Diversifikasi pasar dan produk mengemuka di Seminar Perdagangan Nasional dan Dialog Gerakan Ekspor Nasional yang digelar di Jakarta, akhir Februari 2019. Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia, dan EuroCham bekerja sama menggelar kegiatan tersebut.
Dalam acara itu terungkap, hampir separuh ekspor Indonesia hanya tertuju ke lima negara. Lima negara tersebut adalah Amerika Serikat (AS), China, Jepang, India, dan Singapura.
Berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor Indonesia pada Januari 2019 sebesar 13,87 miliar dollar AS. Sekitar 48 persen dari nilai ekspor tersebut tertuju ke lima negara yakni China, AS, Jepang, India, dan Korea Selatan.
Merujuk pada data BPS juga, ekspor nonmigas Indonesia pada Januari 2019 sebesar 12,634 miliar dollar AS. Dari nilai tersebut, sebanyak 13,52 persen di antaranya atau senilai 1,707 miliar dollar AS. ke China. Porsi besar berikutnya adalah ke AS, yakni 11,97 persen atau senilai 1,512 miliar dollar AS.
Padahal, di dunia ada sekitar 200 negara. Dengan berkaca pada data itu, sebenarnya masih terbuka peluang bagi Indonesia untuk mengoptimalkan upaya menggarap pasar ekspor ke sekitar 195 negara lain.
Namun, bicara mengenai aspek pasokan dan permintaan, masih ada yang perlu digarap pemangku kepentingan di Indonesia. Sekitar 81 persen barang yang diperdagangkan di dunia saat ini berupa produk manufaktur.
Di sisi lain, sebanyak 10 produk utama ekspor -yang berkontribusi hampir 40 persen terhadap total ekspor Indonesia- masih berkutat di produk primer. Maka, tantangan yang muncul bagi Indonesia adalah menggarap ceruk pasar 81 persen tersebut.
Langkah meningkatkan ekspor memang mudah diucapkan. Akan tetapi, upaya merealisasikannya tentu tidak mudah. Apalagi, transaksi penjualan tidak hanya tergantung pada keinginan penjual agar barangnya laku terbeli. Kemauan pembeli juga menjadi penentu. Apalagi, ketika di pasar terjadi kompetisi ketat, terutama di harga dan mutu.
Pertanyaan yang mengemuka, sudahkah pemerintah, perbankan, dan berbagai pihak mendukung industri dalam negeri agar mampu memproduksi barang bermutu dengan harga bersaing?
Patut diingat, berbagai hal, termasuk biaya energi seperti harga gas industri dan tarif listrik, dan suku bunga, sangat menentukan kemampuan pelaku industri menggarap pasar lokal maupun global. Dengan demikian, pelaku industri tak bisa berjalan sendiri. Mesti ada sinergi dan kolaborasi dengan banyak pihak untuk menggarap pasar.
Tak urung, upaya meningkatkan ekspor Indonesia berkelindan dengan segenap usaha di berbagai sektor. Namun, yang tak kalah penting, sudahkah ada peta jalan peningkatan ekspor Indonesia yang tersambung sepenuhnya dengan peta jalan industri, rencana umum energi, dan berbagai peta dan rencana di berbagai bidang lainnya? Ataukah masing-masing sektor masih berjalan dengan peta dan rencananya sendiri?
Jika ini yang terjadi, bersiap-siaplah jalan di tempat.
Saatnya sekarang bergandeng tangan dan maju bersama. Tiba waktunya meningkatkan kolaborasi demi menggenjot ekspor negeri ini. Jangan ditunda karena banyak pesaing di luar pun memiliki asa yang sama. (C Anto Saptowalyono)