JAKARTA, KOMPAS – Rencana memperluas penerima subsidi perumahan dengan menambah batasan penghasilan akan tetap memperhitungkan masyarakat berpenghasilan rendah. Pemerintah memastikan akses terhadap rumah subsidi bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah tetap terjaga.
“Sampai sekarang belum ditetapkan harga maksimal untuk rumah subsidi dan masih dibahas di Kementerian PUPR. Pada saat rapat dengan asosiasi pengembang hanya membahas batasan penghasilan Rp 8 juta,” kata Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono akhir pekan lalu, di Jakarta.
Basuki mengatakan, rencana memperluas penerima fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) ke kalangan aparatur sipil negara (ASN), anggota TNI dan Polri, serta masyarakat umum tidak hanya menyangkut batasan penghasilan. Perluasan itu juga menyangkut harga jual rumah, tipe rumah, sampai kriteria penerima manfaat.
Menurut Basuki, kendati batasan penghasilan dinaikkan, namun ada perbedaan skema antara kelompok masyarakat berpenghasilan rendah dengan ASN, anggota TNI, dan Polri.
Bagi ASN, anggota TNI, dan Polri, ada batasan kredit pemilikan rumah (KPR) yang bisa diambil. Jika rumah yang hendak dibeli di atas batasan kredit tersebut, maka menjadi tanggungan yang bersangkutan. Sementara, harga jual rumah bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah dengan penghasilan penghasilan maksimal Rp 4 juta diatur pemerintah.
Dari dokumen mengenai usulan KPR FLPP bagi ASN, anggota TNI dan Polri, jumlah maksimum KPR bagi ASN, TNI, dan Polri dikelompokkan berdasarkan wilayah yakni, kota metropolitan, kota besar, Papua dan Papua Barat dengan wilayah berupa kota sedang atau kecil. Para ASN, anggota TNI dan Polri juga dibedakan menjadi dua golongan, yakni golongan I bersama golongan II dan golongan III dengan IV. Jumlah KPR yang paling besar yang bisa diambil adalah Rp 300 juta sedangkan yang paling kecil adalah Rp 150 juta.
Sementara, usulan harga jual rumah bagi ASN, anggota TNI dan Polri di kelompok kota metropolitan, kota besar, Papua dan Papua Barat antara Rp 300 juta sampai dengan Rp 600 juta. Sementara, harga jual rumah di kota sedang atau kecil antara Rp 200 juta hingga Rp 400 juta.
Kenaikan batasan penghasilan tersebut, lanjut Basuki, juga dimaksudkan agar kelompok pekerja muda atau mereka yang digolongkan sebagai generasi milenial, dapat mengakses FLPP. Menurut laporan yang diterimanya, rata-rata penghasilan pekerja muda yang termasuk generasi milenial adalah Rp 6,1 juta per bulan.
Dengan kebijakan kenaikan tersebut, para pekerja muda atau generasi milenial dapat mengakses FLPP. Basuki memastikan, kelompok masyarakat berpenghasilan rendah tetap dapat mengakses FLPP seperti sebelumnya. Selain mematangkan kebijakan perluasan penerima FLPP, pemerintah juga tengah menyusun harga jual rumah subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia (REI) Totok Lusida, mengatakan, meski penerima subsidi perumahan semakin besar atau luas, penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah tetap akan besar. Sebab, kelompok masyarakat berpenghasilan rendah mendapatkan banyak fasilitas dari pemerintah.
“Alasan kedua kan para pengembang juga saling berkompetisi. Karena harga jual rumah dipatok pemerintah maka mereka berkompetisi ke kualitas karena takut tidak ada yg beli,” kata Totok.
Di sisi lain, pasokan bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah akan selalu besar karena permintaan dari segmen ini sangat besar. Dari total angka kekurangan rumah sekitar 11,4 juta unit, sebagian besar dari kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Dengan permintaan yang besar, pengembang diuntungkan karena perputaran penjualan rumah menjadi cepat.
Positif
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Daniel Djumali mengatakan, kenaikan batasan penerima FLPP akan berdampak positif karena pasar akan semakin besar. Namun demikian, pihaknya khawatir permintaan yang besar tersebut tidak diimbangi dengan ketersediaan anggaran untuk rumah subsidi yang memadai.
Sebab, menurut Djumali, jumlah rumah subsidi yang dapat dibiayai baik oleh FLPP maupun subsidi selisih bunga tahun 2019 hanya sebanyak 175.000 unit. Jumlah itu turun dari tahun 2018 yang mencapai 270.000 unit. Padahal, target pemerintah dalam Program Sejuta Rumah tahun ini sebesar 1,25 juta unit, naik dari 2018 sebesar 1 juta unit.
“Kami siap mendukung target tersebut jika pemerintah bisa segera menetapkan batasan rumah subsidi dan skema pembiayaannya dapat segera direalisasikan,” kata Djumali.
Dalam diskusi tentang perumahan, Ketua Umum Himpunan Pengembang Pemukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) Harry Endang Kawidjaja mengatakan, fasilitas berupa bantuan uang muka sebesar Rp 4 juta bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, berpengaruh terhadap permintaan rumah subsidi dengan satu kamar.
“Biasanya permintaan rumah dengan satu kamar datang dari mereka yang masih belum menikah. Tapi sekarang kami melihat permintaan rumah dari mereka pun kebanyakan rumah dengan dua kamar. permintaan utk rumah satu kamar turun hanya menjadi 5 persen,” kata Endang. (NAD)