Hendra/Ahsan Terlahir Kembali
BIRMINGHAM, MINGGU - Apresiasi pantas diterima Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan yang memperpanjang dominasi ganda putra Indonesia di arena All England. Gelar juara dari kejuaraan prestisius, yang menjadi mimpi semua pebulu tangkis ini, seolah menjadi tanda kelahiran kembali duet “The Daddies” itu.
"Gelar ini sangat bermakna karena didapat dalam rentang lima tahun dari yang sebelumnya (setelah gelar pertama 2014). Apalagi ini turnamen prestisius," ujar Ahsan melalui pesan singkat dari Birmingham.
Gelar yang didapat setelah mengalahkan Aaron Chia/Soh Wooi Yik (Malaysia), 11-21, 21-14, 21-12, pada final di Arena Birmingham, Inggris, Minggu (10/3/2019), itu bukanlah yang pertama bagi Hendra/Ahsan. Di tempat yang sama, lima tahun lalu, mereka mendobrak kebuntuan ganda putra Indonesia, yang tak menjuarai All England setelah Candra Wijaya/Sigit Budiarto juara 2003.
Tampil dengan betis kanan dibebat, Hendra tampil mengkhawatirkan pada gim pertama. Dia banyak membuat kesalahan pada gim yang hanya berlangsung 13 menit itu.
Cedera itu dialami menjelang akhir gim pertama ketika berhadapan dengan Takeshi Kamura/Keigo Sonoda (Jepang). Meski Hendra tampil dengan rasa nyeri, yang membuat langkahnya pincang, dia dan Ahsan mampu melewati Kamura/Sonoda, 21-19, 21-16.
“Sakit atau tidak sakit, saya tetap tampil. Tanggung sudah final,” kata Hendra menyatakan tekadnya sebelum final.
Semangat itu, juga dengan kemampuan mengubah tempo permainan, untuk meredam kecepatan dan kekuatan pukulan lawan, Hendra/Ahsan akhirnya juara. Mereka juga memiliki ketenangan dalam kondisi kritis, faktor yang belum dimiliki ganda Malaysia.
Memasuki menit ke-48, smes dari Ahsan menjadi pukulan terakhir final tersebut. Arena Birmingham pun riuh oleh teriakan penonton Indonesia yang sepanjang pertandingan berteriak bersahutan dengan pendukung Malaysia.
Kepalan tangan dengan wajah tetap tenang menjadi ekspresi kemenangan Hendra, yang memang selalu tenang dlaam kondisi apapun. Adapun Ahsan, bersujud di lapangan, mensyukuri kemenangan tersebut.
Kemenangan ini mengulang momen lima tahun lalu yang sangat spesial bagi Hendra/Ahsan. Saat itu, keduanya baru menjadi ayah sebelum tampil di All England.
Hendra harus meninggalkan si kembar, Richard dan Richelle, yang belum berusia dua minggu ketika berangkat ke Birmingham. Sementara Ahsan, memilki putri pertama, Chayra, yang baru berusia dua bulan. Kini, Hendra adalah ayah dari tiga anak, sementara Ahsan dengan dua anak.
Gelar tahun ini, yang tak kalah spesial, memberi makna lain. Ini menjadi tanda kelahiran kembali pasangan yang menempuh jalur profesional sejak awal 2019.
Keputusan itu diambil untuk memberi kesempatan pada pemain-pemain yang lebih muda untuk berkembang. Namun, motivasi dan kedisiplinan sebagai atlet yang tetap terjaga, membuat PP PBSI tetap meminta mereka untuk berlatih di pelatnas Cipayung. Oleh pelatih ganda putra, Herry Iman Pierngadi, mereka dijadikan teladan untuk pemain muda.
Sempat kesulitan mendapat sponsor, mereka akhirnya didukung Mizuno, produsen perlengkapan olahraga Jepang, selama dua tahun. Berpasangan sejak 2012, berpisah pada 2017 saat Hendra keluar dari pelatnas, lalu bergabung lagi pada 2018, mereka mengawali langkah baru dengan menjuarai turnamen level rendah.
Juara dunia 2013 dan 2015 itu menjuarai Malaysia International Challenge, yang berada lima tingkat di bawah All England, lalu naik tingkat dengan menjuarai Singapura Terbuka. Perjalanan ganda tertua pada peringkat 10 besar dunia itu pada 2019 juga cukup stabil. Setelah tersingkir pada babak kedua Malaysia Masters, mereka tampil di final Indonesia Masters sebelum tampil di All England.
Ini menjadi awal baik bagi Hendra/Ahsan yang bertekad lolos ke Olimpiade Tokyo 2020. Apalagi, kualifikasi untuk Tokyo 2020 akan berlangsung 29 April 2019-26 April 2020.
Dominasi ganda putra
Dengan gelar kedua Hendra/Ahsan dari Birmingham, Indonesia pun memperpanjang dominasi pada ganda putra. Di antara dua gelar pasangan yang disebut “legenda” itu, terdapat Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon yang tak terkalahkan pada 2017 dan 2018. Total, ganda putra Indonesia telah 21 kali menjadi juara sejak Christian Hadinata/Ade Chandra membuka dominasi itu dengan gelar pada 1972.
Christian pernah mengatakan, lahirnya bintang ganda putra pada era tertentu menjadi idola bagi pemain-pemain berikutnya. Indonesia pun memiliki regenerasi yang cukup baik di nomor tersebut.
Jumlah gelar ganda putra Indonesia di All England sama dengan yang dimiliki Denmark yang terakhir kali menjuarai nomor tersebut pada 2015 melalui Mathias Boe/Carsten Mogensen. Kedua negara hanya kalah dari ganda putra Inggris yang 28 kali menjadi juara. Namun, dominasi negara itu terjadi pada 1899-1938.
Sementara, dua gelar nomor putri, yang finalnya berlangsung sebelum ganda putra, didapat pemain-pemain China. Nomor ganda dijuarai Chen Qingchen Jia Yifan (China) yang mengalahkan Mayu Matsumoto/Wakana Nagahara (Jepang), 18-21, 22-20, 21-11.
Pada nomor tunggal, Chen Yufei (China) tak hanya menghentikan ambisi hat-trick juara Tai Tzu Ying (Taiwan). Kemenangan, 21-17, 21-17, juga menghentikan dominasi pemain nomor satu dunia itu yang telah 11 kali mengalahkannya.
Wakil China juga merebut gelar juara ganda campuran melalui Zheng Siwei/Huang Yaqiong setelah mengalahkan pasangan Jepang Yuta Watanabe/Arisa Higashino 21-17, 22-30. Sedangkan di nomor tunggal putra andalan Jepang Kento Momota meraih gelar juara setelah mengalahkan wakil Denmark Viktor Axelsen 21-11, 15-21, 21-15.