Indonesia Butuh Tambahan 9 Juta Pekerja Terampil Pada 2030
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS - Pemerintah mendorong institusi pendidikan tinggi responsif terhadap perkembangan teknologi digital yang berdampak terhadap kebutuhan kompetensi tenaga kerja. Pemerintah mencontohkan, kurikulum program studi dan kurikulum disarankan selalu menyesuaikan.
Mengutip studi McKinsey "The Archipelago Economy:Unleashing Indonesia’s Potential (September 2012)", akhir tahun 2030, Indonesia diprediksi membutuhkan 113 juta orang tenaga kerja skilled dan semi-skilled. Mereka dibagi ke dalam kelompok tenaga kerja level tertiary, upper secondary general, upper secondary vocational dan lower secondary.
Dalam laporan studinya itu, McKinsey beralasan, kebutuhan pekerja skilled dan semi-skilled sampai 113 juta orang tersebut akan mampu menyokong pertumbuhan PDB tahunan 5 - 6 persen pada 2030. Dengan jumlah pekerja terampil sebanyak itu pula, McKinsey memperkirakan Indonesia dapat meraih posisi ketujuh negara dengan perekonomian terbesar di dunia.
Indonesia punya pekerjaan rumah menyuplai 9 juta tenaga kerja "skilled" dan "semi-skilled" agar permintaan industri terpenuhi di tahun 2030.
Akan tetapi, mengenai suplai, McKinsey mengungkapkan, Indonesia kemungkinan hanya mampu menyediakan 104 juta orang pekerja skilled dan semi-skilled pada 2030. Artinya, Indonesia masih mempunyai pekerjaan rumah menyuplai sembilan juta orang agar permintaan industri terpenuhi.
Saat laporan studi diturunkan, McKinsey menyebutkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di urutan ke-16 terbesar di dunia. Jumlah tenaga kerja kompeten baru sebanyak 55 juta orang.
"Tambahan angka sembilan juta orang itu termasuk mereka yang berlatar belakang teknologi digital. Kini, semua aktivitas perekonomian sehari-hari sudah lumrah memakai platform daring, seperti pesan tiket pesawat dan hotel. Saya melihat, fakultas ekonomi dan bisnis di Indonesia belum ada responsif sampai ke sana," kata Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara saat memberikan sambutan di acara Fintech Goes To Campus, Sabtu (9/3/2019), di Auditorium Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta.
Dia menjelaskan, sejak pertengahan 2018, Kemkominfo bekerja sama dengan beberapa perusahaan raksasa teknologi dunia untuk memberikan pelatihan teknologi digital. Pelatihan dikemas dalam model beasiswa kepada pekerja nonsarjana.
Materi pelatihannya mencakup kecerdasan buatan, data berukuran besar, keamanan siber, penyimpanan berbasis sistem komputasi awan, wirausaha digital, robotik, dan benda terhubung internet (IoT). Rudiantara menyebutkan, sebanyak 20 universitas di 12 kota berpartisipasi menyediakan tempat pelatihan.
Sampai akhir tahun 2018, pendaftar program mencapai 46.886 orang, peserta lulus tes 21.118 orang, dan perusahaan yang berhasil lolos terima beasiswa 1.000 orang.
"Mereka yang lolos terima beasiswa berhak mendapatkan sertifikat kompetensi dari perusahaan teknologi dan sertifikat kompetensi kerja nasional. Jadi, mereka lebih mudah melamar pekerjaan," tutur dia.
Pada 2019, lanjut Rudiantara, Kemkominfo menargetkan akan ada 20.000 orang peserta pelatihan teknologi digital.
Pada saat bersamaan, dosen fakultas ekonomi Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta Irwan Trinugroho menceritakan ada kesulitan mengusulkan kurikulum baru, terutama terkait teknologi finansial, ke kampus.
"Saya rasa perlu kolaborasi dengan pelaku industri teknologi finansial untuk pengembangan materi pembelajaran baru ke kampus. Jadi, materi kurikulum di fakultas ekonomi selalu bisa menyesuaikan perkembangan zaman," tutur dia.