikasi tenaga kerja konstruksi menjadi salah satu fokus kinerja Kementerian PUPR. Di samping itu, kementerian juga bekerja sama dengan lembaga konstruksi dan universitas untuk meningkatkan sumber daya manusia di bidang konstruksi.
Dengan biaya pembangunan sektor konstruksi di Indonesia yang mencapai Rp 446 triliun per tahun, sektor ini membutuhkan 6,2 juta tenaga konstruksi bersertifikat.
Adapun di Provinsi Aceh, tenaga kerja kontruksi yang terdaftar sebanyak 160.000 orang. Namun yang bersertifikat hanya 20.000 orang.
Basuki mendorong Pemprov Aceh lebih giat melakukan uji sertifikasi dan pembinaan. “Dengan program pembangunan di Aceh per tahun yang mencapai Rp 2 triliun, dibutuhkan minimal 23.000 tenaga bersertifikat, Aceh masih kurang 3.000 orang,” ucap Basuki.
Kepala Bidang Program Dinas Ketenagakerjaan Aceh Putut Ranggono menuturkan uji kompetensi yang dilakukan kementerian sangat bermanfaat bagi tenaga kerja konstruksi di Aceh. Pasalnya, saat ini tenaga kerja di Aceh banyak yang belum memiliki sertifikat.
Dinas Ketenagakerjaan Aceh, kata Putut, hanya melakukan sertifikasi kompetensi untuk bidang keselamatan kesehatan kerja (K3) umum, konstruksi, dan kelistrikan. Setiap tahun hanya sekitar 50 orang di tiga bidang itu yang lulus uji kompetensi. "Kalau untuk bidang konstruksi yang lebih khusus, uji kompetensi dilakukan oleh kementerian," kata Putut
Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman berharap uji kompetensi tenaga konstruksi dapat diikuti pekerja dengan baik. Semakin bagus kualitas tenaga kerja maka hasil kinerja juga kian baik. “Kualitas sumber daya manusia juga akan meningkatkan kesejahteraan pekerja,” kata Aminullah.
Tanpa kumuh
Selain membuka kegiatan uji sertifikasi tenaga kerja konstruksi, Basuki juga meninjau pembangunan sejumlah infrastruktur di Banda Aceh yang dibiayai Program Kotaku Tanpa Kumuh.
Dalam kesempatan itu, Aminullah meminta kepada Basuki agar program Kotaku Tanpa Kumuh di Banda Aceh dilanjutkan. Banda Aceh mendapatkan suntikan anggaran dari APBN sekitar Rp 45 miliar untuk Program Sanitasi dan Kotaku Tanpa Kumuh.
“Program ini memberi manfaat besar bagi Banda Aceh, selain mempercepat pengentasan wilayah kumuh, juga mempercepat layanan sanitasi masyarakat dan membuka lapangan kerja bagi warga kota,” kata Aminullah.