JAKARTA, KOMPAS – PT Bank Syariah Mandiri akan berupaya meningkatkan porsi dana murah yang terdiri dari tabungan dan giro, di tengah berlanjutnya tren pengetatan likuiditas tahun ini. Lewat kanal digital, perseroan yakin bisa meningkatkan porsi dana murah terhadap dana pihak ketiga.
Sepanjang 2018 himpunan tabungan dan giro (CASA) Bank Syariah Mandiri (BSM) mencapai Rp 44,46 triliun, tumbuh 10,15 persen dari tahun sebelumnya Rp 40,36 triliun. Pertumbuhan ini melambat bila dibandingkan periode tahun sebelumnya sebesar 16,37 persen.
Porsi CASA terhadap dana pihak ketiga (DPK) pada 2018 sekitar 50,82 persen, menurun dari tahun 2017 sebesar 51,82 persen. Total DPK yang berhasil dihimpun Bank Syariah Mandiri tahun lalu sebesar Rp 87,47 triliun, tumbuh 12,28 persen dibanding tahun sebelumnya.
Direktur Utama Bank Syariah Mandiri Tony Eko Boy Subari mengakui penurunan porsi dana murah terhadap DPK bisa meningkatkan beban biaya dana atau cost of fund perseroan.
“Ancaman likuiditas berlanjut tahun ini, tidak hanya menyerang industri keuangan konvensional namun juga keuangan syariah. Kami akan berburu dana murah untuk meminimalisir kenaikan beban cost of fund di tengah belum adanya kepastian penurunan suku bunga acuan,” ujarnya di Jakarta, Senin (11/3/2019).
Tony menargetkan, tahun ini pertumbuhan DPK bisa mencapai 13 persen dengan komposisi dana murah terhadap DPK mencapai 54 persen. Selain meningkatkan promosi, untuk menarik dana murah Bank Syariah Mandiri akan memperkuat kanal elektronik serta layanan digital.
Bank Syariah Mandiri menargetkan tahun ini pertumbuhan dana pihak ketiga bisa mencapai 13 persen dengan komposisi dana murah terhadap DPK mencapai 54 persen
Penambahan rekening nasabah baru melalui kanal elektronik sepanjang tahun 2018, lanjut Tony, mencapai 759.000 akun rekening. Adapun total rekening BSM mencapai 7,99 juta akun rekening hingga saat ini. Hingga akhir 2018, transaksi melalui kanal elektronik mencapai 80,76 juta transaksi atau tumbuh 8,15 persen dari tahun sebelumnya.
Direktur Technology & Operation Bank Syariah Mandiri Achmad Syafii mengatakan tahun ini akan mengalokasikan anggaran belanja digital dan teknologi informasi sebesar Rp 270 miliar. Anggaran ini meningkat dibanding alokasi tahun sebelumnya sebesar Rp 190 miliar.
“Peningkatan anggaran ini menjadi hal yang wajar mengingat tahun lalu kami sangat bergantung pada e-channel. Penggunaan mobile banking berkontribusi pada pertumbuhan profit Mandiri Syariah tahun 2018 sebesar 20 persen,” ujarnya.
Syafii mengatakan, fitur yang saat ini tengah dikembangkan adalah QR Pay serta layanan crowdfunding. Mandiri Syariah juga akan menghadirkan fitur wakaf digital melalui mobile banking dan situs jejaring khusus. Saat ini, fitur pembayaran zakat sudah tersedia di mesin ATM dan mobile banking.
Lonjakan laba
Direktur Keuangan Bank Syariah Mandiri, Ade Cahyo Nugroho, menuturkan sepanjang tahun 2018 perusahaan mencatatkan laba bersih sebesar Rp 605 miliar atau melonjak 65,74 persen dari tahun sebelumnya sebesar Rp 365 miliar. Peningkatan laba tersebut antara lain ditopang dari membaiknya pendapatan berbasis komisi atau fee based income.
“Sumber fee based income masih didominasi oleh jasa transaksi. Total fee based income hingga akhir 2018 mencapai Rp 1,13 triliun, tumbuh 19,4 persen dari tahun 2017 sebesar Rp 943 miliar,” ujar Ade.
Sumber lain laba perusahaan, lanjut Ade, adalah pertumbuhan pendapatan margin bagi hasil bersih yang meningkat Rp 402 miliar atau secara tahunan tumbuh 5,52 persen menjadi Rp 7,69 triliun per akhir 2018. Pendapatan margin bagi hasil bersih perusahaan pada tahun 2017 sebesar Rp 7,29 triliun.
Pembiayaan segmen ritel mencatatkan pertumbuhan sebesar 15,49 persen dari Rp 34,59 triliun pada 2017 menjadi Rp 39,95 triliun di tahun 2018. Adapun pembiayaan segmen korporat dan komersial tumbuh 6,5 persen menjadi Rp 27,79 triliun pada 2018.
“Saat ini Mandiri Syariah sedang fokus memperbaiki struktur pembiayaan menjadi lebih sehat. Ke depan akan lebih selektif dalam memilih debitor pembiayaan,” ujarnya.