JAKARTA, KOMPAS – Pertimbangan politis dari partai politik akan membuat proses pemilihan hakim konstitusi pengganti Wahiduddin Adams dan Aswanto di Dewan Perwakilan Rakyat menjadi alot. Penilaian dari tim panel ahli menjadi semakin krusial guna mendapatkan hakim yang berkompeten dan berintegritas dalam menghadapi tugas berat, termasuk sengketa Pemilu 2019.
Hari ini, Senin (11/3/2019) sore, para tim panel ahli menyerahkan hasil penilaian mereka kepada Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Tim panel ahli, yang beranggotakan mantan Hakim Konstitusi, Maria Farida; mantan Wakil Ketua MK, Harjono; Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada, Eddy OS Hiariej; dan mantan Hakim Konstitusi, Maruarar Siahaan; menyerahkan penilaian mereka dalam pertemuan tertutup yang berlangsung sekitar 30 menit.
Pertemuan tersebut kemudian dilanjutkan dengan rapat internal Komisi III DPR, yang juga tertutup bagi para jurnalis, untuk menentukan jadwal rapat dan metode pengambilan keputusan.
Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat Erma Suryani Ranik mengatakan, rapat pengambilan keputusan akan dilaksanakan pada Selasa pukul 11.00 WIB. Mekanisme pengambilan keputusan akan diawali dengan proses musyawarah antarfraksi. Namun, apabila fraksi belum bisa sepakat pada dua nama, proses pengambilan keputusan akan berlanjut pada mekanisme voting.
Erma memperkirakan, proses pengambilan keputusan untuk mendapatkan dua hakim pengganti akan berlangsung dengan alot. “Sepertinya akan voting, karena ini debatnya terlalu panjang. Sampai saat ini belum mengerucut dua nama. Di fraksi kami saja belum sepakat. Masukan dari tim ahli juga baru diterima sekarang,” kata Erma.
Berintegritas
Erma mengatakan, kriteria Hakim Konstitusi yang diinginkan oleh DPR adalah hakim yang berintegritas, berpengetahuan konstitusi yang bagus, dan konsistensi berpikir yang kuat, tahan dari tekanan-tekanan pihak luar.
Meski demikian, Erma mengatakan, masukan tim panel ahli sangat berharga bagi pihaknya. Dari masukan tim panel ahli, Komisi III DPR mendapat penilaian mengenai kompetensi, konsistensi pandangan, dan integritas calon hakim MK.
“Kami percaya penuh dengan mereka. Tetapi sekali lagi, putusan nanti adalah putusan fraksi,” kata Erma.
Penilaian ini berdasarkan proses uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) yang digelar pada 6–7 Februari 2019 lalu. Ada 11 calon hakim dari berbagai latar belakang yang mengikuti seleksi ini, termasuk petahana Wahiduddin Adams dan Aswanto. Selain menjawab pertanyaan mengenai rekam jejak dan kompetensi dari anggota Komisi III DPR, para calon hakim MK juga diuji oleh para anggota tim panel ahli.
Harjono mengatakan, setiap anggota tim panel ahli memberikan 4-5 nama yang dinilai lolos dan kompeten untuk menjadi hakim MK. Nama-nama tersebut pun diberi peringkat. Masukan dari ketiga anggota tim panel ahli lainnya pun menyebutkan nama-nama yang sama, hanya berbeda peringkatnya.
Ia mengungkapkan, dalam pertemuan dengan Komisi III DPR, disepakati bahwa masukan dari panel ahli akan diperhatikan oleh anggota dewan. “Ya, apa gunanya kalau masukan kami tidak diperhatikan dalam hal ini. Saya kira DPR akan sangat memperhatikan soal ini,” kata Harjono.
Konsultasi fraksi
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani mengatakan, setiap anggota dewan masih akan berkonsultasi dengan fraksinya masing-masing. “Masing-masing fraksi masih mau konsultasi. Kalau PPP, kami akan mempertimbangkan apa yang menjadi penilaian oleh tim panel ahli,” kata Arsul.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Trimedya Panjaitan. Setiap fraksi akan bebas untuk mempertimbangkan masukan dari tim panel ahli atau tidak.
“Dari masukan mereka kami sudah mendapat pencerahan. Lagipula, DPR tidak mau mengambil risiko (mendapat hakim tidak kompeten) untuk lima tahun ke depan,” kata Trimedya.
Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan, rapat paripurna akan segera digelar begitu Komisi III DPR telah memutuskan calon hakim MK yang terpilih. Penetapan hakim MK ini harus segera dilaksanakan sebab, masa jabatan dua hakim MK tersebut akan habis pada 21 Maret 2019.