JAKARTA, KOMPAS – Pengawas Tempat Pemungutan Suara berperan krusial dalam mengawasi jalannya pemungutan dan penghitungan suara di TPS. Sebagai kepanjangan tangan dari Badan Pengawas Pemilu, pengawas TPS menjadi ujung tombak bagi pengawasan proses pungut hitung yang merupakan tahapan puncak dari proses pemilu, sekaligus merupakan tahapan yang paling rentan kecurangan atau pelanggaran.
Dari data Bawaslu hingga 4 Maret 2019, terdapat 809.918 pendaftar yang telah memenuhi syarat di seluruh provinsi di Tanah Air. Namun, jumlah mereka belum merata di setiap kecamatan, sehingga masih ada kekurangan dalam pembentukan pengawas TPS (PTPS) sekitar 68.760 orang yang akan disebar di 32 provinsi. Jumlah total PTPS harus di atas 10 persen dari keseluruhan TPS yang berjumlah 809.500 unit TPS. Masing-masing TPS akan dijaga oleh satu PTPS.
Ketua Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Veri Junaidi mengatakan, pekerjaan dan tanggung jawab PTPS sangat penting dan menentukan dalam menjamin berjalannya pemilu yang sesuai asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
“Mereka yang akan mengawal jalannya pungut hitung di TPS pada hari H. Mereka harus memastikan pemungutan dan penghitungan suara berlangsung lancar, dan tidak ada kecurangan. Rekapitulasi penghitungan suara juga dikawal oleh mereka sejak dari TPS hingga ke kecamatan,” kata Veri, Sabtu (9/3/2019) di Jakarta.
Dengan peran krusial tersebut, rekrutmen PTPS seharusnya tidak asal-asalan atau tidak memerhatikan kualifikasi dan kompetensi calon pengawas. Selain juga memiliki kompetensi akademis yang memadai, pengawas TPS juga didorong merupakan pegiat atau orang yang memang memahami proses dan tahapan pemilu. Mereka juga harus dipastikan tidak terlibat sebagai tim pemenangan salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden, maupun calon anggota legislatif.
“Pengawas TPS harus dipastikan sebagai orang-orang yang independen dan netral. Artinya, rekrutmen PTPS ini menjadi pertaruhan penting bagi Bawaslu untuk mewujudkan pengawasan yang efektif terhadap jalannya proses pemilu, utamanya dalam pungut hitung,” kata Veri.
Belajar dari berbagai pengalaman pemungutan dan penghitungan suara, kecurangan atau pelanggaran kerap terjadi melibatkan penyelenggara pemilu di tingkat terbawah. Oleh karena itu, PTPS memiliki peran sebagai ujung tombak untuk mengamankan hasil pemilu. Seleksi untuk orang-orang yang mengawasl hasil pemilu ini pun harus selektif dan tidak main-main.
Ketua Bawaslu Abhan mengatakan, baru pada Pemilu 2019 ada PTPS. Oleh karenanya, pengalaman rekrutmen PTPS ini menjadi yang pertama bagi Bawaslu. Masih adanya kebutuhan 68.760 orang PTPS membuat Bawaslu memperpanjang pendaftaran, yakni 6-10 Maret 2019. Pendaftar yang memenuhi syarat seusai dengan jumlah sekaligus distribusi lokasi TPS hanya dua provinsi, yakni Sumatera Selatan dan Sulawesi Selatan.
“Kami optimistis kekurangan PTPS itu bisa terpenuhi hingga batas akhir pelantikan mereka, 25 Maret 2019. Pada 25 Maret itu, seluruh PTPS harus selesai dilantik. Memang ada beberapa provinsi yang belum terpenuhi jumlah pengawasnya karena syarat-syarat pendaftar belum terpenuhi,” katanya.
Selain merekrut PTPS, Bawaslu juga tengah menyiapkan pelatihan bagi saksi pemilu. Bawaslu meminta peserta pemilu untuk segera menyerahkan nama-nama saksi mereka di setiap TPS, sehingga target pelatihan yang dimulai pada 20 Maret 2019 bisa dipenuhi.