Indonesia Perlu Diversifikasi Pasar ke Negara Anggota APEC
Oleh
Emilius Caesar Alexey
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Total perdagangan Indonesia dengan negara-negara anggota Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) masih menunjukan defisit 3,6 miliar dollar AS. Indonesia harus melakukan diversifikasi pasar ekspor dan memperkuat pengendalian pasar dalam negeri untuk mengatasinya.
Kementerian Pedagangan mencatat, pada 2017, total perdagangan Indonesia dengan anggota ekonomi APEC mencapai 239,4 miliar dollar AS, atau 73,4 persen dari total perdagangan luar negeri Indonesia dengan dunia yang tercatat sebesar 325,8 miliar dollar AS.
Secara rinci, total ekspor Indonesia ke anggota ekonomi APEC pada 2017 sebesar 117,9 miliar dollar AS. Sementara impor anggota APEC dari Indonesia sebesar 121,5 miliar dollar AS. Dengan demikian, Indonesia defisit sebesar 3,6 miliar dollar AS.
Menanggapi keadaan ini, Ekonom Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira, Senin (11/3/2019) di Jakarta menyampaikan, Indonesia perlu melakukan diversifikasi pasar guna meningkatkan ekspor ke negara-negara anggota APEC. Diversifikasi pasar itu diperlukan untuk menekan defisit neraca perdagangan.
“Meski memang nilai perdagangannya tidak akan sebesar dengan pasar tradisional, tetapi nilai perdagangan dengan negara-negara anggota APEC lainnya berpotensi untuk ditingkatkan,” kata Bhima.
Negara anggota APEC terdiri dari Australia, Brunei Darussalam, Filipina, Kanada, Chile, China, Hong Kong, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Peru, Papua Nugini, Rusia, Singapura, Taiwan, Thailand, Amerika Serikat, dan Vietnam.
“Negara-negara anggota APEC potensinya masih banyak yang belum kita maksimalkan. Misalnya di Papua Nugini, produk makanan dan minuman kita cukup disukai di sana, tentu ini bisa terus ditingkatkan. Demikian juga di Chile dan Peru,” ujar Bhima.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Muhammad Faisal menilai, defisit terjadi karena Indonesia belum bisa memaksimalkan pertumbuhan pasar yang semakin besar dengan permintaan yang kompleks.
Menurut Faisal, yang sering terjadi adalah, saat Indonesia menandatangani perjanjian perdagangan internasional, pengusaha Indonesia belum siap menguasai pasar dalam negeri. Akibatnya, negara lain masuk dan menguasai pasar kita karena sudah lebih siap.
“Orientasi perdagangan kita masih berfokus di komoditas. Sementara di dalam negeri, permintaan semakin kompleks. Maka, perlu adanya struktur industri yang mendalam mulai dari hulu hingga ke hilir untuk membenahi rantai pasok industri manufaktur,” kata Faisal.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, mengatakan, kita harus melihat lebih jauh terkait perdagangan dengan APEC, sebab defisit tidak terjadi terhadap semua negara anggota, hanya beberapa.
“Selain itu, jangan melihat perdagangan hanya semata-mata dari angka. Selama yang kita impor adalah bahan baku dan barang modal, itu tidak masalah. Sebab, bagaimana kita mau meningkatkan ekspor produk manufaktur kalau tidak ada investasi,” ujar Enggartiasto.
Untuk investasi bahan baku dan barang modal, Enggartiasto menegaskan, pasti dalam jangka pendek Indonesia masih defisit. Ia mencontohkan, jika hari ini investasi dalam satu manufaktur, tidak dapat hari ini impor mesin kemudian langsung mendapat keuntungan, tentu butuh proses.
Tantangan
Mengutip dari keterangan pers Kementerian Perdagangan, terdapat empat prioritas APEC di tahun 2019, di bawah keketuaan Chile, yaitu Masyarakat Digital; Integrasi 4.0; Perempuan, UMKM, dan Pertumbuhan Inklusif; dan Pertumbuhan Berkelanjutan.
Hal ini dibahas pada sidang Komite Perdagangan dan Investasi (CTI) di forum APEC tanggal 3-4 Maret 2019, di Santiago, Chile. Dalam kesempatan itu, Pelaksana Tugas Direktur Perundingan APEC dan Organisasi Internasional Kementerian Perdagangan, Deny W Kurnia mengatakan APEC perlu menjawab tantangan industri 4.0.
“Ini merupakan tantangan domestik kita untuk terus menyesuaikan dengan kemungkinan arah kerja sama regional ke depan. Di samping itu, situasi perdagangan global yang memanas, kecenderungan proteksionisme, dan sikap unilateralisme perlu dimitigasi di APEC,” ujar Deny.