Data Terperinci Jadi Kunci Perdagangan Pangan Dalam Negeri
Oleh
M Paschalia Judith J
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Kebijakan perdagangan dalam negeri, terutama sektor pangan, membutuhkan pendataan yang terperinci. Pendataan tersebut penting untuk pengambilan keputusan di tataran pemerintah.
Kebutuhan data tersebut dibahas oleh Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Arifin Siregar (Menteri Perdagangan 1988-1993), Mohammad “Bob” Hasan (Menteri Perindustrian dan Perdagangan 1998), Rahardi Ramelan (Menteri Perindustrian dan Perdagangan 1998-1999), Mari Elka Pangestu (Menteri Perdagangan 2004-2011), Gita Wirjawan (Menteri Perdagangan 2011-2014), Bayu Krismurthi (Wakil Menteri Perdagangan 2011-2014 dan Pelaksana Tugas Menteri Perdagangan 2014) serta Muhammad Lutfi (Menteri Perdagangan 2014). Menteri dan para mantan menteri itu hadir dalam acara "Diskusi Bersama Menteri Perdagangan Lintas Masa" di Jakarta, Senin (11/3/2019).
Menurut Mari, data pangan yang baik dapat menjadi dasar perhitungan bagi pemerintah untuk menentukan kebijakan. "Perlu ada data terkait keperluan dan konsumsi sehingga dapat menentukan impor yang berfungsi melengkapi kebutuhan dalam negeri," ujarnya dalam konferensi pers setelah diskusi.
Pendataan tersebut mesti meliputi aspek distribusi dan logistik. Dalam hal ini, Mari berpendapat, setiap tingkat pasar berperan penting, mulai dari pasar rakyat, grosir, hingga ritel.
Bayu menambahkan, seharusnya program revitalisasi pasar menjadi solusi untuk memiliki sistem pendataan pangan yang terperinci. "Tak hanya soal data harga, tetapi juga data suplai dan stok yang ada di pasar itu sehingga pemerintah bisa memantau secara real time di tiap pasar," tuturnya.
Menteri Perdagangan Enggartiasto LukitaDalam hal ini, pasar menjadi sumber data pangan di hilir. Data tersebut sebaiknya terintegrasi dengan data produksi yang berada di hulu.
Hingga 2018, Kementerian Perdagangan telah merevitalisasi sebanyak 4.211 unit pasar rakyat. Pada 2019, Kementerian Perdagangan menargetkan akan merevitalisasi 1.037 unit pasar.
Terkait data pangan di tingkat pasar tersebut, Enggartiasto mengatakan, pihaknya membutuhkan sesegera mungkin. "Dalam merumuskan kebijakan pangan, kami memantau keseimbangan harga, pasokan, dan serapan dalam negeri," ucapnya.
Salurkan beras
Pada 2019, kestabilan pengadaan pangan nasional menghadapi tantangan cuaca, seperti banjir. Dalam hal ini, Perum Bulog bertugas menjaga kestabilan harga dan pasokan dengan menyalurkan cadangan beras pemerintah (CBP).
Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Tri Wahyudi Saleh mengatakan, pihaknya telah menyiapkan CBP minimal 200 ton untuk setiap provinsi dan 100 ton untuk tiap kabupaten/kota yang dilanda bencana alam. Saat ini, penyaluran terfokus pada 15 kabupaten/kota di Jawa Timur yang dilanda banjir.
Adapun jumlah CBP yang telah disalurkan sebanyak 2.500 kilogram (kg). "Stok CBP di Jawa Timur berkisar 500.000 ton dan stok nasional sekitar 1,8 juta ton. Hal ini menunjukkan kesiapan kami dalam menyalurkan CBP di wilayah bencana alam dalam rangka stabilisasi harga," tutur Tri lewat siaran pers.