JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah menganggarkan 20 persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara untuk meningkatkan kualitas pendidikan dalam menyambut revolusi industri 4.0. Selain pengembangan usaha rintisan, manufaktur serta keinsinyuran menjadi sektor yang diutamakan demi menopang otomatisasi industri di masa depan.
Kepala Bidang Kebijakan Belanja Pusat dan Pembiayaan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Wahyu Utomo di Jakarta, Senin (11/3/2019), mengatakan, pemerintah menargetkan Indonesia menjadi negara maju dan mandiri saat genap 100 tahun merdeka pada 2045. Dengan proyeksi populasi penduduk tahun 2045 mencapai 309 juta jiwa, pendapatan per kapita ditargetkan 23.199 dollar AS. Sektor jasa diharapkan menjadi sumber utama penghasilan domestik bruto (PDB).
“Untuk mencapai itu, SDM (sumber daya manusia) harus berkualitas dan disiapkan menyambut revolusi digital di berbagai industri. Kita perlu SDM yang berdaya saing, cerdas, dan inovatif,” kata Wahyu dalam gelar wicara bertajuk Digital Economy: a Blessing or a Curse.
Untuk itu, pemerintah telah menyiapkan Rp 492,5 triliun atau sekitar 20 persen dari APBN untuk peningkatan kualitas pendidikan. Jumlah tersebut meningkat sekitar 10 persen dibanding tahun 2018 sebesar Rp 444,1 triliun.
Menurut Wahyu, dana tersebut dialokasikan untuk mencapai target 20,1 juta siswa peserta Program Indonesia Pintar (PIP) dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Pendidikan vokasi serta dukungan untuk riset dan pengembangan juga mendapat perhatian.
Di samping itu, daya saing tenaga kerja juga ditopang dengan dana Rp 380,5 triliun untuk program perlindungan sosial serta Rp 123,1 triliun untuk peningkatan kualitas kesehatan. “Perlindungan sosial dan kesehatan juga dapat menjawab tantangan zaman, terutama saat bonus demografi tahun 2020,” kata Wahyu.
Dihubungi dari Jakarta, Direktur Pembelajaran Direktorat Pendidikan dan Pembelajaran Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) Paristiyanti Nurwardani mengatakan, pengetahuan tentang mahadata (big data) dan kewirausahaan di perguruan tinggi sedang ditingkatkan. Target penciptaan 70.000 usaha rintisan pada 2025 diharapkan bisa tercapai.
Pemerintah terbantu dengan hibah dari beberapa negara seperti Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Kanada tahun ini. “Empat tahun terakhir, kami mengirimkan 50-100 mahasiswa Indonesia yang sudah punya embrio startup ke Korea Selatan setiap tahun untuk belajar selama enam bulan. Selain itu, para mahasiswa juga akan mendapatkan pendampingan membangun startup dari Pemerintah AS,” kata dia.
Adapun Pemerintah Kanada menghibahkan 5 juta dollar Kanada tahun ini untuk memberikan pelatihan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) di 34 politeknik. Untuk tahun 2021, Kemristekdikti juga telah menyepakati hibah 19 juta dollar Kanada untuk pelatihan kewirausahaan dan usaha rintisan.
Meski demikian, usaha rintisan dan digitalisasi industri perlu ditopang keahlian otomatisasi, robotika, dan AI di sektor manufaktur dan keinsinyuran. “Rasio insinyur Indonesia hanya 3.000 per 1 juta penduduk, sedangkan Vietnam sudah sampai 9.000 per 1 juta penduduk. Karena itu, kami akan memperbanyak peserta program studi terkait keinsinyuran, matematika, dan manufaktur,” kata Paristiyanti.
Terus berkembang
Sementara itu, Pembina Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), Sofian Lusa, mengatakan, potensi usaha rintisan Indonesia juga sangat besar dan akan terus berkembang. Per November 2018, Indonesia memiliki 1.939 usaha rintisan. Jumlah itu jauh melampaui beberapa negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, serta menempatkan Indonesia sebagai negara dengan usaha rintisan terbanyak kelima di dunia.
E-dagang pun terus berkembang. Menurut data idEA, nilai transaksi e-dagang mencapai 8 miliar dollar AS pada 2017. Pada 2022, nilainya diperkirakan akan meningkat hingga 65 miliar dollar AS dengan 30 juta akun pembeli.
“Indonesia adalah negara dengan pertumbuhan e-commerce terbesar di dunia dengan tingkat pertumbuhan 78 persen. Ini jauh lebih tinggi daripada Meksiko (59 persen) dan Filipina (51 persen). Generasi muda berpeluang menjadi technopreneur (pengusaha yang memanfaatkan teknologi digital)
Kolaborasi
Jumlah anggaran pendidikan ini tak bisa dipenuhi oleh pemerintah. Wahyu mengatakan, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, swasta, BUMN, dan lembaga pemerintah lainnya.
Direktur OVO Setiawan Adhiputro mengatakan, inovasi untuk menyambut ekonomi digital tidak dapat dihadapi secara sendiri-sendiri oleh perusahaan. Kerja sama perlu dijalin antara pemerintah dengan bisnis maupun bisnis dengan bisnis.
Adapun analis Departemen Kebijakan dan Pengawasan Pembayaran Bank Indonesia (BI), Saryo, mengatakan, digitalisasi adalah keniscayaan yang tak bisa dihindari dalam transaksi sehari-hari. BI sebagai regulator akan memfasilitasi pengembangan industri digital.
“Kami sedang mengembangkan API (application programming interface) terbuka untuk meningkatkan keterkaitan antarplatform, terutama untuk aplikasi pembayaran. Masyarakat silakan berinvoasi, kami akan jaga dengan regulasi yang tidak menghambat,” kata Saryo. (KRISTIAN OKA PRASETYADI)