WASHINGTON, SELASA — Amerika Serikat terus mengupayakan pertemuan ketiga antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kom Jong Un. Hal itu menunjukkan, diplomasi kedua negara itu belum meredup dan Amerika Serikat terus mendorong komitmen Korea Utara untuk mengeliminasi seluruh senjata nuklirnya.
Pertemuan kedua pemimpin pada bulan lalu di Hanoi, Vietnam, gagal menciptakan kesepakatan denuklirisasi di Semenanjung Korea. Pyongyang mensyaratkan agar seluruh sanksi internasional yang dikenakan kepadanya dicabut. Hal tersebut tidak bisa dipenuhi Washington.
Wakil Menteri Luar Negeri untuk Kontrol Senjata dan Keamanan Internasional Andrea Thompson menyatakan, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo serta Trump tetap terbuka untuk berdialog dengan Korut. ”Tanggal pertemuan itu belum diputuskan, tetapi tim kami terus bekerja (untuk merealisasikannya) ke arah itu,” ujarnya, Senin (11/3/2019), di Washington, AS.
Hal serupa juga pernah disampaikan Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton pada Minggu (10/3/2019). Trump terbuka untuk bertemu lagi dengan Kim. Ia mengatakan, hal tersebut perlu waktu.
Bagi Thompson, sanksi terhadap Korut sangat penting dipertahankan semua negara hingga Korut bersedia menyerahkan seluruh senjata nuklirnya.
”Kami akan terus melanjutkan kampanye tekanan ini. Kami akan mempertahankan sanksi itu dan terus bekerja dengan tim kami di luar negeri untuk memastikan sanksi itu tetap berada di tempatnya,” kata Thompson.
Utusan Khusus AS untuk Korut Stephen Biegun dalam pernyataan publik pertamanya setelah pertemuan antara Trump dan Kim bulan lalu, Senin, mengatakan, Washington akan terus mendesak Korut mewujudkan komitmen penghapusan senjata nuklirnya.
Faktor yang mencegah terjadinya kesepakatan denuklirisasi di Semenanjung Korea adalah ketidaksediaan Korut menawarkan proses denuklirisasi yang lengkap dan dapat diverifikasi.
Faktor yang mencegah terjadinya kesepakatan denuklirisasi di Semenanjung Korea adalah ketidaksediaan Korut menawarkan proses denuklirisasi yang lengkap dan dapat diverifikasi.
Biegun menceritakan proposal yang diajukan Kim bulan lalu saat bertemu Trump. Kim meminta agar seluruh sanksi yang dikenakan kepada negaranya dicabut. Sebagai imbalan, ia akan menghancurkan sebagian dari fasilitas senjata nuklir di Korut.
Biegun mengatakan, AS tidak menerima proses denuklirisasi secara bertahap. ”Itu akan menempatkan kami pada posisi yang sangat sulit. Hal itu justru malah akan mendukung pengembangan senjata nuklir,” katanya.
Aktivitas nuklir
Laporan dari berbagai sumber pada pekan lalu menunjukkan, aktivitas di sejumlah lokasi nuklir di Korut masih tampak aktif. Dua lembaga wadah pemikir (think tank) AS dan agen mata-mata Seoul mengatakan, Korut sedang membangun kembali situs peluncuran roket Sohae di Pyongyang utara. Sebelumnya, Korut pernah berjanji untuk membongkar situs itu.
Menanggapi hal itu, Trump menyampaikan kekecewaannya. Meskipun demikian, ia tetap terbuka untuk berdiskusi dan menegaskan bahwa ia dan Kim memiliki hubungan yang baik.
Biegun menambahkan, pihaknya tidak tahu apa arti kegiatan nuklir di Korut yang dilaporkan itu. Pemerintah AS akan menanggapinya secara serius, tetapi ia juga memperingatkan untuk tidak mengambil kesimpulan terlalu cepat.
Ada beberapa usulan langkah yang dapat dilakukan dalam rangka membangun kepercayaan antara AS dan Korut. Salah satunya adalah membangun kantor diplomatik AS di Korut.
Biegun menambahkan, AS tetap terbuka untuk berdiplomasi dengan Korut di empat isu prioritas, yaitu mengubah hubungan, mengakhiri secara resmi Perang Korea, denuklirisasi lengkap Korut, dan pengembalian jenazah ribuan tentara AS yang hilang saat Perang Korea pada 1950-1953.
AS tetap terbuka untuk berdiplomasi dengan Korut di empat isu prioritas, yaitu mengubah hubungan, mengakhiri secara resmi Perang Korea, denuklirisasi lengkap Korut, dan pengembalian jenazah ribuan tentara AS yang hilang saat Perang Korea.
Pada Agustus 2018, Korut menyerahkan 55 kotak jenazah tentara perang. Hingga kini, AS telah mengidentifikasi tiga tentara dari kotak-kotak itu.
”Kami ingin memperoleh jenazah tentara, demi membantu kami menormalkan hubungan dengan negara lain. Sama seperti dengan Vietnam, saat perang telah berakhir,” ujar Biegun. (AP/REUTERS)